Jakarta, Gatra.com - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDIP, Dede Indra Permana, menginginkan agar TNI segera menyatakan bahwa dugaan pelanggaran hukum dan HAM di Papua dan Papua Barat sudah selesai.
“Untuk dugaan pelanggaran hukum atau HAM [di Papua], harus ada terobosan TNI, Kemhan, Menkopolhukam, saling bekerja sama untuk men-declare bahwa dugaan pelanggaran TNI sudah selesai,” kata Dede dalam agenda rapat kerja antara Komisi I DPR RI dengan TNI pada Senin, (24/1/2022).
“[Hal itu harus] disampaikan supaya tidak memojokkan TNI, sehingga di mata masyarakat Indonesia dan internasional, TNI tidak ada pelanggaran hukum dan HAM,” imbuh Dede.
Hingga hari ini, konflik bersenjata di Papua tak kunjung mereda. Baik aparat TNI/Polri dan pihak pemberontak Papua, bahkan warga sipil, kerap menjadi korbannya. Pendekatan keamanan yang dijalankan oleh aparat negara pun sering kali dikritik oleh banyak aktivis dan lembaga HAM.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI lainnya dari Fraksi PKS, Sukamta, mengatakan bahwa pertempuran bersenjata bukanlah satu cara untuk memenangkan hati dan pikiran rakyat Papua.
“Saya mengapresiasi yang disampaikan oleh Panglima bahwa persoalan terbesar kita di Papua ini kan bukan hanya memenangkan pertempuran, tetapi yang paling penting adalah memenangkan hati dan pikiran rakyat Papua. Menang pertempuran belum tentu memenangkan hati dan pikiran Papua,” kata Sukamta di kesempatan yang sama.
Sukamta berkaca kepada Afghanistan di mana kekuatan militer Amerika Serikat harus angkat kaki setelah menginvasi negara tersebut selama kurang lebih 20 tahun. Padahal, katanya, dari segi pertempuran tentara AS bisa dikatakan unggul.
Sukamta tak ingin apa yang terjadi di Afghanistan terjadi di Papua. Oleh karena itu, ia menyarankan agar pola pendekatan dari aparat TNI/Polri terhadap Papua diubah dari pendekatan keamanan menjadi pendekatan untuk memenangkan hati dan pikiran rakyat Papua.
“Nah, saya kira ini model pendekatan yang baru kita dengar bahwa TNI akan memperlakukan ini. Boleh jadi memang mereka ini bukan pemberontak. Boleh jadi mereka ini terpaksa, atau ada kepentingan politik tertentu saja, mengangkat senjata,” ujar Sukamta.