Jakarta, Gatra.com- Direktur Sekolah Dasar, Ditjen PAUD, Dikdas dan Dikmen Kemendikbud, Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd mengatakan, dampak pembelajaran jarak jauh berkepanjangan menyebabkan capaian pembelajaran menurun. Juga penurunan kualitas karakter anak, penurunan kedisiplinan, dan meningkatnya stress pada anak dan angka putus sekolah.
"Seluruh pemerintah daerah diharapkan memberikan alternatif mendorong fasilitas dan layanan pembelajaran agar menumbuhkan kembali rasa semangat anak-anak," katanya dalam webinar Ruang Keluarga SoKlin Antisep yang bertajuk “PTM di Tengah Kasus Omicron yang Beranjak Naik, Bagaimana Orang Tua Menyikapinya?” keterangan tertulisnya, Sabtu (22/1).
Kemendikbud sendiri akan menerapkan kurikulum khusus (prototype) dimana kurikulum ini lebih sederhana dan esensial daripada kurikulum K13. Kurikulum ini akan diberikan wajib kepada 2.500 sekolah penggerak dari PAUD, SD, SMP, SMA dan SLB yang terpilih dari 115 kota dan kabupaten mulai tahun ajaran baru 2022/2023 mendatang.
"Ini supaya adalah upaya agar tidak terjadi demotivasi belajar pada anak-anak sekolah, karena memperoleh pendidikan adalah HAK setiap anak," kaya Sri Wahyuningsih. Ia menegaskan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan hak perlindungan kepada peserta didik, agar mereka sehat dan selamat.
“Prioritas sehat dan selamat untuk para peserta didik PTM Terbatas 100%, ingat terbatas ya, apalagi di sekolah yang berada pada zona level 3, itu masih harus bergiliran masuk sekolah atau blended learning,” tegas Sri Wahyuningsih.
Secara nasional, terdapat sekitar 285 kabupaten kota yang berada di level 1, sehingga dapat menjalankan PTM terbatas 100% ini guna menghindari learning loss. Pelaksanaan PTM pun disesuaikan dengan level kasus infeksi Covid-19 per daerah. Sejatinya, pemerintah menyadari akan pentingnya kesehatan, namun pendidikan juga merupakan hal yang penting.
“Pendidikan kalau sudah ketinggalan, mengejarnya susah, tidak main-main. Secara nasional kualitas pendidikan kita sudah tertinggal, bahkan masih ada anak-anak yang belum bisa membaca, ditambah dengan pandemi lagi. PTM adalah jawaban untuk mengejar ketertinggalan, tapi tetap prokes, prokes, dan prokes,” imbuhnya.
Dalam pelaksanaannya, Sri menjelaskan bahwa tenaga pengajar tentunya sudah divaksin secara lengkap sembari peserta didik yang secara bertahap sedang dilengkapi vaksinasinya. PTM pun dilakukan dengan disiplin prokes yang ketat, mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan proses pembelajaran harus dikawal dengan baik.
Proses PTM yang aman pun dapat tercipta dengan peran keluarga selain penerapan prokes yang baik di sekolah dan juga vaksinasi. “Vaksinasi dan prokes saja tidak cukup, perlu adanya perubahan perilaku yang baik pula. Orang tua harus dapat mengedukasi anak-anak bahwa kita harus menjadi masyarakat yang siap menghadapi tantangan, seperti pandemi ini. Kita harus bisa saling menguatkan dan saling mengingatkan,” ujar Sri Wahyuningsih.
Sri juga menyampaikan bahwa PTM Terbatas ini bersifat adaptif, sehingga pemerintah akan mengikuti perkembangan kasus virus Corona. Sri menegaskan bahwa tidak boleh ada diskriminasi terhadap anak-anak yang menjalankan PTM dan PJJ. “Jika PJJ, tentunya kita membutuhkan porsi peranan orang tua yang lebih besar ya,” terangnya.