Dili, Gatra.com- Negara termuda di Asia, Timor-Leste, akan memilih presiden baru dalam waktu kurang dari dua bulan. Mantan Presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta pada Minggu, 23/01, mengumumkan pencalonannya pada Pilpres mendatang. Pria berusia 72 tahun itu adalah tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Timor Timur, memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1996 bersama dengan Carlos Filipe Ximines Belo.
Pencalonan Horta diumumkan pada pertemuan Kongres Nasional Rekonstruksi Timor-Leste (CNRT), partai politik pimpinan Xanana Gusmao. "Saya menjalankan apa yang dipercayakan kepada saya oleh partai CNRT dan rakyat Timor Leste untuk maju dalam pemilihan presiden 2022-2027," kata Horta. Horta menantang presiden Francisco "Lu-Olo" Guterres yang juga dipastikan maju dan didukung oleh mantan perdana menteri Mari Alkatiri dari Front Revolusioner untuk Timor Timur Merdeka (Fretelin).
Pilpres digelar di tengah ketegangan antara presiden Lu-Olo dan Xanana Gusmaserta dengan partai CNRT-nya yang berujung pada krisis politik selama lima tahun terakhir. Konflik dimulai ketika Guterres keberatan dan menunda selama dua tahun penunjukan beberapa politisi CNRT untuk jabatan penting kabinet.
Ketidaksetujuannya membuat marah anggota parlemen CNRT yang menuntut Pengadilan Tinggi menyelidiki presiden karena melanggar konstitusi. Pengadilan menolak petisi dan tidak ada tindakan yang diambil terhadap presiden.
Konflik tersebut kemudian berdampak pada Perdana Menteri Jose Maria Vasconcelos, yang juga dikenal sebagai Taur Matan Ruak. Proposal anggaran 2020-nya ditolak oleh koalisi CNRT di parlemen. Matan Ruak mengundurkan diri, namun ditolak presiden. Perseteruan Guterres dan mantan presiden dan perdana menteri Xanana Gusmao hampir melumpuhkan pemerintah sejak Guterres terpilih pada 2017.
Namun kondisi negara yang hampir bangkrut karena 90% menggantungkan anggarannya pada minyak itu tidak menyurutkan minat para calon untuk maju. Beberapa politisi papan atas telah menyatakan niat mereka untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden yang dijadwalkan 19 Maret, termasuk Presiden Guterres, yang secara resmi menyatakan pencalonannya minggu ini.
Kandidat lainnya termasuk bekas imam Martinho Gusmao, yang mengklaim dukungan dari Partai Persatuan untuk Pembangunan dan Demokrasi (PUDD), komandan militer Jenderal Lere Anan Timur, ketua Partai Demokrat Mariano Assanami dan mantan presiden dan pemenang Hadiah Nobel Perdamaian José Ramos-Horta.
Dua perempuan juga turun gelanggang: Milena Pires, perwakilan tetap untuk PBB, dan Angela Freitas dari Partai Buruh Timor-Leste. Pengadilan harus memutuskan pencalonan mereka pada Februari.
Namun, tidak masalah siapa yang memenangkan pemilihan presiden atau siapa yang diangkat sebagai perdana menteri setelah pemilihan legislatif tahun depan karena ada masalah yang lebih serius yang membayangi.
Kebangkrutan membayangi masa depan negara Katolik mungil itu yang terlalu bergantung pada satu ekonomi berbasis sumber daya yaitu minyak. Negara itu mengabaikan industri non-minyak, seperti pertanian atau manufaktur, selain kopi. Manufaktur dan pertanian telah diabaikan meskipun 70 persen dari 1,3 juta penduduk Timor-Leste tinggal di daerah pedesaan.