Jakarta, Gatra.com– Peneliti komunikasi politik sekaligus inisiator judicial review (JR) perubahan sistem Pemilu tanpa presidential threshold (PT), Effendi Gazali, mengumpamakan PT seperti Piala Dunia.
“Presidential threshold ini seakan-akan menyatakan, ‘Ayo kita adakan Piala Dunia, tapi kita atur-atur aja siapa yang bisa masuk ke dalamnya. Italia jangan. Belanda jangan. Argentina jangan. Jadi kita-kita ajalah yang kemungkinan besar [juara]. Kita pilih-pilih lawan yang bisa membuat kita menang di Piala Dunia,” kata Effendi dalam forum diskusi daring pada Kamis, (27/1). Makanya lawannya itu-itu saja biar gampang menang?
Presidential Threshold (PT) adalah ambang batas pencalonan presiden berdasarkan suara yang diperoleh untuk bisa mencalonkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Lebih lanjut, Effendi bercerita bahwa ia telah maju ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengajukan JR sejak tahun 2013. Yang ia gugat adalah Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum dan Wakil Presiden.
Dalam pasal tersebut tertuang satu ketentuan bahwa presidential threshold yang berlaku adalah 20% kursi DPR dan 25% suara nasional. Inilah yang digugat oleh Effendi. Ia sekaligus berniat mengubah sistem pemilu menjadi Pemilu serentak.
Mengenang Pemilu 2014 ketika Jokowi memenangkan kontestasi politik itu melawan calon-calon lain, Effendi ingin hal tersebut terulang di Pemilu 2024 mendatang, terlebih lagi tanpa penetapan PT. “Jadi siapa pun yang menang, dia menang melalui kompetisi yang dijamin oleh konstitusi kita,” kata Effendi.