Home Teknologi BRIN: Beradu Nasib Pasca Peleburan

BRIN: Beradu Nasib Pasca Peleburan

Jakarta, Gatra.com - Puluhan mantan pegawai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyambangi Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu, 5 Januari 2022. Mereka mengadukan tentang kejelasan status kepegawaiannyasetelah BPPT resmi dilebur ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). 

Rudi Jaya, salah seorang perekayasa yang telah bekerja selama 16 tahun di BPPT dengan status pegawai pemerintah non-pegawai negeri (PPNPN), biasa mendapatkan perpanjangan kontrak kerja saban tahun. Namun setelah BPPT melebur ke BRIN, kontraknya dihentikan pada akhir Desember lalu. Nahasnya, pemutusan kontrak tak disertai dengan uang pesangon.

"Kami hanya menuntut belas kasihan dari para pimpinan kita karena dalam masa seperti ini tanggung jawab kami sebagai tulang punggung keluarga kan berat sekali,” ujar Rudi kepada awak media di Gedung Komnas HAM, Jakarta. Nasib para mantan pegawai BPPT juga menuai sorotan di media sosial.

Sebelumnya, sosiolog Thamrin Tomagola mengunggah video di akun Twitter-nya, yang merekam suasana haru pemberhentian awak Kapal Baruna Jaya—kapal pemetaan/penyelidik milik BPPT. “Ini awak Kapal Penelitian Ilmiah Baruna yang di-PHK tanpa pesangon oleh BRIN,” cuit Thamrin di akun Twitter-nya @tamrintomagola pada 1 Januari 2022. Video tersebut viral ditonton lebih dari 187.000 viewer, 2.000 retweet, dan disukai lebih dari 3.000 orang.

Tak hanya pegawai BPPT, tim Waspada Covid-19 dari Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman (WASCOVE) juga mengumumkan perpisahan pada awal 2022. Terhitung 1 Januari 2022, kegiatan deteksi Covid-19 di Eijkman diambil alih oleh Kedeputian Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN.

Langkah peleburan Eijkman itu disoroti oleh Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Zubairi Djoerban. Ia berpesan agar nakhoda baru BRIN mampu mempertahankan kinerja Eijkman yang sudah reputatif dan mendunia. “Prihatin dan cemas melihat kondisi Eijkman dan orang di dalamnya saat ini. Eijkman adalah sejarah. Warisan ilmiah,” tulis Zubairi di akun Twitternya, @ProfesorZubairi, yang diunggah pada 2 Januari lalu.

Diketahui, sejak tahun lalu, BRIN mengambil langkah peleburan lembaga riset milik pemerintah. Beberapa yang terdampak di antaranya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), yang terbaru Eijkman. Keputusan itu didasarkan kepada pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN.

Bersamaan dengan itu, muncul keluhan dari pegawai honorer atau pegawai non-PNS dari lembaga peneliti karena terancam diberhentikan. Mereka terdiri dari petugas keamanan, tukang kebun, petugas kebersihan, pegawai administrasi, anak buah kapal, analis kebijakan, staf laboratorium, dan pegawai sejenis lainnya.

Di Eijkman misalnya, hampir 70% anggota staf LBM Eijkman berstatus pegawai honorer. Dengan jumlah anggota staf 155 orang, 42 orang di antaranya ASN dan 113 honorer. Dari 42 ASN di Eijkman, 24 orang merupakan peneliti. Sesuai ketentuan di BRIN, semua tenaga honorer tak bisa lagi bekerja di pemerintah. Peleburan tersebut akan diikuti oleh 38 lembaga lainnya yang berpotensi hilangnya peneliti non-PNS sekitar 1.500-1.600 orang.

Atas keputusan tersebut, bermunculan aksi solidaritas mendukung nasib pegawai Eijkman dan BPPT di media sosial. Baru-baru ini di lini Instagram, Telegram, Twitter, dan WhatsApp Grup muncul tagar #save_karyawan Eijkman dan Barunajaya.

Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, menyebut peleburan LBM Eijkman justru memperkuat lembaga riset tersebut. Eijkman, yang sebelumnya hanya unit ad hoc di Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), kini menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) di BRIN. Melalui integrasi tersebut, kata Handoko, peneliti non-ASN di LBM Eijkman bisa diangkat melalui berbagai skema. “Kepada mereka non-PNS (pegawai negeri sipil) dan sudah S3 dan usianya maksimal 45 tahun dapat mengikuti mekanisme penerimaan CPNS. Jalur ini sudah dilakukan beberapa orang,” kata Handoko ketika diwawancara Gatra pada 13 Januari lalu.

Tentang isu pemecatan sejumlah pegawai honorer, Handoko mengatakan bahwa selama ini tenaga honorer tersebut direkrut oleh lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) yang sekarang terintegrasi dengan BRIN. “Banyak peneliti yang statusnya honorer di LBM Eijkman, di mana mereka maksimal mendapat kontrak satu tahun dan tidak punya kepastian hukum,” ujarnya.

Ia menjelaskan tidak ada pemecatan terhadap sejumlah tenaga honorer. Namun, diakuinya kontrak pegawai tersebut berakhir pada Desember 2021. Handoko beralasan, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017, PP Nomor 17 Tahun 2020 dan PP Nomor 49 Tahun 2018 sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil  Negara (ASN), lembaga pemerintah tidak diperbolehkan merekrut personel sebagai individu, selain skema PNS dan PPPK dengan batas hingga 2023.

Handoko memandang wajar bila muncul kekagetan, bahkan kritik terkait integrasi lembaga riset ke BRIN. “Integrasi ini memang suatu transformasi yang sangat besar. Jadi, kalau ada riak-riak itu wajar saja. Karena hal seperti ini kan belum pernah terjadi di negara ini, ada integrasi dari 39 entitas,” ucapnya.

Selain melebur LPNK, pihaknya juga akan menyegerakan integrasi litbangjirap (penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan) kementerian ke BRIN. Termasuk integrasi enam badan litbang kementerian yang sebelumnya wait and see. Di antaranya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Perindustrian.  “Dari enam kementerian yang sekarang sedang proses, itu sebenarnya bukan karena mereka “malu-malu kucing”, tapi lebih pada peralihan aset yang besar,” kata Handoko. 

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Tjahjo Kumolo, meneken surat edaran (SE) bernomor B/601/M.SM.02.03/2021 pada 7 Desember 2021. Surat tersebut berisi pedoman pengalihan PNS peneliti di kementerian/lembaga ke BRIN.

Dalam surat itu ditegaskan tiga hal. Pertama, batas waktu pengalihan PNS dari peneliti, perekayasa, dan teknisi litkayasa ke BRIN adalah 31 Januari 2022. Setelah tanggal tersebut, peneliti tidak dapat lagi beralih ke BRIN kecuali lewat mekanisme perpindahan jabatan fungsional dan mekanisme mutasi.

Kedua, peneliti yang tidak beralih ke BRIN tetap menduduki jabatan fungsional di litbangjirap dan mendapatkan penghasilan sampai 24 Agustus 2022. Ketiga, penilaian kinerja peneliti yang tidak beralih ke BRIN tidak dapat dilakukan dan angka kreditnya tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan karier.

Menpan RB Tjahjo Kumolo menyatakan, keputusan pemerintah meniadakan tenaga honorer di instansi pemerintah sudah merujuk kepada ketentuan berlaku. “Sesuai UU ASN, paling lambat 2023 status pegawai pada instansi pemerintah hanya ada dua pilihan, yaitu PNS atau PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja),” ujar Tjahjo dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, 14 Januari 2022.

Di kesempatan terpisah, pelaksana tugas (Plt.) Kepala Badan Kepegawaian Negara, Bima Haria Wibisana, menyatakan bahwa pemerintah sudah menyiapkan sejumlah opsi penyelesaian terhadap status kepegawaian peneliti yang pindah ke BRIN. “Tahap pertama BKN telah melakukan pengalihan status empat instansi ke BRI sebanyak 11.418PNS, terhitung 1 Oktober 2021,” ujar Bima dalam keterangan tertulis yang diterima Gatra pada Rabu lalu.

Tahap kedua, BKN melakukan pengalihan untuk jabatan peneliti ke dalam dua batch. Batch pertama, sudah dilakukan pengalihan terhadap 1.201 PNS terhitung 1 Januari 2022. Sedangkan batch kedua sedang dalam proses pengalihan terhadap 1.271 PNS. Bima mengonfirmasi bahwa peralihan status kepegawaian peneliti ke BRIN dilakukan selambatnya pada 24 Agustus 2022.

“Sesuai dengan Pasal 71 ayat (1), Perpres 78 tahun 2021 dinyatakan bahwa pendanaan, pegawai, perlengkapan, aset, dan dokumen serta pengalihan objek lain yang dimiliki oleh lembaga atau badan dialihkan ke BRIN dalam jangka waktu paling lama setahun sejak ditetapkan,” jelasnya.

BKN menurutnya tidak menjatuhkan sanksi bagi peneliti yang menolak bergabung ke BRIN. “Tidak ada sanksi tetapi yang bersangkutan tidak lagi menjabat sebagai peneliti. Sebab instansi di luar BRIN tidak ada tugas dan fungsi pengkajian dan penelitian, sehingga mereka harus dialihkan ke jabatan lain,” katanya.

***

Rasa kecewa tak bisa dibendung mantan Kepala LBM Eijkman, Amin Soebandrio, saat melihat lembaga yang dipimpinnya melebur ke BRIN. Perjalanan LBM Eijkman sangat panjang, lembaga yang didirikan oleh Pemerintah Belanda pada 1888 itu sempat ditutup pada 1960-an. Aktivitas di Eijkman dihidupkan kembali oleh B.J. Habibie pada 1992. Sejak dipercaya menjadi pimpinan Eijkman pada 2014, Amin mengaku melakukan pembenahan terutama dari sisi budaya kerja di lingkungan Eijkman.

"Saat itu, publikasi baru sekitar 30 publikasi per tahun. Dan itu dihasilkan hanya sekitar 27 peneliti senior, yang tidak semuanya S3,” ujar Amin dalam diskusi virtual “Persoalan Tata Kelola BRIN dan Masa Depan Birokratisasi Penelitian” pada 7 Januari 2022. 

"Sesuai Pasal 71 ayat (1) Perpres Nomor 78 Tahun 2021, pendanaan, pegawai, perlengkapan, aset, dan dokumen serta pengalihan objek lain yang dimiliki oleh lembaga atau badan dialihkan ke BRIN dalam jangka waktu paling lama setahun sejak ditetapkan"

Bima Haria Wibisana, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kepegawaian Negara

Menurutnya, peneliti juga diasah dengan bakat. Tidak semata embel-embel akademik. Ia menyayangkan, bila peleburan Eijkman ke BRIN “menggantung” status para peneliti. “Kalau mereka diputus (PHK) terus lepas, sayang sekali. Tentu yang akan menuai banyak, tapi buat Eijkman yang sudah dikembangkan susah payah 30 tahun ini sudah pasti merupakan kemunduran,” ia menekankan.

Laksana Tri Handoko mengklarifikasi tentang kewajiban S3 bagi peneliti. BRIN, menurutnya, juga membuka peluang bagi peneliti non S3 untuk mengembangkan karier lewat jalur ASN. “Yang harus S3 itu kan hanya periset permanen. Selain itu, kita sudah punya skema yang namanya riset asistensi. Kalau riset asistensi ini [tamatan] S1, S2 bisa,” ujarnya.

Kebijakan menggenjot peneliti lulusan S3 merujuk kepada Perpres Nomor 38 Tahun 2018. Di mana pada 2045, ditargetkan rasio kandidat SDM Iptek (perbandingan mahasiswa program magister dan mahasiswa program doktor terhadap mahasiswa program sarjana) menjadi 100%. Selain itu, target produktivitas SDM Iptek pada 2045 sebanyak 22 publikasi ilmiah internasional bereputasi setiap 100 SDM Iptek.

***

Dampak integrasi peneliti di kementerian/lembaga ke BRIN dirasakan oleh Prof. (Riset) Bahagiawati. Wanita yang sudah 30 tahun berkecimpung di dunia riset bidang pertanian itu menangkap kegelisahan yang dialami koleganya. “Sebetulnya kalau kami peneliti, mau bekerja di mana saja tidak jadi masalah. Yang jadi masalah ini tergesa-gesanya [proses integrasi],” ucap Wati, begitu ia biasa disapa kepada Gatra.

Sebagai peneliti utama di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Kementerian Pertanian, Wati menyebut keberadaan Balitbang masih sangat diperlukan dalam mendukung program kementerian.

Target SDM Iptek Nasional (GATRA)

Saat ini, terdapat 7.812 pegawai yang bertugas di Balitbang Pertanian di seluruh Indonesia. Tercatat sebanyak 2.553 orang merupakan tenaga fungsional yang terdiri dari peneliti dan perekayasa, sedangkan karyawan honorer sebanyak 3.500 orang. “Kami [peneliti] di Kementan ini kan banyak banget. Dan sudah ada 1.200 orang yang menyatakan diri ke BRIN karena berbagai kondisi. Ada yang memang senang, ada yang memang terpaksa,” katanya.

Wati menyebut, pertanian adalah kegiatan yang lekat lahan sehingga, peneliti pertanian dibutuhkan dalam jumlah besar sesuai kondisi Indonesia sebagai negara agraris. Kegiatan peneliti pertanian lebih banyak berbasis praktik, baik di lahan maupun laboratorium.

“Kalau kita menolak pindah ke BRIN, kita tidak jadi peneliti lagi. Yang muda-muda passion-nya kan peneliti, disuruh jadi administratur, juga bingung. Itu kan mereka aset negara, termasuk yang honorer,” ucap wanita jebolan doktor di Department of Entomology, Purdue University, Indiana, Amerika Serikat itu.

Wati berharap, pemerintah lebih mendengarkan aspirasi peneliti. Proses integrasi, lanjut Wati, bisa berjalan tapi tidak “simsalabim”. “Yang kami harapkan itu bisa disatukan [peneliti], tapi harus step by step. Misalnya, sekarang empat (lembaga) ditambah Eijkman, itu dulu diberesin. Kemudian, baru [peneliti] di kementerian,” ucap peneliti peraih penghargaan Inovasi Pangan dan Pertanian Tingkat Nasional pada 2015 itu.

"Kalau mau melaksanakan amanat UU atau Perpres, BRIN tidak perlu meleburkan lembaga-lembaga itu.BRIN cukup menjadi lembaga koordinasi
dan pendanaan penelitian".
Satryo Soemantri Brodjonegoro, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia

Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Satryo Soemantri Brodjonegoro, menyayangkan bila ambisi pemerintah melebur lembaga riset berdampak pada kemandekan proyek penelitian. “Sehingga, kalau penelitiannya terhenti, berarti fungsi lembaga itu menjadi tidak jelas. Apalagi dengan dimasukkan ke BRIN terjadi sentralisasi birokrasi peneliti yang justru mengingkari hakikat penelitian,” kata Satryo ketika dihubungi Gatra melalui sambungan telepon pada 7 Januari 2022.

Satryo menyebut, keberadaan BRIN seharusnya menjadi lini koordinasi bagi semua litbangjirap. Koordinasi itu tidak mesti dilakukan dengan cara integrasi dan membikin “kantor bersama”. “Kalau mau melaksanakan amanat UU atau Perpres, BRIN tidak perlu meleburkan lembaga-lembaga itu. Karena dalam peraturannya hanya mengoordinasikan. Karena itu, BRIN cukup menjadi lembaga koordinasi dan pendanaan penelitian,” katanya.

Mekanisme integrasi keseluruhan lembaga riset ke satu badan menurutnya jarang terjadi. Indonesia menjadi negara yang berani menerapkan kebijakan tersebut. “Tidak ada satupun negara yang melakukan kegiatan [penelitian] atau melakukan peleburan dari semua lembaga riset yang ada menjadi satu, superbody seperti BRIN,” Satryo menerangkan.

Faktanya, Satryo melanjutkan, sangat jarang negara melebur litbangnya yang otonom di bawah kendali satu badan. Negara dengan tradisi penelitian yang kuat, seperti Jerman dan Amerika Serikat (AS), tampak independen mengelola lembaga risetnya. India dan Prancis saat ini menuju desentralisasi dengan memperkuat penelitian di level universitas.

Merger lembaga pendanaan (funding) sempat terjadi di Inggris pada 2018. Lembaga pendanaan tersebut digabungkan ke Penelitian dan Inovasi Inggris (UK Research and Innovation). Pengaturan R&D terpusat dan dikendalikan negara justru diterapkan Cina. “Negeri Tirai Bambu” ini memiliki Chinese Academy of Sciences (CAS), yang menjadi lembaga think thank nasional yang berperan mendorong teknologi dan inovasi di negara tersebut.


Andhika Dinata, Ucha Julistian Mone, Wahyu Wachid Anshory, dan Erlina Fury Santika

1751