Jakarta, Gatra.com - Staf Ahli Kantor Staf Presiden (KSP), Siti Ruhaini, mengindikasikan agar publik fokus pada delik-delik yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) saja tanpa harus meributkan delik lain yang tak tertuang dalam RUU tersebut.
“Aspek legalitas UU itu mencakup apa yang dijelaskan dalam UU itu dan tidak mencakup delik-delik di luarnya,” kata Ruhaini dalam konferensi pers rilis temuan survei SMRC pada Senin, (10/1/2021).
Hal tersebut diungkapkan Ruhaini untuk menanggapi adanya pembahasan yang disebut melebar dari substansi utama upaya pengesahan RUU TPKS tersebut. Salah satunya adalah soal adanya pandangan yang mengatakan bahwa Permendikbud PPKS Nomor 30 Tahun 2021 sama dengan legalisasi zina.
Ruhaini mengindikasikan bahwa publik harus bijak terkait hal itu. Ia ingin publik melihat kembali hierarki hukum yang berlaku di Indonesia. Menurutnya, hukum mengenai kekerasan seksual, seperti Permendikbud atau RUU TPKS, bukanlah satu-satunya hukum yang berlaku di Tanah Air.
Ruhaini mengingatkan bahwa hukum positif yang berlaku di Indonesia hanyalah salah satu bentuk kontrol sosial di antara yang lainnya. Menurutnya, Indonesia juga memiliki hukum dan norma agama, norma budaya, dan bentuk-bentuk kesepakatan sosial lainnya.
“Oleh sebab itu, satu UU itu pasti akan dilingkupi oleh lapisan-lapisan agama, budaya, tindakan sosial. Tidak mungkin terlepas dari itu,” kata Ruhaini.
Seperti diketahui, dalam perbincangan publik mengenai RUU TPKS dan Permendikbud, partai oposisi pemerintah, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), kerap menunjukkan keberatannya.
Sekretaris Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amalia, menegaskan sikap PKS bahwa substansi RUU TPKS dan Permendikbud PPKS mengenai persetujuan seksual (sexual consent) dinilai terlalu vulgar karena mengadopsi nilai-nilai kebebasan seksual ala Barat.
Sementara itu, dari temuan survei SMRC diketahui bahwa hanya ada sejumlah 10% responden yang menyatakan bahwa Permendikbud PPKS sama dengan legalisasi zina.
Sebaliknya, temuan survei tersebut justru menunjukkan bahwa banyak masyarakat, tepatnya sebanyak 83%, yang menilai bahwa aturan Permendikbud PPKS tersebut adalah sebuah upaya pemerintah untuk melindungi korban kekerasan seksual.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk segera berkoordinasi dan berkonsultasi dengan DPR agar ada percepatan pembahasan RUU TPKS.
“Perlindungan terhadap korban kekerasan seksual perlu menjadi perhatian kita bersama, utamanya kekerasan seksual pada perempuan,” cuit Jokowi melalui akun Twitter resminya beberapa hari lalu.
Ruhaini pun menunjukkan dukungan penuhnya terhadap sikap presiden tersebut. Ia pun menginginkan hal serupa, yaitu agar RUU TPKS segera disahkan di DPR demi melindungi korban kekerasan seksual.
“Mari kita bersama-sama untuk mendukung pengesahan seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden agar proses perlindungan terhadap korban ini menjadi lebih dikedepankan ketimbang hal-hal yang kita asumsikan,” pungkas Ruhaini.