Bandung, Gatra.com - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat memastikan tuntutan hukuman terhadap pemerkosa 13 santriwati, terdakwa Herry Wirawan tetap hukuman pidana mati.
"Dalam replik kami pada intinya tetap pada tuntutan semula (pidana hukuman mati)," kata Kepala Kejati Jawa Barat Asep N Mulyana, di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, dikutip Antara, Kamis (27/1).
Asep mengatakan jawaban replik dengan tetap mengajukan tuntutan hukuman mati kepada majelis hakim, menjadi tanggapan atas nota pembelaan Herry yang menginginkan pengurangan hukuman dari tuntutan jaksa.
Asep menilai pidana mati dalam tuntutan jaksa penuntut umum juga sudah diatur dalam undang-undang yang berlaku saat ini dan itu sudah sesuai ketentuan.
"Jadi bukan semaunya kami sendiri. Artinya sampai saat ini sistem kita menganut adanya tuntutan hukuman mati," ujar Asep.
Selain tuntutan mati, Herry juga dibebankan seperti penyitaan aset, dan tuntutan untuk membayar denda sebagai bentuk keberpihakan kepada para korban asusila.
Beban terhadap terdakwa berupa penyitaan aset dan tuntutan denda itu diungkapkan jaksa, sebagai jaminan kehidupan para korban maupun bayi-bayi yang dilahirkan.
"Tanpa sedikitpun mengurangi tanggung jawab negara dan pemerintah untuk melindungi para korban. Jadi penyitaan aset tidak mengeliminasi tanggung jawab negara terhadap keberlangsungan anak korban," kata Asep.
Sebelumnya, Terdakwa Herry Wirawan (36) dalam kasus pemerkosaan terhadap 13 santriwati dituntut hukum mati oleh jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat.
Hukuman mati dijatuhkan karena perbuatan asusila terdakwa menyebabkan para korban mengalami kehamilan, trauma dan merupakan kejahatan yang dilakukan sangat serius.
Selain pidana mati juga dihukum kebiri kimia dan membayar denda sebesar Rp500 juta dan membayar restitusi kepada para korban sebesar Rp331 juta.
Herry dituntut bersalah sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.