Jakarta, Gatra.com - Pernyataan Prediden Joko Widodo pada tanggal 6 Januari 2022 terkait pencabutan 2.000 an lebih perijinan pemanfaatan sumber daya alam di bidang pertambangan, kehutanan, dan perkebunan sontak membuat heboh masyarakat luas. Itu termasuk negara-negara asing khususnya yang berkepentingan dengan impor batubara.
Tercatat 2.078 perijinan pertambangan yang dicabut ijinnya, yang meninggalkan 800.000an hektare lahan rusak. Sebanyak 192 ijin dicabut di sektor kehutanan meliputi luas 3,1 juta hektare. Serta sebanyak 34.448 hektare perkebunan terlantar dicabut, diantaranya terdapat perijinan milik 36 badan hukum.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr Siti Nurbaya juga sudah menginstruksikan kepada dirjen-dirjen untuk mencabut segera ijin konsesi-konsesi hutan milik korporasi yang telah terbukti melanggar aturan, termasuk ijin HPH, HTI, pinjam pakai untuk pertambangan, pelepasan hutan untuk perkebunan sawit dan ekowisata.
Berbagai alasan dikemukakan oleh pihak-pihak yang terkait, ada yg merasa tidak tepat bahkan janggal, atau pasrah memikirkan pembiayaan paska pencabutan tersebut, umumnya terkait biaya PHK karyawan yang tidak sedikit serta gejolak sosial yang akan terjadi di masa perekonomian belum pulih dari pandemi covid 19.
"Pemerintah perlu memperhatikan keluhan dan ekses pencabutan perizinan konsesi itu. Namun dari tujuan pelestarian sumber daya alam untuk menghindari kerusakan alam, hutan dan lingkungan serta memberikan efek jeta dan tertib ketegasan pemerintah tersebut perlu didukung", ujar Transtoto Handadhari, Ketua Umum Yayasan Peduli Hutan Indonesia (YPHI), rimbawan senior tersebut.
"Kerusakan hutan dan lahan yang saat ini telah mengakibatkan lebih dari 60 juta hektare kawasan hutan rusak salah satunya karena lemahnya penegakan hukum dan tidak adanya ketegasan menjatuhkan sanksi pencabutan ijin atau penghukuman berat perusakan hutan," lanjut alumnus UGM Yogyakarta dan UW of Madison, USA tersebut.
"Lebih dari itu, apakah pemerintah dan juga aparat pengamanan serta pengawasan terkait yang menjadi rahasia umum seringkali punya andil ataupun memberikan peluang terjadinya pelanggaran pelaksanaan ijin konsesi tersebut juga dapat dijerat hukum? Tentu saja mungkin dan malahan harus dijadikan contoh kesetaraan penerapan sanksi hukuman," katanya kepada Gatra.com (9/1).
Transtoto, mantan Direktur Utama Perum Perhutani tahun 2005-2008, Deklarator Gerakan Budaya NO CHEATING Indonesia 2013 di Bandung itu memang dikenal sebagai pribadi yang sangat peduli kehutanan. Transtoto bersama para rimbawan senior lainnya dan masyarakat umum berhimpun dalam YPHI antara lain untuk menggalang tekad bersama agar siapapun dalam membangun hutan selalu dilandasi hati bersih tanpa pamrih dan tanpa kecurangan.