Batam, Gatra.com- Dua orang tersangka atas dugaan pemalsuan dokumen kapal MV Seniha berinisial RNB dan FT akhirnya bebas dari tahanan Dittipidum Bareskrim Polri. Pembebasan keduanya, lantaran alat bukti yang disertakan dinilai lemah, dan masa penahanan selama 60 hari berakhir.
Kuasa hukum kedua tersangka Indra Raharja mengatakan, kleinnya sempat masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Agustus 2019 silam sebelum akhirnya ditangkap pada Rabu 1 Desember 2021 lalu. Setelah 60 hari ditahan, kasus pemalsuan dokumen kapal di Batam ini tidak cukup bukti. Hingga dinyatakan tidak layak dilanjutkan ke tahap persidangan.
"Klien kami dikeluarkan dari rumah tahanan negara Bareskrim Polri, pada Sabtu 29 Januari 2022 kemarin. Kasus yang disangkakan tidak cukup bukti. Proses penyidikannya belum selesai, namun masa penahanan 60 hari berakhir, maka tersangka dibebaskan demi hukum," katanya, Ahad (6/2) saat ditemui di Batam.
Berkas perkara dari Subdit IV Poldok Dittipidum Bareskrim Polri dinilai lemah, tidak dapat dilanjutkan ke persidangan dan dikembalikan oleh Kejaksaan. Dalam kasus ini setiap institusi penegak hukum pasti melakukan pemeriksaan secara komprehensif, mengumpulkan bukti dan keterangan.
“Dalam kasus ini saya mempertanyakan kinerja penyidik Bareskrim Polri dan melihat profesionalisme kerja dari kejaksaan ketika menerima berkas perkara. Artinya dua alat bukti yang dianggap cukup oleh penyidik belum tentu cukup oleh kejaksaan,” tegasnya.
Indra menganalisa, dalam pemenuhan unsur suatu tindak pidana penyidik lintas institusi, selalu menganalisa secara menyeluruh untuk dasar tuntutan. Tersangka FT dan RNB yang merupakan pengurus kapal tersebut, kini status hukumnya dikenakan wajib lapor setiap Senin dan Kamis pada pukul 10.00 WIB di kantor Bareskrim Polri.
“Dalam mekanisme hukum, Kejaksaan merasa tidak yakin terhadap bukti yang disajikan oleh penyidik dan berhak melakukan penolakan atau menganulir berkas untuk dilengkapi. Harapannya, perkara dugaan pemalsuan dokumen kapal MV Seniha ini bisa dihentikan atau diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3)," ujarnya.
Direktur PT Astra Samudra Togu S mengaku, pihaknya selaku agen MV Sineha merasa sangat dirugikan. Pasalnya kasus sengketa kepemilikan kapal tersebut telah berlangsung lama, ditambah proses hukum dugaan tindak pidana yang akhirnya salah. Disisi lain BP Batam meminta piutang aktifitas labuh tambat selama kapal bersengketa sejak tahun 2019 lalu.
“Kerugian, kapal lagi bersengketa sementara BP Laut minta Rp 34 miliar untuk biaya labuh tambat, tanpa ada rincian yang jelas. Ini terkesan menghalang-halangi kapal berlayar, dapat merusak citra maritim tanah air di mata internasional. Mengingat kita berada di Selat Malaka salah satu jalur laut tersibuk di dunia," tuturnya.
Sebelumnya, misteri siapa pemilik Kapal MV Sineha kembali mencuat, kasus pemalsuan dokumen kapal berbendera Panama tersebut jadi sengketa dua pihak saling klaim kepemilikan. Bahkan kasusnya diduga melibatkan sejumlah oknum pegawai Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Batam.