Home Politik Ramai Uji Materi Presidential Treshold, Pengamat: Tidak Akan Dikabulkan

Ramai Uji Materi Presidential Treshold, Pengamat: Tidak Akan Dikabulkan

Jakarta, Gatra.com - Uji Materi atau kerap disebut Judicial Review (JR) terkait Presidential Treshold (PT) sebenarnya bukan barang baru dalam dinamika politik dan hukum tata negara di Indonesia. Terlebih jelang hajatan Pemilu, PT kerap disoal, utamanya tentang besaran prosentase.

 

 

Hal ini pun sering menjadi polemik, di mana partai politik peserta Pemilu dengan raihan suara rendah tidak bisa memajukan jagoannya dalam Pemilihan Presiden (Pilpres).

 

 

Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis mengatakan, ambang batas pencalonan Presiden atau PT yang saat ini digugat sejumlah pihak ke Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan open legal policy, atau ketentuan dalam sebuah undang-undang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang.

 

 

Dalam gugatan tersebut, PT yang berada di angka 20% ini diminta dihapus menjadi 0%. Dalam menanggapi gugatan PT tersebut, kata Margarito, hakim MK dinilai tidak akan terganggu dengan permohonan gugatan yang diajukan. "Karena ada persoalan mendasar yang belum terjawab yakni terkait legal standing para pemohon," ujarnya melalui keterangan tertulis.

 

 

Jika dilihat dari substansi JR dan dikaitkan dengan boleh atau tidaknya Presidential Threshold, dari sisi permasalahan mendasar yang pertama harus dilakukan oleh para pemohon yakni memastikan legal standing.

 

 

"Jika dilihat dan dipandang dari sudut hakim konstitusi, setiap pemohon judicial review PT tersebut tidak dapat dipandang sebagai persoalan partai politik. Alasan ini sudah cukup bagi hakim MK untuk dengan mudah dalam menangani permasalahan gugatan tersebut," ucapnya.

 

 

Permohonan tersebut juga tidak akan membuat gentar para hakim konstitusi sehingga perjalanan gugatan para pemohon terkait PT akan mengalami nasib yang sama dengan gugatan-gugatan sebelumnya. "Yang sering kali ditolak MK karena memang tidak ada kemungkinan permohonan tersebut lolos," jelas Margarito.

 

 

Semua keputusan MK bersifat final dan binding. Artinya, keputusan itu bersifat mengikat dan tidak ada ruang hukum untuk mengujinya lagi. "Gugatan uji materi untuk presidential threshold 0 %, dalam pandangan ketatanegaraannya sama sekali belum apa-apa, belum akan membuat Mahkamah Konstitusi itu ciut," katanya.

 

 

Jika ditelisik lebih lanjut, UUD NRI 1945 mengatur bahwa hak untuk mengajukan calon presiden itu adalah partai politik yang mengikuti pemilu baik sendiri maupun gabungan, sehingga sulit untuk merumuskan dan melihat pihak yang dapat membatalkan PT ini.

 

 

"Perspektif konstitusi untuk dijadikan dasar bahwa perseorangan dapat membatalkan Presidential Threshold ini sejauh ini belum ditemukan," ujarnya.

 

 

Menurut Margarito, setiap orang dapat mengatakan bahwa mereka kehilangan kesempatan untuk menjadikan capres dengan alasan protokoler PT. Tetapi hal ini tidak dapat menjadi suatu argumen yang cukup karena orang per orang belum teridentifikasi atau tidak memungkinkan partai politik menduduki rasio tertentu yang dapat dikatakan memiliki kapabilitas untuk capres.

 

 

"Katakanlah berubah dari manusia menjadi bukan manusia tetapi jika hakim tidak mempertimbangkan hal itu dan tidak ada yang berubah, maka disitulah letak kesulitan posisi terkait legal standing para pemohon," katanya.

 

 

Semua permohonan yang diajukan ke Mahkamah konstitusi itu sama, secara sederhana dapat dikatakan bahwa sudah menjadi hak orang untuk mengajukan gugatan dan harus dihargai. "Jadi hakim MK boleh saja tidur dan tidak perlu terlalu pusing dengan gugatan judicial review PT menjadi 0 % tersebut," tutup Margarito.

358