Semarang, Gatra.com - Angka kemiskinan di Jawa Tengah masih cukup tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah mencatat, jumlah penduduk miskin di provinsi ini pada September 2021 sebanyak 3,93 juta orang (11,25%). Angka itu menurun 175,74 ribu orang (0,54%) dibanding Maret 2021 sebesar 4,11 juta jiwa (11,79%).
Anggota Komisi A DPRD Jateng Saiful Hadi mengatakan, meski berbagai upaya penurunan kemiskinan sudah dilakukan, faktanya berbagai kebijakan yang diambil Pemprov Jateng belum berdampak signifikan pada penurunan angka kemiskinan.
"Memang bisa saja beralasan hal itu terjadi karena pandemi Covid-19. Namun anggaran refocusing yang dilucurkan juga cukup besar. Bahkan di 2020, Jateng mengalokasikan hingga Rp2 triliun. Anggaran tersebut seharusnya berdampak signifikan untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan kemiskinan," kata Saiful Hadi, Rabu (19/1).
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jateng tersebut membandingkan, pada September 2018 saat Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dilantik untuk periode kedua kepemimpinan. Saat itu angka kemiskinan Jateng mencapai angka 11,19% atau 3,87 juta jiwa.
Namun setelah 3 tahun periode kedua berjalan, yaitu September 2021, angka kemiskinan Jateng menjadi 11,25% atau 3,93 juta jiwa. Menurut dia, jumlah penduduk miskin Jateng justru naik 0,06 persen dalam 3 tahun periode kedua Ganjar menjabat.
Dia pun prihatin dengan masih tingginya angka kemiskinan. Dia meminta Pemprov Jateng fokus pada sejumlah wilayah yang angka kemiskinannya tinggi. Per September 2021, angka kemiskinan di Kabupaten Kebumen (17,83 persen), Kabupaten Wonosobo (17,67 persen, Brebes (17,43 persen), Purbalingga (16,24 persen), Banjarnegara (16,23 persen), dan Pemalang (16,56 persen).
"Sebagai warga Kebumen, saya berharap agar upaya pemulihan ekonomi untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan di Kebumen ditingkatkan," bebernya.
Sebelumnya Saiful Hadi juga mengkritik cara penanganan kemiskinan ala Ganjar Pranowo yang cenderung orang per orang atau man to man marking. Cara tersebut dianggap tidak mengedepankan program dan cenderung ke pencitraan semata.
"Menurunkan angka kemiskinan tak bisa dilakukan dengan memberikan bantuan orang per orang. Penurunan kemiskinan hanya bisa dilakukan dengan intervensi program dan kebijakan anggaran. Bisa melalui pertanian, peternakan, perikanan, dan pembangunan infrastruktur yang berdaya ungkit ekonomi," tegasnya.
Jika dirata-rata dengan APBD Rp 27-28 triliun per tahun, kata Saiful, maka dalam kurun waktu hampir dua periode jabatan, Ganjar Pranowo sebagai Gubernur sudah mengelola anggaran sekitar Rp200 triliun. Anggaran tersebut menurut dia cukup untuk mengurangi angka kemiskinan lebih dari yang tercapai selama ini.