Sleman, Gatra.com - Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Nyarwi Ahmad, meminta pemimpin media massa atau pers Indonesia bersatu dalam menghadapi rezim algoritma media sosial.
Media massa juga dituntut lebih adaptif, kreatif, dan inovatif agar tetap menjadi media arus utama di masa depan di tengah berkembangnya industri home casting (siaran dari rumah) dan siaran berskala kecil yang makin marak saat ini.
“Inovasi harus terus dilakukan media, paling tidak dalam dua hal. Pertama, inovasi dalam memformulasikan dan memproduksi konten-konten yang tidak hanya menarik, namun juga berkualitas,” kata Nyarwi, Kamis (10/2/2022).
Kedua, inovasi dalam publikasi atau penyebaran konten melalui beragam jenis platform komunikasi baru yang digunakan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat.
Inovasi kedua ini, menurut Nyarwi, dapat dilakukan melalui berbagai model kolaborasi dengan jenis platform komunikasi baru. Melalui kolaborasi semacam ini, konten-konten yang dihasilkan dapat dipublikasikan secara luas.
“Jadi tidak hanya sekadar digunakan untuk memperoleh pendapatan sumber-sumber iklan semata, namun juga bisa mencerahkan dan mencerdaskan kehidupan masyarakat, baik dalam skala nasional maupun internasional,” kata Nyarwi.
Keberhasilan atau kegagalan organisasi-organisasi media massa dalam merespons tantangan akan menentukan sejauh mana mereka bisa mampu bertahan sebagai media arus utama di masa depan.
“Jika berhasil, posisi dan peran media sebagai pilar keempat demokrasi masih bisa kita andalkan. Sebaliknya, jika gagal, posisi dan peran media sebagai pilar keempat demokrasi makin terancam dan bisa tenggelam,” tuturnya.
Pemimpin organisasi dan jurnalis media massa juga diminta memiliki semangat kolektif mengawal posisi dan peran media massa sebagai pilar keempat demokrasi di tengah menguatnya penggunaan berbagai jenis platform komunikasi digital.
Pelaku media dituntut mengembangkan semangat kolektif guna mengamankan serta mengembangkan peran posisi media sebagai pilar keempat demokrasi.
“Semangat kolektif ini diperlukan agar masing-masing organisasi media memiliki ketangguhan mengawal beragam suara, agenda, dan kepentingan publik secara lebih maksimal,” katanya.
Masing-masing organisasi media perlu memiliki dan mengembangkan semangat kolektif dalam merespons rezim algoritma media sosial yang saat ini makin mengkolonisasi dan menghegemoni kehidupan publik.
Menurutnya, semangat kolektif ini sangat penting agar publik tidak mudah terjebak dalam beragam jenis disinformasi dan terhindar dari spiral penyebaran wabah hoaks yang digerakkan oleh rezim algoritma media sosial tersebut.