Jakarta, Gatra.com - Dinamika Survei Indonesia (DSI) melakukan survei persepsi publik tentang opini masyarakat terhadap dua tahun kinerja pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan preferensi terhadap partai politik dan sejumlah tokoh yang berpotensi menjadi calon presiden (capres). Hasil survei ini untuk memotret persepsi masyarakat dalam memberikan pilihan pada partai politik dan tokoh.
Koordinator Survei Nasional DSI, Permadi Yuswiryanto, kepada Gatra.com Minggu (9/1), mengungkap hasil survei yang dilakukan antara lain tentang pendapat masyarakat terkait pemerintahan Jokowi-Maruf Maruf Amin terhadap persoalan ekonomi akibat dampak Covid-19.
Disebutkan Permadi, terkait akumulasi kepuasan masyarakat dalam dua tahun pemerintahan Jokowi-Maruf Amin yang mana dihadapi dengan masalah penurunan pertumbuhan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19. Dari pandangan dan jawaban responden sebanyak 83,8% merasa puas dengan kinerja pemerintah, dan sebanyak 10,5% tidak puas sedangkan 5,7% tidak memberikan jawaban.
"Setelah dua tahun pandemi Covid mempengaruhi kehidupan masyarakat, dari hasil survei didapati bahwa masyarakat memberikan respons positif terhadap kondisi ekonomi Indonesia di tahun 2022. Masyarakat di Indonesia memiliki optimisme tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan," ujar Permadi.
Dari hasil survei yang telah dilakukan, 76,7% responden memberikan respons positif terhadap kondisi ekonomi masa depan. Sementara itu, 16,6% responden memberikan respons yang pesimis terhadap kondisi ekonomi di Indonesia. Sisanya, sebanyak 6,7% dari total jumlah responden memilih netral.
Terkait dinamika politik nasional, lanjut Permadi, survei yang dihasilkan yaitu dalam pertanyaan tertutup Sosok Presiden yang diinginkan masyarakat penerima tongkat estafet Presiden Joko Widodo didapati hasil jawaban responden mengungkapkan 91,8% menginginkan sosok presiden yang bekerja dan terbukti kerjanya memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat. Kemudian 76,7 % responden menginginkan sosok yang berpengalaman di birokrasi pemerintahan serta memiliki dukungan parpol yang kuat di parlemen kemudian 62,8 % responden menginginkan kriteria pemimpin yang merakyat.
"Hasil temuan ini menunjukan trend yang mulai bergeser dari sosok presiden yang merakyat sebelumnya ke sosok presiden yang program-program kerjanya bisa memberikan benefit dan peningkatan kesejahteraan pada masyarakat," papar Permadi.
Menurutnya, dari responden yang disurvei ditemukan preferensi yang lebih kuat terhadap capres dengan latar belakang sipil, bukan militer. Sebanyak 53,2% responden mengaku tidak setuju atau sangat tidak setuju dengan pernyataan Presiden sebaiknya memiliki latar belakang militer/polri. Sedangkan yang setuju sebanyak 29,7 % presiden sebaiknya memiliki latar belakang militer, sedangkan yang tidak menjawab/tidak masalah dengan latar belakang sipil atau militer polri sebanyak 17,1%.
"Temuan ini tidak terlalu mengejutkan karena pemilih di dua pilpres memang cenderung melihat capres yang kuat bukan hanya mereka yang pernah berkarir di sektor militer. Capres sipil justru memiliki peluang yang lebih besar untuk menang di alam demokrasi Indonesia saat ini, berkaca dari kesuksesan Joko Widodo di 2014 dan 2019 saat mengalahkan pesaingnya yang memiliki pengalaman di militer, Prabowo Subianto," tambah Permadi.
Dikatakan, dalam hasil survei itu, Airlangga Hartarto mendapat elektabilitas tertinggi dan dianggap sebagai representasi sosok presiden yang diinginkan masyarakat dengan perolehan 21,2 %. Sementara Prabowo berada diurutan dua dengan perolehan angka 16,2 %. diurutan ketiga Ganjar Pranowo dengan perolehan 9,6 %, Jenderal Dudung Abdurachman (5,1%), Anies Baswedan (4,3%). Puan Maharani (3,6%).
Sementara lainnya hanya meraih elektabilitas masing-masing, Muldoko (3,3 %), mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo (3,1 %), Tito Karnavian (2,7 %), Khofifah Indarparawansa (2,7 %), Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (2,6 %) dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (1,3 %), Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (1,1%), mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD (1,1%), dan Ridwan Kamil (0,7%). Sedangkan responden yang menjawab tidak tahu atau belum menentukan pilihan (undecided) sebanyak 21,4 %
Untuk pilihan masyarakat terhadap partai politik, menurut Permadi, cenderung memperlihatkan kemapanan preferensi mereka. Dua tahun terakhir, pilihan masyarakat terhadap partai tidak begitu beranjak jauh dengan hasil Pemilu 2019. Meskipun demikian, dinamika tingkat keterpilihan parpol tetap terbuka selama tiga tahun ke depan, hingga jelang Pemilu 2024 terekam dari hasil survei partai-partai politik yang saat ini memiliki kursi di DPR RI hanya 8 partai politik berpeluang lolos ambang batas parlemen 4% sebagai salah satu syarat untuk bertahan di lembaga legislatif nasional tersebut. Sedangkan partai-partai debutan baru tidak ada yang lolos melewati ambang batas.
Hal ini terpotret dari pilihan responden dalam survei, ketika diminta untuk memilih parpol jika pemilu digelar saat survei dilakukan, dimana PDI Perjuangan masih menempati urutan pertama dengan tingkat elektabilitas 13,9 % walau hasil menunjukan penurunan dibandingkan hasil pemilu 2019, diurutan kedua ditempati Partai Golkar dengan tingkat keterpilihan 13,6 %, Partai Gerindra 13,3 %, PKS 6,7 %, PKB 6,2 %, Partai Nasdem 5,7 %, Partai Demokrat 5,2 %, PAN 4,2 %
Adapun partai-partai yang tidak berpeluang lolos ambang batas atau dibawah 4% dalam survei ini masing memiliki tingkat elektabilitas yaitu PPP 2,1%, Perindo 1,9%, Partai Hanura 1,3%, PBB 1,2%, Partai Garuda 1,1%, PSI 1,1%, Partai Berkarya 0,8%, PKPI 0,6%.
Sedangkan Parpol yang sedang dalam pembentukan kepengurusan serta sedang berusaha untuk lolos sebagai peserta pemilu, preferensi publik dalam memilih Partai tersebut jika berhasil sebagai peserta pemilu, maka Partai Rakyat Adil Makmur memiliki tingkat keterpilihan 1,8 %, Partai Gelora 1,2 % dan Partai Ummat 0,9 %. Responden yang menjawab tidak tahu atau belum menentukan pilihan (undecided) sebanyak 17,7%
Permadi mengatakan, survei dilakukan dengan metode multistage random sampling terhadap 1.988 orang di 34 provinsi secara proporsional pada 22 Desember 2021 hingga 6 Januari 2022.
"Tingkat kepercayaan survei ini mencapai 95 % dengan margin of error sebesar 2,2 %," pungkas Permadi Yuswiryanto.