Jakarta, Gatra.com- Kelompok Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) menyambangi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu, (2/2/2022), untuk mengajukan gugatan uji formil terhadap Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang telah disetujui bersama oleh presiden dan DPR pada 18 Januari 2022 lalu.
Salah satu alasan pemohon untuk menggugat UU IKN ini adalah tiadanya kepekaan sosial terhadap kondisi masyarakat Tanah Air yang masih dirundung pandemi Covid-19.
"Kita masih dalam pandemi Covid. Jadi, ini apa urgensinya? Bagaimana kepentingan sosiologis publik itu diabaikan?" kata Koordinator PNKN, Marwan Batubara, saat ditemui wartawan di lokasi.
Selain mempertanyakan ketiadaan kepekaan sosial tersebut, Marwan pun menyinggung soal tiadanya urgensi pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. Menurutnya, pemindahan ibu kota beserta penyusunan UU IKN tidak mendesak. "Tidak benar-benar butuh UU ini. Tidak mendesak ini. Apalagi kita punya utang. Mungkin utang kita akhir tahun ini Rp7.000 triliun," kata Marwan.
Marwan merujuk pada temuan survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) pada Desember 2021. Temuan survei rersebut menunjukkan bahwa sebanyak 61,9% reponden tidak setuju dengan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. Pemborosan anggaran menjadi alasan utamanya.
Alasan-alasan lain yang mendasari PNKN menggugat UU IKN ini meliputi proses penyusunan UU yang tak berkesinambungan, adanya konspirasi jahat antara pemerintah dan DPR, hingga minimnya partisipasi masyarakat.
Jumlah pemohon yang mendatangai gedung MK hanya berkisar 12 orang. Puluhan pemohon lainnya berhalangan hadir. Marwan menyebut bahwa ia optimis jumlah pemohon akan bertambah seiring berjalannya waktu, terutama karena permohonan uji materil pun akan disusulkan. Ia menyebut akademisi dari Aceh hingga Papua akan bergabung.