Home Hukum Pincab Askrindo Palembang Diperiksa untuk 3 Tersangka Korupsi AMU

Pincab Askrindo Palembang Diperiksa untuk 3 Tersangka Korupsi AMU

Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Pidsus Kejagung) memeriksa ?Pimpinan Cabang (Pincab) PT Askrindo Palembang, BTH, dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan PT Askrindo Mitra Utama (PT AMU) Tahun Anggaran 2016–2020.

“BTH diperiksa sebagai saksi,” kata Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung di Jakarta, Senin (3/1).

Penyidik memeriksa BTH sebagai saksi untuk 3 orang tersangka, yakni Wahyu Wisambodo (WW), Firman Berahima (FB), dan Anton Fadjar Siregar (AFS). Selain BTH, penyidik memeriksa 3 orang saksi lainnya juga untuk ketiga orang tersangka tersebut.

Ketiga saksi lainnya, lanjut Leo, yakni EKA selaku Pelaksana PT AMU Perwakilan Surakarta atau mantan Pelaksana Perwakilan Kediri, IGSA selaku Pelaksana PT AMU Perwakilan Denpasar, dan AWN selaku Pelaksana PT AMU Perwakilan Madiun.

Leo menjelaskan, penyidik memeriksa keempat saksi tersebut untuk kepentingan penyidikan soal dugaan korupsi pengelolaan keuangan pada PT AMU Tahun Anggaran 2016–2020 yang mereka dengar, lihat, dan alami sendiri.

“Guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi pada PT AMU. Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan, antara lain dengan menerapkan 3M,” katanya.

Awalnya, Kejagung menetapkan 2 orang tersangka, yakni mantan Direktur Pemasaran PT AMU, Wahyu Wisambodo (WW) dan mantan Direktur Kepatuhan dan SDM PT Askrindo, Firman Berahima (FB) dalam kasus ini.

Kejagung menetapkan Wahyu Wisambodo sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Spindik) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-25/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 27 Oktober 2021 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-32/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 27 Oktober 2021.

Sedangkan Firman Berahima berdasarkan Sprindik Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-36/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 27 Oktober 2021 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-33/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 27 Oktober 2021.

Kejagung langsung menahan tersangka Wahyu Wisambodo dan Firman Berahima. Wahyu ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-26/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 27 Oktober 2021.

Sedangkan tersangka Firman Berahima ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-27/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 27 Oktober 2021.

"Penyidik menahan tersangka WW dan FB selama 20 hari, terhitung sejak tanggal 27 Oktober 2021 sampai dengan 15 November 2021 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejagung,” ungkapnya.

Leo menjelaskan kronologi singkat kasus yang membelit kedua tersangka, yakni dalam kurun waktu antara tahun 2016–2020, terdapat pengeluaran komisi agen dari PT Askrindo kepada PT AMU yang merupakan anak usaha dari perusahaan tersebut.

Menurutnya, pengeluaran dalam rentang tahun itu diduga secara tidak sah yang dilakukan dengan cara mengalihkan produksi langsung (direct) PT Askrindo menjadi seolah-olah produksi tidak langsung melalui PT AMU (indirect).

“Kemudian, sebagian di antaranya dikeluarkan kembali ke oknum di PT Askrindo secara tunai seolah-olah sebagai beban operasional tanpa didukung dengan bukti pertanggungjawaban atau dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban fiktif sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara,” ungkapnya.

Dalam perkara ini, lanjut Leo, penyidik telah mengamankan dan melakukan penyitaan sejumlah uang share komisi sejumlah Rp611.428.130 (Rp611,4 juta), US$762.900, dan SGD32.000.

“Saat ini sedang dilakukan penghitungan kerugian negara oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP),” ujarnya.

Penyidik menetapkan Wahyu Wisambodo sebagai tersangka karena perannya, yakni meminta, menerima, dan memberi bagian share komisi yang tidak sah dari PT AMU. Sedangkan Firman Berahim, gegara mengetahui dan menyetujui pengeluaran beban operasional PT AMU secara tunai tanpa melalui permohonan resmi dari pihak ketiga yang berhak dan tanpa didukung dengan bukti pertanggungjawaban atau dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban fiktif.

Selain itu, lanjut Leo, Firman Berahima juga berperan membagi dan menyerahkan share komisi yang ditarik secara tunai di PT AMU Pusat kepada 4 orang di PT Askrindo.

Kejagung pada 8 November 2021 kemudikan menetapkan Direktur Operasional Ritel PT Askrindo periode 2017–2020, Anton Fadjar Siregar (AFS) dalam kasus ini. Penetapan tersangkanya berdasarkan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-12/F.2/Fd.2/06/2021 tanggal 7 Juni 2021 jis Nomor: Print-35.a/F.2/08/2021 tanggal 05 Agustus 2021, Nomor: Print-47/F.2/Fd.2/11/2021 tanggal 08 November 2021 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Tap-45/F.2/Fd.2/11/2021 tanggal 08 November 2021.

Kejagung kemudian menahan tersangka Anton berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-38/F.2/Fd.2/11/2021 tanggal 8 November 2021. AFS ditahan selama 20 hari terhitung mulai tanggal 08 November 2021 sampai dengan 27 November 2021 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).

Atas perbuatan tersebut, penyidik Pidsus Kejagung menyangka Wahyu Wisambodo, Firman Berahima, dan Fadjar Siregar melanggar sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) jucnto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun sangkaan Subsidairnya, yakni melanggal Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

525