Jakarta, Gatra.com - Ratusan pengungsi Afghanistan dan etnis Hazara memenuhi area Taman Monas, Jakarta Pusat, pada Rabu, (19/1/2021), untuk menjalankan aksi damai menuntut kejelasan nasib mereka yang sudah selama lebih dari satu dekade terkatung-katung di Indonesia.
Seorang pengungsi asal Afghanistan bernama Muhammad Yasin Alimi adalah satu di antara kerumunan itu. Ia turun ke jalan untuk mengekspresikan derita parah, baik derita fisik atau mental, kepada warga Indonesia, terlebih lagi kepada Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) Indonesia.
"Kita sudah tinggal di Indonesia lebih dari sepuluh tahun sebagai pengungsi dan hidup kami di sini sangat sulit dan rumit," kata Alimi kepada Gatra.com di lokasi.
Alimi menjelaskan bahwa selama ia dan pengungsi lain tinggal di sini, mereka kesulitan mendapatkan akses pendidikan, pekerjaan, dan kebutuhan dasar. Menurutnya, hal tersebut adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM). "Bisa Anda bayangkan bagaimana kita hidup sehari-hari tanpa pekerjaan," keluh Alimi.
Lalu, bagaimana cara mereka menghidupi diri mereka sehari-hari? Alimi mengungkapkan bahwa para pengungsi memanfaatkan bantuan finansial dari Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan juga bantuan donasi dari organisasi-organiasi pembela HAM.
Alimi mengindikasikan bahwa ia berharap agar UNHCR Indonesia bisa menuntaskan ketidakjelasan nasib mereka. Ia mengatakan bahwa UNHCR saat ini belum melakukan tugasnya dengan baik.
Dalam aksi damai ini, para pengungsi berencana melakukan long march dari Taman Monas menuju kantor Amnesty International di Menteng, Jakarta Pusat. Aksi itu direncanakan dimulai pukul 09.00 WIB.
Namun, hingga pukul 11.30, para pelaku aksi damai masih tertahan di Taman Monas lantaran terdapat miskomunikasi soal izin demonstrasi dengan pihak kepolisian setempat.