Washington, D.C, Gatra.com - Kedutaan Rusia di Washington mengatakan bahwa Moskow tidak akan mundur dalam menghadapi ancaman sanksi AS atas Ukraina, Selasa (1/2). Pernyataan pihak kedutaan diungkapkan menjelang pembicaraan telepon antara diplomat tinggi AS dan Rusia.
“Kami tidak akan mundur dan berdiri tegak, mendengarkan ancaman sanksi AS,” tulis kedutaan di Facebook, dikutip AFP, Selasa (1/2).
Ia menambahkan bahwa “Washington, bukan Moskow, yang menghasilkan ketegangan.”
Sebelumnya, menteri luar negeri Inggris, Liz Truss menyebut akan memperketat undang-undangnya untuk menjatuhkan sanksi yang lebih keras terhadap Rusia, di tengah penumpukan pasukan besar-besaran Moskow di dekat Ukraina.
“Ini akan menjadi rezim sanksi terberat terhadap Rusia yang pernah kami alami,” kata Truss kepada anggota parlemen, Senin.
Ia menyebut mereka yang berada di dalam dan sekitar Kremlin, tidak akan punya tempat untuk bersembunyi.
Hubungan antara Rusia dan Barat berada pada titik terendah sejak Perang Dingin, setelah Moskow mengerahkan puluhan ribu pasukan tempur di sepanjang perbatasannya dengan Ukraina.
"Niat jahat Moskow jelas, mereka telah mengumpulkan lebih dari 100.000 tentara di perbatasan Ukraina," kata Truss soal meningkatnya ketegangan antara Rusia dan tetangganya.
“Kami tahu bahayanya nyata,” tambahnya.
Ia mendesak Rusia untuk mengurangi ketegangan, menarik kembali pasukannya dan terlibat dalam pembicaraan.
Menteri Inggris mengatakan bahwa undang-undangnya memungkinkan pemerintah untuk menargetkan individu dan bisnis yang lebih luas, akan diberlakukan pada 10 Februari.
Truss menyebut langkah itu akan memperluas undang-undang saat ini, yang hanya memungkinkan Inggris menargetkan Rusia secara khusus "terkait dengan destabilisasi Ukraina”.
Undang-undang tersebut akan memungkinkan Inggris untuk mengambil bagian dalam “paket sanksi terkoordinasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan mitra kami,” termasuk Amerika Serikat, kata menteri.
“Saya tidak akan mengatakan sekarang siapa yang akan kami targetkan atau dengan ukuran apa,” tegasnya.
Truss menyebut Inggris juga akan meninjau visa investor yang sudah dikeluarkan untuk Rusia.
Kremlin mengecam rencana itu sebagai "serangan tersembunyi terhadap bisnis" dan mengancam tindakan pembalasan setelah Truss memberikan rincian dalam sebuah wawancara pada hari Minggu.
Truss mengatakan dia akan bertemu rekannya dari Rusia, Sergei Lavrov dalam kunjungan ke Moskow dalam dua minggu ke depan.
Perdana Menteri Boris Johnson akan berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia menyebut kepada parlemen pada hari Senin bahwa dia akan melakukan langkah itu "sesegera mungkin".
Johnson dilaporkan akan melakukan perjalanan dengan Truss untuk bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Moskow telah menuntut jaminan keamanan yang luas, termasuk bahwa Ukraina untuk tidak pernah diizinkan bergabung dengan NATO.
Barat telah menolak tuntutan utama Rusia seperti menghentikan anggota baru untuk bergabung dengan aliansi, namun telah menetapkan sejumlah bagian mana saja, yang dapat dinegosiasikan dengan Kremlin.
Johnson mengumumkan pada Sabtu malam bahwa Inggris menawarkan NATO pengerahan pasukan, senjata, kapal perang, dan jet "besar" di Eropa, paling cepat minggu depan.
Truss mengatakan Inggris tetap menginginkan dialog dengan pencegah.
Selama ini Ukraina tampak condong ke Barat sejak Moskow merebut semenanjung Krimea pada 2014, dan mulai memicu konflik separatis di timur negara itu yang telah menelan korban lebih dari 13.000 jiwa.