Sragen, Gatra.com- Petani di Kabupaten Sragen, Jateng disarankan kembali ke cara konvensional untuk membasmi hama tikus, alih-alih memasang jebakan berlistrik. Sudah 21 nyawa melayang akibat terjebak aliran listrik di sawah.
Cara konvensional bisa dilakukan dengan gropyokan, penembak jitu atau memasang musuh alami tikus yakni burung hantu.
Salah satu tokoh masyarakat Sragen, Untung Wiyono mengaku prihatin kasus meninggal akibat setrum tikus mencapai puluhan orang dalam waktu kurang dari dua tahun. Bupati Sragen periode 2001-2011 ini menyarankan pemakaian metode pemberantasan lebih ramah lingkungan. Ia meminta dinas pertanian menggerakkan kembali gropyokan. Para petani perlu diberi pengertian agar pemakaian setrum disetop.
"Gropyokan harus serentak. Jangan parsial, karena kalau hanya sebagian, tikus nanti bisa bermigrasi ke wilayah lain," urainya, Selasa (4/1).
Senada, tokoh pengusaha Sragen, Budiono Rahmadi juga prihatin dengan begitu banyaknya korban tewas jebakan tikus berlistrik. Ia menilai hal itu menandakan strategi pengusir hama tikus lewat jebakan itu meski efektif tapi sangat berbahaya.
"Ini jadi PR besar agar di 2022 pemerintah mampu memberikan solusi untuk masyarakat dengan hal pemberantasan hama tikus," ujarnya.
Ketua DPC Demokrat Sragen itu juga sependapat dengan solusi melalui gropyokan massal. Untuk menggerakkan itu, dinas atau pihak terkait bisa memberikan stimulan berupa tebusan misalnya per ekor tikus yang ditangkap setiap gropyokan dihargai nominal tertentu.
"Misalkan 1 ekor yang berhasil dibunuh dengan gropyokan, diganti Rp2.000 atau berapa biar petani semangat," ujarnya. Bahkan ia siap menyumbang 10.000 siwur atau gayung sebagai hadiah per ekor tikus jika memang diperlukan atau disetujui oleh pemerintah desa atau pemerintah daerah.