Jakarta, Gatra.com- Misteri penyebab kematian anjing secara massal di Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB) akhirnya terbongkar. Berdasarkan hasil visum uji Laboratorium Forensik Universitas Airlangga ditemukan bahwa salah satu penyebab kematian anjing tersebut karena luka bacok.
Menanggapi hal itu, Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan sejatinya dirinya setuju adanya pengendalian hewan liar saat ini sedang dipraktikkan di mana-mana. Namun, dalam pengendalian tersebut harus dilakukan dengan cara manusiawi.
"Tapi caranya tetap manusiawi, dengan menimbulkan efek sakit seminimal mungkin bagi hewan. Bukan dengan cara ugal-ugalan yang kuat mengesankan sebagai pembantaian, ketidakpedulian terhadap penderitaan hewan yang sesungguhnya juga ingin hidup," kata Reza kepada wartawan di Jakarta, Selasa (11/1).
Menurutnya, kelakuan biadab para pelaku sangat kontras dengan potret dedikasi sekian banyak orang misalnya lewat situs crowdfunding. Pasalnya melalui platform itu, banyak anggota masyarakat yang berbondong-bondong mencari dan memberikan donasi untuk menyelamatkan binatang-binatang yang sakit, cacat, dianiaya, ditelantarkan, dan berbagai kondisi buruk lainnya.
"Apa lagi yang melatari kebaikan orang-orang itu kalau bukan kepedulian sebagai sesama ciptaan Tuhan. Sebagaimana yang juga saya rasakan ketika masuk ke gorong-gorong air kotor untuk menolong anak kucing rumahan yang terperosok di dalam sana," katanya.
Ia pun berharap agar pihak kepolisian mengusut kasus-kasus tersebut, yaitu terkait adanya pihak-pihak yang sudah melakukan pembunuhan sadis terhadap binatang. "Ketentuan hukum yang digunakan adalah pasal 302 KUHP," lanjutnya.
"Saya pribadi justru merasa pilu membayangkan binatang-binatang yang tak berdosa itu dibantai dengan begitu keji dan dijadikan sebagai simbol tentang kematian dalam keadaan hina-dina," ujarnya.
Sementara Ketua Animal Defenders Indonesia (ADI) Doni Herdaru Tona mengatakan sebelumnya pihaknya bersama pihak terkait mengamankan dua bangkai anjing di Mandalika. Bangkai tersebut kemudian dikirimkan ke Laboratorium Forensik Universitas Airlangga untuk mengetahui penyebab kematiannya.
"Hasil (visum) yang kami terima, sungguh mengejutkan. Ternyata salah satu bangkai anjing tersebut, mati dengan cara dihantam benda tajam pada rahang atas dan jeratan tali pada kaki depan," kata Doni.
Namun, bangkai yang satu lagi tidak bisa diketahui penyebab kematiannya, karena telah hancur. "Bangkai yang satu lagi sudah terlalu hancur dan tidak bisa ditemukan penyebab kematiannya," lanjutnya.
Sebelumnya, visum tersebut dilakukan untuk menindaklakuti pasca laporan warga terkait anjing di sekitar Sirkuit Mandalika mati secara serempak yang diduga diracun. "Dari laporan awal dan pengamatan kawan-kawan pers, ada 7 ekor. Bangkai yang bisa kami temukan di lokasi, hanya 2. Sisanya hilang dari tempat mereka terlihat sebelumnya," kata dia.
Doni pun menduga bahwa kematian anjing-anjing tersebut ada kaitannya dengan unggahan di webite Dinas Peternakan NTB yang berupaya untuk mensterilkan area Sirkuit Mandalika. "Saya menduga ada kaitan antara upaya mensterilkan area sirkuit, postingan di website Dinas Peternakan, dan matinya anjing-anjing ini," katanya.
Untuk itu, pihaknya pun menyerahkan bukti-bukti awal tersebut ke pihak kepolisian agar segera bergerak untuk memeriksa dan menyelidiki kasus tersebut. "Perlu dicatat, anjing-anjing ini tidak mati dengan seketika. Ada darah yang terhirup masuk ke kerongkongan dan bagian tubuh lainnya," kata Doni.
Manurutnya sebelum mati, anjing-anjing tersebut sangat menderita dan tidak mati dengan cara yang mudah. Ia mengatakan bahwa untuk meningkatkan roda pariwisata, tak sepatutnya sampai menumpahkan darah hewan yang menjadi sahabat masyarakat di sana yang selama ini hidup berdampingan dan saling menghormati.
Terkait kasus tersebut, pihaknya pun akan melaporkan beberapa pihak yang diduga bertanggungjawab dalam kasus tersebut ke Polda NTB sesegera mungkin. "Termasuk pernyataan dengan kata 'pemberantasan' pada website resmi Dinas Peternakan NTB," ujarnya.