.jpg)
_berkapasitas_10kW_di_SMA_Pangudi_Luhur_Jakarta__(Dok__SMA_Pangudi_Luhur_Jakarta).jpg)
_.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
_untuk_memenuhi_kebutuhan_listrik_suatu_wilayah__(GATRA-Jongki_Handianto).jpg)
Jakarta, Gatra.com– Suara gerindra mendesing siang itu. Matahari galak memanggang. Tampak dua teknisi sibuk merangkai batang-batang besi baja ringan di atas atap rumah. Super hati-hati, beberapa orang dari bawah menaikkan satu persatu benda mengkilat berbentuk mirip papan persegi panjang ke atas. Sembilan benda persegi panjang itu dipasang memanjang 9 x 2 meter. Satu persatu, dilekatkan menggunakan mur-baut di atas rangkaian baja berbentuk mirip rel kereta api sepanjang 9 meter,
Dengan jarak masing-masing 2 cm. Mereka, para teknisi dari PT Suparco Indonesia yang sedang memasang panel surya atau pembangkit tenaga listrik surya di Rumah Lansia Atmabrata, Jalan Kesatriaan Raya, Cilincing, Jakarta Utara, 30/12/21. “Dulu anak-anak membantu bangun jembatan, memberi sumbangan buat panti asuhan ..... sekarang tetap memberi sumbangan, tetapi yang berteknologi. Semoga dapat menginspirasi orang terkait listrik dengan energi baru terbarukan (EBT). Di sekolah sudah menggunakan panel surya, untuk tahap pertama 10 kW. Rencananya akan membuat laboratorium PLTS,” kata Agustinus Gigih Setijo Nuswantoro, Tim Pengembangan SMA Pangudi Luhur Jakarta, 12/01.
Kegiatan sosial bertemakan “Maestro Project: A Small Step to A Big Change” dari seluruh siswa dan keluarga besar SMA Pangudi Luhur Jakarta ini, merupakan aksi kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat.
Isu lingkungan, perubahan iklim, hingga ketersediaan energi berbasis fosil, telah mendorong manusia untuk mencari alternatif sumber energi baru tetapi juga ramah lingkungan. Permintaan energi akan terus meningkat, dan tingkat ketergantungan juga masih tinggi terhadap energi fosil yang jumlahnya relatif terbatas. Berbagai macam sumber untuk menghasilkan energi baru terbarukan seperti, panas bumi, biomasa, bahan bakar nabati, nuklir, air, angin, dan matahari.
.jpg)
(PT. Supraco Indonesia/Yongki Adi Pratama Putra)
Dikutip dari situs, ebtke.esdm.go.id, siaran pers tentang percepatan penggunaan PLTS Atap, 13 Agustus 2021, pemanfaatan energi surya di Indonesia hingga tahun 2020, baru terserap sebesar 153,4 MW dari total potensi yang lebih dari 207,8 GW. Pemasangan PLTS Atap mengalami peningkatan lebih dari 1000 persen dibanding awal tahun 2018.
Terdapat 4.000 pengguna yang memasang panel surya dari jumlah sebelumnya yang hanya 350. “Kalau hanya mengandalkan energi fosil, proyeknya sudah berkurang. Kebijakan pemerintah juga sudah berubah, dan mau tidak mau harus mengikuti kondisi. Kita mengerjakan dari skala kecil sampai besar. Uniknya, PLTS ini bisa dipasang dari yang terkecil, seperti rumah, hingga skala besar komersial, terbesarnya power plant,” kata Yongki Adi Pratama Putra, Project enginer PT Supraco Indonesia, 30/12.
Di perusahaan tempat ia berkerja, mulai masuk ke dalam bidang energi terbarukan pada 2017. Berbagai proyek PLTS dari skala kecil hingga besar pernah dikerjakan, antara lain power plant di daerah Sumba Timur berkapasitas 160 kWp dengan sistem battere off-grid, Fakultas Tehnik UI, SMA Pangudi Luhur Jakarta kapasitas 10 kW, hingga skala residensial. “Residensial cukup banyak, tidak bisa disebutkan satu-satu. Rata-rata dari kalangan menengah ke atas yang didasarkan atas pengetahuan tentang teknologi dan anggaran. Sangat luar biasa sekali, bila sebuah institusi pendidikan yang berupaya untuk mensukseskan program hemat energi, pelestarian lingkungan, dan sebagai edukasi,” ujar Yongki.
.jpg)
Menurut pengalamannya, ada beberapa alasan yang mendasari para konsumen memilih panel surya. Dari yang mengurangi tagihan listrik, alasan mencoba karena ramai di media maupun medsos, tetapi tidak sedikit yang sadar teknologi dan rasa mencintai lingkungan. “Yang terbesar itu dari residensial dan industrial. Biasanya, kalau yang di wilayah Jabodetabek sifatnya untuk mengurangi tagihan biaya listrik. Tapi kalau dilihat, mereka dari kelas menengah atas, rasanya untuk mereduksi tagihan tidak terlalu menjadi alasan karena mereka juga mampu bayar .... walaupun mengurangi tagihan menjadi nilai tambah secara ekonomi,” kata pria kelahiran tahun 1994.
Ia menambahkan, permintaan pemasangan yang bersifat bantuan sosial seperti program corporate social responsibility (CSR) juga mulai banyak, diikuti institusi pendidikan sebagai alat edukasi juga mulai menggeliat. Beragam promosi dan iklan yang bisa ditemukan ketika menelusuri dunia maya google, atau aplikasi jual-beli online. Dari yang menjual satuan bagian-bagian tertentu, hingga berupa paket penuh. Panel surya ukuran kecil 1.5 W dengan voltage 12 V berdimensi 85 mm x 115 mm diberi harga sekitar 40 ribuan.
Yang lebih mini juga ada, panel surya 1 W berdimensi 11cm x 6 cm, tebal 2 mm, voltagenya 6 V, dibanrol sekitar 12 ribuan. Tak hanya itu, lampu hias taman yang tinggal ditancapkan ke tanah tanpa ribet memasang kabel juga ada, harganya di kisaran belasan ribu rupiah. Untuk paket lengkap juga tinggal dipilih, dari yang jutaan hingga ratusan juta, tergantung dari kekuatan energi yang dihasilkan.
Rata-rata paket lengkap yang tertera di detail produk, terdiri dari panel surya, inverter, batere, kabel, monitor, switch gear, dudukan panel surya, conduit, dan jasa pemasangan. “Biasanya ikut dengan kWh yang terpasang PLN, mengikuti kebijakan. Yang kita pasang tidak boleh melebihi kWh terpasang PLN. Jadi kalau rumah mereka 2200 Watt, artinya kita boleh pasang maksimum hingga 2200. Sebagai contoh pada skala paling kecil 1300.... secara rupiah biasanya PLTS ada rate per-Watt peak... yang paling kecil itu Rp20.000 per-Watt, termasuk instal material dan segala macam atau paket lengkap. Biasanya yang residensial paling besar 30 kW. Bahasa mudahnya dalam rupiah, Rp. 20.000, x 1300 Watt, jadi nilainya dalam kisaran 24 hingga 26 juta,” ungkap Yongki.
Menurutnya, rate per-Watt peak semakin besar semakin murah. Selain nilai ekonomi dan lingkungan, panel surya mempunyai daya tahan antara 20 sampai 25 tahun, sedangkan komponen lainnya dapat bertahan hingga 3 – 5 tahun. Terdapat beberapa tipe utama panel surya, antara lain monocrystalline, polycrystalline, thin-film, dan Passivated Emitter and Rear Cell (PERC). Sistem baterai yang biasa digunakan adalah on-grid dan off-grid.
.jpg)
(Dok. PT. Supraco Indonesia)
Proses produksi energi juga dapat dipantau dari jarak jauh menggunakan seluler atau perangkat komputer/laptop. Sistem kerjanya, informasi data yang di dapat dari inverter, akan dikirim ke server pusat dari manufactur inverternya. Dengan catatan, inverter tersebut harus terhubung dengan sinyal wifi dari router lokal di rumah atau lokasi terpasangnya PLTS tersebut. “Kebetulan mereknya buatan Cina, dikirimkan ke server pusat di Cina, dari sana akan di-upload ke cloud web mereka. Baru kita bisa memantau dari seluler,” kata alumni D-4 Energi Terbarukan Politeknik Jember.
Lima OSISKA mewakili pelajar SMA Pangudi Luhur Jakarta, bersama guru, kepala sekolah, perwakilan sponsor, dan Ketua Yayasan Atmabrata, melakukan sesi foto bersama seusai melaksanakan acara Penyerahan Dan Pemasangan PLTS Rumah Lansia Atmabrata di Cilincing, Jakarta Utara, 11/12. Sebuah aksi kepedulian sosial yang berawal ketika sekolah mengupayakan pembelajaran berbasis energi baru terbarukan kepada seluruh peserta didik pada Januari 2020. Diawali dengan literasi, diskusi, membuat proyek, dan kegiatan-kegiatan lain yang berujung bisa mewujudkan panel surya rumah lansia ini.
Pendidikan SMA Pangudi Luhur, atau lebih sering dengan sebutan SMA PL, tidak hanya mengedepankan akademik saja, tetapi juga membangun karakter siswanya. Walaupun dalam masa pandemi, tetap membuat inovasi dan kreatifitas dengan membuat aksi pengadaan PLTS. “Bagian dari pembelajaran anak-anak, serta edukasi kepada masyarakat, diharapkan dapat memberikan dampak yang positif bagi siapa saja. Apa yang dikerjakan OSIS bersama anak-anak lainnya merupakan aksi atas perubahan iklim, sesuai dengan semangat pemerintah. Pengadaan listrik saat ini, sebagian besar masih menggunakan bahan fosil.
Presiden Joko Widodo, dalam G20 juga membahas tentang energi fosil yang pada titik tertentu akan habis. Isu perubahan iklim juga telah menjadi permasalahan dunia,”kata Agustinus Mulyono, Kepala Sekolah SMA Pangudi Luhur Jakarta. Diawali dari bincang-bincang para alumni, yang kemudian melahirkan ide penggunaan panel surya di atap gedung sekolah. Dengan tujuan untuk mengedukasi peserta didik mengenai EBT dan sekaligus dapat memberikan efsiensi dalam biaya listrik. Dalam waktu tidak beberapa lama, ditandai saat acara Lustrum XI pada 12 Desember 2020, energi sebesar 10 kWp sudah dapat langsung digunakan dalam kegiatan sehari-hari.
Alumni mempunyai kelompok PL Energi yang sering mengunjungi sekolah untuk memberikan edukasi kepada para murid. Inspirasi dari alumni yang kemudian para siswa juga membentuk komunitas energi. Mereka belajar dari nara sumber yang berhubungan dengan EBT. Sejak Januari 2020, sekolah membuat pembelajaran yang bersifat kolaberasi dengan beberapa mata pelajaran yang mempunyai kompetensi dan berkaitan dengan EBT.
“Beberapa mata pelajaran yang berhubungan dengan energi, seperti geografi, fisika, kimia, biologi ....bahkan dalam ekonomi bila dilihat dari energi yang dihasilkan dapat mengurangi pengeluaran biaya listrik. Atau kewirausahaan dengan stasiun pengisian kendaraan listriknya,”ujar Mulyono. Komunitas memang tidak mewajibkan ke semua anak didik, hanya anak yang tertarik. Harapannya, ketertarikan anak terhadap EBT akan dengan sendirinya belajar dan mendalami energi itu.
Sejak Januari 2020, dengan banyaknya siswa yang minat dengan EBT, sekolah berencana untuk memasukkannya ke dalam kurikulum. “Kedepannya jika SMA PL sudah terpenuhi menjadi 100 kWp, akan ada pengembangan lagi, misalnya pengadaan batere kendaraan berbasis listrik. Batere tinggal membeli dari yang disediakan di sekolah. Cita-cita kita.....masuk ke kurikulum yang kita wajibkan,”kata Kepala Sekolah SMA PL.
.jpg)
Yayasan Atmabrata di Cilincing, Jakarta Utara. (GATRA/Jongki H)
Sejak 2010, siswa-siswa SMA Pangudi Luhur Jakarta mengikuti kegiatan live in, semacam kerja nyata atau bakti sosial di Rumah Lansia Yayasan Atmabrata. Sebuah program pendidikan yang diadakan pihak sekolah untuk mengembangkan karakter para siswanya. Dalam masa pandemi Covid-19, mereka tidak bisa melakukan kegiatan membantu warga lanjut usia yang tinggal di rumah tersebut.
Hasil dari menyatukan ide-ide, mereka para siswa, OSISKA, bersama keluarga besar SMA Pangudi Luhur Jakarta, memutuskan untuk melaksanakan aksi sosial bertema “Maestro Project: A Small Step to A Big Change” di Rumah Lansia Yayasan Atmabrata, Cilincing, Jakarta Utara. “Kalau hanya pentas seni kan udah kayak acara biasa aja. Karena sekolah sudah mempunyai panel surya, kami juga ingin mengupayakan untuk berbagi kepada orang lain. PL itu sekolah cowok semua dan unik, kami ingin membuat sesuatu yang lebih berbobot, dengan kegiatan sosial seperti ini. Kami biasanya live-in di sini, dalam masa pandemi tidak bisa melakukan kegiatan itu. Kami ganti dengan mengadakan panel surya,” kata Daniel Bondang, Ketua OSISKA SMA Pangudi Luhur Jakarta.
Kegiatan sosial melalui pemasangan PLTS atau panel surya, bertujuan untuk meringankan beban biaya pengeluaran listrik. Daniel menambahkan, mereka mengikuti collaboratif coding project (proyek kolaberasi energi terbarukan) dalam proses pembelajaran, dan juga mempunyai komunitas PL Energi Baru Terbarukan. “Alumni PL terkenal dengan solidnya, kami dibantu dan didukung oleh mereka. Ini merupakan kolaberasi OSIS bersama seluruh siswa PL, nafasnya adalah peduli akan lingkungan dan sosial,” ujar cowok gondrong kelahiran Mei 2004.
Saking uniknya, sekolah yang muridnya batangan alias cowok semua dan telah berdiri sejak 1965, memperbolehkan siswanya untuk memanjangkan rambut. Tapi tentu tidak boleh sembarangan gondrong, ada syarat-syaratnya, yaitu nilai rata-rata rapor semester minimal 85, tidak ada mata pelajaran yang di bawah kriteria ketuntasan minimal(KKM), dan tidak mendapatkan surat peringatan. Bahkan siswa yang boleh gondrong mendapat ijin tertulis dari sekolah, dengan dikeluarkannya surat keputusan.
Semacam apresiasi sekolah terhadap siswa yang mempunyai prestasi akademik. Memang tidak semua mengambil hak memanjangkan rambut, tergantung dari masing-masing siswa. Jadi, bila bertemu anak PL dengan rambut sebahu atau lebih, berarti anak tersebut berhasil mempertahankan syarat-syaratnya lebih dari satu semester.
.jpg)
Yayasan Atmabrata,Cilincing, Jakarta Utara. (GATRA/Jongki H)
Terdengar suara riang dari ruangan tengah, tampak nenek-nenek sedang asyik bercanda tawa bersama karyawan dan pengasuh Rumah Lansia Atmabrata. Mereka berkumpul dengan disinari cahaya lampu listrik yang berasal dari energi matahari, saat uji coba seusai pemasangan PLTS berkekuatan 3690 Watt. PLTS yang terdiri dari 9 panel surya, masing-masing berukuran 2 meter x 1 meter dan dapat menghasilkan 410 Watt.
“Sangat membantu lansia agar dapat hidup lebih baik, dan lebih nyaman. Beban biaya listrik akan sangat berkurang sekali. Ini program yang baik dari anak-anak Pangudi Luhur, berpihak kepada orang kecil,”kata Bruder Petrus Partono, PSS, selaku Ketua Yayasan Atmabrata.
Penghuni Atmabrata sudah mencapai lebih dari 40 orang, sehingga penggunaan listriknya cukup besar juga. Setiap bulan, yayasan harus mengeluarkan biaya listrik dan air sekitar 7 juta. Menurut Bruder Petrus, dengan bantuan ini, setidaknya bisa menghemat 30 – 40 persen dari total biaya listrik setiap bulannya. Dari hasil penghematan itu bisa dialokasikan ke hal lainnya untuk membantu proses perawatan lansia ini.
“Apalagi lansia ini tidur rame-rame satu kamar ini ... panas. Nanti setelah ada panel surya ini, kami akan pasang alat pendingin AC. Air itu yang besar sekali .....kenapa? Karena harus disedot mesin air pakai listrik dari bak penampungan ke atas, toren air. Mereka, para kakek-nenek, itu bisa mandi 4 hingga 6 kali sehari. Jadi penggunaan listrik sangat besar sekali,” ungkap Ketua Yayasan Atmabrata.
Atmabrata telah berjalan sejak 10 tahun yang lalu. Kiprahnya dalam membantu masyarakat diwujudkan dengan membuat wadah sosial, antara lain sekolah sosial, klinik sosial, balai latihan kerja untuk anak-anak. “Kami mempunyai 16 rumah Atmabrata, ini adalah salah satunya saja.....semua ada di daerah Cilincing. Rumah lansia saja ada 2, ini akan membangun yang ke 3. Tidak ada satu pun yang dikenakan biaya, gratis. Ada yang diantar RT/RW, ada yang polisi nganter, ada yang memang kita temukan, dari jalan, ada yang nemuin dari kolong bawah tol angke..... ketika mereka ditemukan dan kita ada tempat, baru mereka kita terima,”kata Bruder Petrus. Para lansia yang boleh ditampung adalah mereka yang benar-benar terbuang, tidak diurus orang, dan tidak diurus keluarga.
Atmabrata menolong lansia tanpa melihat latar belakang apapun, yang terpenting, selama mereka pantas untuk ditolong. Dua rumah lansia sudah hampir penuh, rencananya mereka akan membangun yang ketiga. “Mereka dari beragam pemeluk agama. Kalau ada yang meninggal akan mengikuti proses sesuai agama masing-masing. Yang ngurus kita semua, dengan bantuan luar.....kita yang menghubungi mereka, semua biaya dari Atmabrata,”ujar Bruder Petrus diakhir wawancara. Atmabrata merawat para lansia, dari saat masih hidup hingga ketika mereka menghembuskan nafas terkahir.
Penggunaan, penelitian dan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) terus dilakukan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Masalah lingkungan dengan perubahan iklim dan terbatasnya energi berbahan dasar fosil telah menjadi isu dunia. Beberapa negara telah melakukan pembelajaran tentang EBT dari tingkat sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Pelajar di negara Sakura telah mengikuti acara workshop atau lokakarya ke 2 mengenai EBT, khususnya PLTS sejak beberapa tahun yang lalu. Dari situs, www.jst.go.jp, (06/09/14), sebuah lokakarya sel surya untuk pelajar diadakan di Koriyama, Jepang, pada 6 September 2014. Acara tersebut diselenggarakan Japan Science Technology dan disponsori Dewan Pendidikan Kota Koriyama. Peserta lokarya terdiri dari 11 siswa sekolah dasar, 18 siswa sekolah menengah pertama, para guru dan beberapa orang tua. Setiap peserta mendapat edukasi di kelas maupun ikut ambil bagian dalam berbagai eksperimen.
Mereka dikenalkan dengan silikon karbida yang merupakan bahan utama sel surya. Termasuk pengenalan beberapa jenis sel surya dengan menggunakan berbagai jenis sinar untuk menghasilkan tenaga. Pada salah satu tahap, peserta merakit mobil mini bertenaga surya, hingga melakukan eksperimen uji coba dari hasil rakitannya. Tetapi karena cuaca mendung, mobil-mobil tidak dapat bergerak. Eksperimen pindah ke ruangan khusus, di mana mereka dapat menyinari mobil rakitannya. Mereka mendapat pengetahuan bahwa sudut cahaya dan juga jarak dari sumber cahaya membuat perbedaan.
Kolaborasi antara Badan Rekonstruksi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains dan Teknologi (MEXT) dan Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI), dalam melakukan kerja sama mendirikan pusat terpadu untuk penelitian energi terbarukan di Fukushima. Dalam proyek ini, Japan Science and Technology Agency (JST) mendukung kegiatan penelitian untuk meningkatkan pembentukan pusat terpadu dalam penelitian energi terbarukan.
Jauh ke eropa tengah, sebuah lokakarya dengan tema “Solar energy [r]evolution in the light of climate change” , merupakan bagian dari kegiatan pendidikan proyek GOTSolar dilaksanakan di laboratorium Instytut Chemii Fizycznej Polskiej Akademii Nauk(IChF PAN), Polandia, Desember 2017.
Dikutip dari, www.gotsolar.eu, (21/12/17), sebuah lembaga penelitian ilmiah yang mengkhususkan pelajar sekolah menengah pemegang beasiswa Polish National Children's Fund, untuk mengikuti workshop. Kegiatan lokarya dilakukan selama seminggu penuh, para pelajar itu diperkenalkan ke dunia fotovoltaik surya, dan karakteristik sistem generasi ke-3. Mereka harus mengikuti praktikum tentang sintesis bahan penyusun lapisan sel surya dan mempelajari karakterisnya. Para siswa diharapkan dapat membangun sendiri sel surya perovskit sederhana. Pada akhirnya, mereka diperkenalkan dengan proyek GOTSolar, serta arah Uni Eropa dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
_.jpg)
di Colorado, Amerika Serikat. (noaa.gov/NOAA Planet Stewards/Ben Graves)
Berawal dari masalah cuaca ekstrem yang sering merusak tanaman buah-buahan, harga minyak yang stagnan, dan penutupan dua tambang batu bara di bagian Barat Colorado, Amerika Serikat. mendorong seorang guru ilmu lingkungan, mempersiapkan masa depan murid-muridnya dengan cara yang berbeda.
Dikutip dari, www.noaa.gov, (21/11/19), dengan bantuan dana dari NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) Planet Stewards Education Project, Ben Graves, sang guru, membuat pelatihan untuk murid-muridnya dalam bidang energi surya. Sebagai informasi, NOAA atau Badan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional merupakan sebuah lembaga pemerintah yang berada dibawah Departemen Perdagangan Amerika Serikat. Negara bagian Colorado memliki daerah yang mempunyai potensi energi surya fotovoltaik (PV) paling tinggi, letaknya di kawasan Delta. Dan Ben melihat ini sebagai peluang untuk membantu warga di daerahnya dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim yang berdampak pada ekonomi masyarakat.
Murid Ben yang berjumlah 14 siswa mengikuti kursus kejuruan Pelatihan Energi Surya pada 2017-2018, mempelajari semua fase desain dan pemasangan listrik tenaga surya. Hasilnya, mereka dapat menerapkan pengetahuan itu dengan membangun panel surya di Lapangan Lab Solar PV yang baru. Mereka berhasil menjalankan setiap tahap, dari merencanakan tata letak panel surya, membuat diagram kabel, sampai dengan memasang listrik 2,4 kW, untuk memberi daya listrik ke gedung ilmu pengetahuan di sekolah.
Pada akhirnya, siswa angkatan 2017-2018 dapat membantu membuat pekerjaan dasar PLTS masa depan di sekolah, maupun di komunitas. Ben melalui Planet Stewards Education Project, dapat menekankan 1,38 ton karbondioksida dari atmosfer pada tahun 2018. Semua murid Ben lulus dari program pelatihan, dan 20 siswa sudah terdaftar untuk tahun ajaran 2018-2019. Sepuluh guru yang telah menyelesaikan program pengembangan energi akan membawa ilmu teknologi surya ke dalam kelas mereka, dan program ini terus berlanjut. Melalui kelas pelatihan tersebut, pelajar tak hanya dipersiapkan untuk menjadi teknisi industri listrik surya ketika lulus sekolah, tetapi juga dilengkapi dengan dasar keterampilan teknik, desain, dan pemecahan masalah energi masa depan.
Kepedulian dalam bidang pendidikan energi baru terbarukan juga dilakukan di tanah air. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian ESDM dan Kemendikbudristek mendorong percepatan penggunaan PLTS atap. Dikutip dari situs, ebtke.esdm.go.id, Siaran Pers nomor 274.Pers/04/SJI/2021, tanggal 13/08/21, Menteri ESDM, Arifin Tasrif, bersama Menteri Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, telah meluncurkan sebuah terobosan program baru bernama Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya (Gerilya). Sebuah Program yang ditujukan khusus kepada mahasiswa aktif jenjang sarjana (S-1) dan vokasi eksakta guna membantu mengoptimalkan penggunaaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di masyarakat. dan untuk mencapai target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) 23% di tahun 2025.
Pengenalan dan pembelajaran EBT sudah dimulai di SMA Pangudi Luhur Jakarta, sewaktu siswa kelas 3 membuat laporan tulisan sebagai tugas akhir pada 2019. Sebuah ide yang lahir dari banyaknya telpon seluler yang sering parkir untuk mengisi ulang di dalam kelas. Kemudian berlanjut ke dalam diskusi antar murid bersama guru di dalam kelas. Membahas cara mendapatkan listrik untuk isi ulang HP bukan dari PLN, tapi dari gerak badan. Ide mereka dituangkan dengan membuat prototype sepeda yang menggunakan dynamo dalam sebuah sketsa. Selain itu, ada juga siswa yang membuat diorama tentang pertumbuhan energi dari mulai jaman batu hingga modern.
_berkapasitas_10kW_di_SMA_Pangudi_Luhur_Jakarta__(Dok__SMA_Pangudi_Luhur_Jakarta).jpg)
Siswa terlibat langsung dalam program pembangkit listrik tenaga surya di SMA Pangudi Luhur Jakarta.
(Dok. SMA Pangudi Luhur Jakarta)
Seiring waktu berjalan, pemikiran penghematan biaya listrik bulanan untuk dialihkan pengembangan lainnya pun muncul, jawabannya adalah PLTS. “Stimulusnya dari alumni dengan energi listrik yang akan sangat menjadi dominan pada masa depan, seperti mobil listrik dan seterusnya. Maka kemudian lahirlah PLTS yang di atap SMA PL, para siswa dilibatkan supaya tahu. Biaya listrik juga tidak murah, akan selalu naik. Kita tidak tahu kedepannya seperti apa, yang jelas masalah energi baru terbarukan ini wajib dipikirkan dari sekarang,” kata Agustinus Gigih Setijo Nuswantoro.
Badai pandemi Covid-19 melanda dunia termasuk Indonesia, semua pelajar harus sekolah dengan sistem pembelajaran jarak jauh. Dalam diskusi kelompok kurikulum SMA PL merasa perlu adanya kegiatan berbeda dalam belajar. “Maka tahun ajaran kemarin, tema pembelajarannya menjadi Energi Baru Terbarukan, mulai 2020 – 2021 ..... nyambung terus 2021 - 2022. Proyek ini disebut proyek kolaberasi mata pelajaran. Jadi KD-KD mapel, melihat dan menganalisa, lalu yang sama dijadikan satu proyek bersama. Output atau puncaknya adalah proyek berbagi PLTS Rumah Lansia Amtabrata,” ujar Gigih.
Menurutnya, untuk menghadapi tantangan ke depan, tidak ada salahnya bila sekolah mengajak pelajar untuk berpikir tentang EBT, memasukannya ke kurikulum, pembelajaran, maupun dalam aktivitas esktrakurikuler. Rencananya, pembelajaran EBT diberikan untuk siswa jurusan IPA maupun IPS. Untuk pengetahuan bidang teknik panel surya ditujukan kepada murid IPA, sedangkan jurusan IPS mempelajari dari segi ilmu ekonomi, seperti mencari titik balik modal, hingga keuntungan.
.jpg)
Sebagai awal mula untuk mempermudah siswa dalam mengenal dan mempelajari PLTS, Gigih membuat sendiri sebuah panel surya mini 50 Wp. Dilengkapi dengan aki mobil, hasil listriknya dialirkan ke pompa air untuk menyirami tanaman hidroponik yang berada dibawahnya. Mirip dengan Ben Grave, ajakannya berhasil membuat beberapa murid minta ijin untuk membongkar dan merakit kembali PLTS mini itu. Rencana untuk semester depan, sekolah akan membangun laboratorium PLTS dengan menggunakan 4 panel surya di belakang sekolah.
Bangunan green house akan dirubah menjadi versi panel surya. Ada dua pilihan model, rumah yang dilengkapi alat rumah tangga dan model rumah pertanian hidroponik, semua energi hanya dari panel surya. “Untuk lebih memperdalam, atau minimal tahu, inovasi dan proses tentang panel surya. Supaya bisa disentuh, dilihat, dan anak-anak tertarik..... kepedulian anak terhadap energi terbarukan lebih nyata,”ungkap pria kelahiran 23 Agustus 1967. Ada rencana pembuatan karya tulis akan menjadi wajib bagi peserta didik, termasuk proyek-proyek kecil dengan tema EBT. Pihak sekolah akan duduk bersama, membahas dan mendesain kurikulum tahun ajaran baru.
Kekompakan para siswa bersama keluarga besar SMA PL, terlihat dalam kampanye mereka tentang rencana untuk menghadirkan panel surya tahap berikutnya, hingga total daya menjadi 110 kWp. “Siapa tahu ke depan, PL akan membuka stasiun pengisian kendaraan listrik, dengan energi listriknya dari panel surya. Dan atap sekolah ini penuh dengan panel surya, energi yang dihasilkan bisa disewakan untuk mereka yang ingin mengisi ulang kendaraan di PL,” harapan Gigih menutup wawancara.
Energi listrik sebagai energi baru terbarukan menjadi solusi dalam mengatasi masalah lingkungan perubahan iklim maupun persediaan energi berbasis fosil. Namun di balik teknologi energi listrik yang menjanjikan, ada pekerjaan rumah yang menunggu, yaitu limbah baterai bekas. Tak hanya untuk menghadirkan energi baru terbarukan, semoga para generasi penerus juga dapat menemukan solusi mengatasi limbahnya, agar tidak kembali menjadi acaman bagi lingkungan.
Foto dan Teks: Jongki Handianto