Demak, Gatra.com – Hujan deras yang melanda Kabupaten Demak beberapa minggu ini mengakibatkan beberapa desa yang ada di Kecamatan Sayung tergenang banjir. Kondisi bertambah parah karena air rob musiman kerap muncul. Desa Loireng termasuk salah satu desa yang paling terdampak. Seluruh akses jalan di desa ini pun tidak dapat digunakan.
Warga menilai, faktor utama yang sering menjadi persoalan adalah sarana prasarana serta daya dukung lingkungan yang tidak sesuai lagi dengan peruntukannya. Berdasarkan penuturan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Loireng, Alvi Abu Dhom Dhom, banjir mulai melanda Desa Loireng karena berada di Cekungan, diapit oleh Jalan Pantura yang tinggi dan beberapa desa dan tanggul sungai yang secara kontur tanahnya lebih tinggi daripada Desa Loireng.
“Banjir di Desa kami terjadi karena saluran air bawah tanah (gorong-gorong) yang di jalan raya buntu, ada 3 namun hanya fungsi satu.” ucap Gus Dhom Dhom, sapaan akrab Alvi Abu Dhom Dhom.
Lelaki yang juga aktif di Gerakan Pemuda Ansor Desa Loireng ini berharap adanya solusi pengendalian banjir, salah satunya menyediakan rumah pompa (pump gate). Pasalnya, mitigasi banjir yang sering dilakukan, kebanyakan tidak menyelesaikan masalah. Terlebih infrastruktur berupa drainase, bangunan pintu air dan bangunan air lainnya pada saat ini tidak berfungsi dan buntu. Banjir ini juga dipengaruhi oleh pembangunan Jalan Tol Semarang Demak Seksi II, jalan keluarnya air terganggu.
“Kami berharap dari pemerintah baik jajaran eksekutif maupun legislatif bisa upayakan harapan kami [rumah pompa] agar banjir yang senantiasa melanda Desa Loireng teratasi,” tegasnya.
Senada dengan Gus Dhom Dhom, perwakilan kepemudaan Desa Loireng Shofwan menuturkan, terjadinya banjir di Desa Loireng karena kontur geografis desa berbentuk cekung. Warga telah mengupayakan penyedotan dengan diesel manual, namun secara kapasitasnya masih rendah, sehingga tidak efektif untuk penanggulangan banjir.
“Selain penyedotan dengan Diesel kecil, kami pernah mengupayakan pembuatan tanggul dengan datangkan alat berat. Sayangnya keberadaan alat berat ini malah disalahgunakan untuk membuat tanggul para petani tambak. Banjir di Desa kami turut mengganggu aktivitas warga, bahkan tahun lalu kami sampai 4 bulan berturut beraktivitas dengan kubangan air, karena banjir tak lekas surut.” tuturnya.