Jakarta, Gatra.com – Direktur Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salim, menyatakan bahwa penerapan konsep open parliament (OP) di DPR baru sebatas formalitas normatif saja.
“Melihat komitmen DPR, ini masih sebatas seremoni dalam peneraan open parliament,” kata Roy dalam sebuah webinar yang digelar Formappi pada Kamis (30/12).
Roy mencontohkan penerapan konsep tersebut dalam publikasi-publikasi mengenai pembahasan beberapa RUU. Menurutnya, informasi mengenai beberapa pembahasan RUU tersebut belum dipublikasi secara masif oleh DPR.
Padahal, Roy menyebut bahwa saat ini DPR sudah memiliki Rencana Aksi Nasional untuk membuat lembaga tersebut transparan dan akuntabel. Dalam rencana tersebut, terdapat lima agenda aksi.
Kelima agenda aksi tersebut adalah keterbukaan proses legislasi, penguatan keterbukaan informasi publik, peningkatan penggunaan IT untuk menjangkau kosntituen, pelembagaan Open Parliamnet Indonesia (OPI), dan penyusunan peta jalan keterbukaan parlemen.
“Akan tetapi, aksi ini tanpa ditopang komitmen DPR, ini akan susah bisa diterapkan secara maksimal,” kata Roy.
Sepsifik soal pelaksanaan fungsi anggaran, kata Roy, agenda open parliament ini masih belum terwadahi dengan baik. Sebagai contoh, rapat-rapat pembahasan APBN kerap kali diperlakukan berbeda dengan model pembahasan RUU lain.
“Kita lihat pembahasan-pembahasan di DPR, terutama saat Covid, ada beberapa rapat di Banggar yang membahas tentang kebijakan ekonomi makro atau kebijakan belanja pemerintah itu disampaikan dalam Youtube, tetapi rapat-rapat itu tidak memuat dokumen-dokumen atau informasi yang bisa langsung dibaca oleh publik,” kata Roy.
Roy tak menampik adanya pandangan fraksi-fraksi parpol. Akan tetapi, katanya, pandangan-pandangan fraksi tersebut juga pada akhirnya tak terefleksikan dalam dokumen rincian anggaran.
“Kalau kita sandarkan fungsi anggaran itu pada momentumnya, harusnya DPR itu dalam membahas anggaran, baik Banggar maupun Komisi, itu harus ada dokumen informasi yang harus dipublikasi lebih awal sehingga masyarakat bisa melihat agenda rapat,” kata Roy.
“Sayangnya, rapat itu kita bisa mendengar rapat-rapat tertentu saja. Rapat-rapat yang sifatnya sudah keputusan sebetulnya ya sehingga hanya sekadar seremoni,” tandas Roy.