Jakarta, Gatra.com – Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti, menilai laporan Jokowi Mania (JoMan) terhadap akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun ke Polda Metro Jaya atas dugaan fitnah kepada dua putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, merupakan upaya pengalihan perhatian publik.
Mantan Aktivis '98 yang juga analis politik tersebut dalam diskusi gelaran Forum Tebet bertajuk “Dagang Kekuasaan Jalan Pintas untuk Kaya di Indonesia?“ pada akhir pekan ini, menyampaikan, pelaporan tersebut upaya pengalihan perhatian publik atas laporan Ubedilah soal dugaan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) relasi bisnis dua anak Presiden RI dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan.
“Upaya laporan [JoMan] itu bagian dari mengajak perhatian publik lari dari substansi laporan [Ubedilah Badrun di KPK]," ujarnya.
Selain itu, Ray juga menilai laporan sukarelawan Jokowi itu merupakan kezaliman pada era sekarang. Pasalnya, tidak ada data yang bisa membantah laporan Ubedilah tentang dugaan KKN relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnisnya. “Itu menjauhkan substansi dari persoalan,” tandasnya.
Ray kemudian menjelaskan laporan yang harus lebih dahulu ditangani oleh pihak penegak hukum. Menurutnya, laporan Ubedilah lebih dahulu dibuktikan hingga pengadilan. Setelah itu, laporan kepada dosen UNJ itu bisa dilayangkan jika tudingannya tidak terbukti di meja hijau.
“Kalau ini dilaporkan lebih dahulu, laporan pencemaran nama baik duluan yang diusut, itu yang saya bilang kelucuan dari proses hukum,” tandasnya.
Sementara itu, aktivis '98 lainnya, Niko Adrian, mengatakan, seharusnya semua pihak bisa menghormati proses hukum laporan yang dilayangkan Ubedilah.
“Biarlah KPK yang menerima laporan, memeriksa dahulu pokok perkara daripada apa yang dilaporkan oleh saudara Ubedilah,” katanya.
Menurut Niko, aktivis 98 yang tergabung dalam Forum Tebet akan mendukung Ubedilah memperjuangkan upaya hukum di KPK. Pihaknya akan terus menjalin silahturahmi dan konsolidasi untuk mendukung secara moral dan hal-hal yang bisa dilakukan dalam koridor hukum.
Sedangkan Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menyampaikan soal bisnis yang dilakoni Gibran dan Kaesang. Meski tidak ada larangan anak presiden untuk berbisnis, namun hal itu harus berkaca dari pemerintahan zaman Orde Baru (Orba) atau era Presiden Soeharto.
“Masalah di era Soeharto, selain persoalan ekonomi adalah korupsi yang merajalela, dan anak-anaknya yang berbisnis tidak wajar dengan cara 'dagang kekuasaan' bapaknya,“ kata dia.
Dugaan praktik dagang kekuasaan yang terjadi di era pemerintahan sekarang ini, menurut Uchok, ada simbiosis mutualisme yang sangat kentara. Misalnya, sebut Uchok, induk perusahaan HBK atau dikenal GKH yang menaungi sejumlah bisnis kuliner itu merupakan kongsi dari 3 perusahaan.
Menurutnya, salah satu perusahaan tersebut disebut-sebut milik salah satu perusahaan yang sempat terlibat dalam kasus pembakaran hutan. Hebatnya lagi, salah satu petinggi perusahaan tersebut malah ditunjuk menjadi salah satu duta besar (Dubes) luar biasa. “Hebat kan?” katanya. Terkait hal ini, Gatra,com masih berupaya mengonfirmasi pihak-pihak terkait.