Karanganyar, Gatra.com - Progres vaksinasi Covid-19 di Kabupaten Karanganyar tak seluruhnya mulus. Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) menyebut angkanya sempat terhenti selama sebulan di kisaran 80 persen. Setelah disisir, ternyata banyak problem muncul seperti penolakan, warga sulit mengakses layanan vaksinasi, kesibukan hingga hoaks.
Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) DKK Karanganyar Warsito menyebutkan capaian vaksinasi Covid-19 sempat stagnan di 80 persen pada September 2021. Kenaikannya per hari sangat tak signifikan. Warsito menyebut angka kenaikannya tak sampai setengah persen per hari. Padahal sejak dilaunching 25 Januari 2021, capaian vaksinasi primer ini progresif.
“Kita langsung adakan evaluasi. Bidan puskesmas diinstruksi home visit dan cari kantung-kantung lingkungan yang belum vaksin. Setelah ditelusuri, ditemukan empat penyebab. Pertama, takut divaksin karena trauma dan sebagainya. Kedua, faktor keyakinan. Ada yang beranggapan cara pemprosesannya tidak sehat, haram. Kemudian sulit mengakses layanan kesehatan karena sibuk dan tak ada yang mengantar. Terakhir, serangan hoaks,” katanya.
Dalam home visitnya, bidan didampingi perangkat desa dan babinsa-baninkamtibmas mengedukasi ke warga. Menjelaskan bahwa vaksinasi memberi kekebalan seseorang terhadap virus. Pemrosesan vaksin juga halal yang dibuktikan rekomendasi MUI. Jika seseorang sibuk atau tidak berkesempatan vaksin, maka akan diagendakan di waktu longgarnya. Warsito meminta masyarakat mencari informasi terpercaya ke puskesmas atau dinas kesehatan alih-alih menelan mentah-mentah hoaks.
“Setelah itu, capaian meningkat lagi sampai sekarang hampir 100 persen untuk vaksin primernya,” katanya.
Hingga Rabu (19/1) capaian vaksin primer dosis I 96,49 persen atau setara 707.607 jiwa sedangkan dosis II 79,71 persen atau setara 584.575 jiwa. Total sasaran 733.359 jiwa.
Sementara itu Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Karanganyar Nurini Retno Hartati tak memungkiri adanya penolakan vaksinasi Covid-19 bagi peserta didik usia 6-11 tahun. Orangtua siswa tersebut tidak mengizinkan buah hatinya divaksin.
“Jumlahnya sedikit sekali. Yang mendukung vaksinasi lebih banyak, 99,9 persen,” katanya.
Ia menyebut vaksinasi bagi mereka menjadi penentu sekolah menyelenggarakan pendidikan tatap muka (PTM) penuh. Apabila ada siswa belum vaksin, terpaksa pembelajarannya berlangsung di rumah alias dengan metode daring.
“Laporan dari pengawas sekolah belum selesai. Setahu saya hanya 10-an anak yang tidak diperbolehkan orangtuanya mengikuti vaksinasi,” katanya.