Jakarta, Gatra.com - Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dinilai tidak bisa menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap terdakwa kasus Asabri Heru Hidayat. Pakar Hukum Pidana Petrus Selestinus menilai keteledoran dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam membangun konstruksi dakwaan dan tuntutan jadi penyebab.
“Jika merujuk aturan yang ada, maka terdakwa Heru Hidayat tidak bisa divonis hukuman mati. Itu jelas keteledoran JPU di dalam membangun konstruksi dawaan dan tuntutan,” ujar Petrus kepada wartawan, Sabtu malam (15/1).
Kecurigaan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) itu terhadap tuntutan hukuman mati dalam kasus Asabri seperti tampak dipolitisir dan terlalu dipaksakan. Karena hukuman mati tersebut muncul secara tiba-tiba dalam tuntutan, tanpa diuraikan dalam surat dakwaan sebagai dasar pemeriksaan dan tuntutan JPU.
“Aturan KUHAP itu jelas disebutkan ‘surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang’, kata penghubung yang dipakai adalah DAN bukan ATAU. Putusan hakim tidak boleh keluar dari substansi surat dakwaan dan fakta-fakta persidangan,” jelas Petrus.
Baca juga : Lagi-lagi Panjang Kali Lebar, Profesor Unpad Bilang Asabri ...
Baca juga : Pengacara Terdakwa Asabri Protes Terkait Hukuman Mati
Dalam surat dakwaan terhadap Heru Hidyat dalam kasus Asabri, JPU tidak memasukkan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor yang mengatur ancaman pidana mati bagi terdakwa. Penjelasan Pasal tersebut dikatakan bahwa pidana mati diberikan jika korupsi dalam kondisi tertentu, yakni bencana nasional, krisis moneter dan pengulangan tindak pidana.
“Hakim tidak boleh terpengaruh emosi publik, tekanan publik dan narasi populis demi membenarkan hukuman mati dalam memutuskan perkara tanpa mengindahkan peraturan perundang-undangan dan fakta-fakta persidangan,” pungkas Petrus.
Baca juga : Pasca Tuntut Mati Heru Hidayat, Kejagung Periksa 2 Saksi ...
Baca juga : Kejagung Dinilai Cari Sentimen Positif dengan Tuntutan ...
Sebelumnya beberapa pakar hukum juga mengkritis tuntutan terhadap Heru Hidayat oleh JPU. Salah satu diantaranya adalah Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Andi Hamzah yang mengatakan bahwa tuntutan JPU di persidangan tidak boleh melebihi surat dakwaan. Menurutnya, bahkan hakim dilarang memutuskan perkara di luar dari surat dakwaan. " Yang dituntut berdasarkan surat dakwaan, apa yang didakwakan. Putusan hakim didasarkan surat dakwaan kalau terbukti," kata Andi, Minggu (11/12/2021).