Jakarta, Gatra.com - Sekertaris Jenderal Komite Anti Korupsi Indonesia (Sekjen KAKI), Ahmad Fikri meminta KPK untuk melakukan penyelidikan penggunaan uang suap dari narapidana korupsi Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono.
Dalam kasus korupsi Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono sebelumnya sudah dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Keduanya dinyatakan bersalah dalam kasus suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA.
Dalam kasus ini, Nurhadi dan Rezky dinyatakan menerima suap sebesar Rp 35,7 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016 Hiendra Soenjoto terkait kepengurusan dua perkara.
Selain itu, keduanya juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 13,7 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
Nurhadi dan menantunya terbukti menerima suap dan gratifikasi penanganan perkara di lingkungan MA sepanjang 2011-2016 sebesar Rp 49 miliar.
"Aliran hasil suap gratifikasi kepada Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, setelah kami telusuri ada dugaan kuat dana hasil suap mengalir kepada Jimmy Sugiarto Sie dengan dalih untuk penyewaan rumah tinggal yang terletak The Abbey Kemang Jakarta Selatan di Blok /unit 18 B," ujar Fikri dalam keterangan kepada Gatra.com, Rabu (26/1/2022).
Pada kurun waktu tahun 2016-2017 ada bukti pembayaran dilakukan dengan Mata uang Singapore yang kemudian dikonversi ke mata uang rupiah dan dikirim /ditransfer ke Rekening Bank BCA atas nama Sdr Jimmy Sugiarto Sie dengan Nomor Rek 458-3004586.
Ahmad Fikri menyebutkan patut diduga hal tersebut adalah bagian dari tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, dari hasil uang kejahatannya.
Dalam TPPU, saat melakukan tindak pidana pencucian uang, pelaku utama atau pelaku aktif biasanya melibatkan pihak lain untuk melancarkan aksinya.
Dikarenakan tujuan utama dari tindakan tersebut adalah menyembunyikan hasil dari tindak pidana, maka pelaku utama akan melakukan beberapa upaya yang ditujukan untuk menyamarkan harta kekayaan atau mengubah bentuk dana melalui beberapa transaksi demi mempersulit pelacakan (audit trail) asal usul dana tersebut. Pihak-pihak yang menerima harta tersebut dapat digolongkan sebagai pelaku pasif.
Sebagaimana dimuat dalam UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 5 ayat 1, dengan bunyi pasal sebagai berikut:
Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Dalam konteks aturan tersebut, seseorang dapat dikatakan sebagai pelaku pasif apabila memenuhi unsur mengetahui dan patut menduga bahwa dana tersebut berasal dari hasil kejahatan atau mengetahui tentang atau maksud untuk melakukan transaksi.
"Oleh karena itu posisi Jimmy Sugiarto Sie patut diduga sebagai pelaku pasif dalam TPPU hasil suap gratifikasi kepada Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono," terang Fikri.
"Oleh sebab itu Komite Anti Korupsi Indonesia sebagai organisasi yang peduli dengan pemberantasan Korupsi meminta berharap KPK untuk memanggil Jimmy Sugiarto Sie sebagai pelaku pasif dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," imbuhnya.