Jakarta, Gatra.com - Menurut laporan litigasi Hak Asasi Manusia (HAM) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesia telah berjanji menjamin penegakan HAM melalui kerangka hukum domestiknya, baik dimuat dalam Konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan lain. Ada sebanyak 9 konvensi internasional terkait Hak Asasi Manusia yang telah diratifikasi atau aksesi oleh Indonesia ke dalam hukum nasional, bahkan pemerintah sudah membuat rencana aksi nasional HAM setiap periode pemerintahan.
Dilansir dari laporan litigasi HAM YLBHI, namun perwujudan komitmen tersebut hanya sekedar di atas kertas, karena pada kenyataannya pelanggaran Hak Asasi Manusia terus terjadi baik di wilayah hak sipil dan politik maupun di wilayah ekonomi, sosial dan budaya. Yang lebih buruk, tidak tersedia mekanisme yang efektif bagi para korban untuk menuntut kerugian yang diderita.
Sementara itu, Ketua Advokasi YLBHI M. Isnur mengatakan kasus-kasus yang mereka tangani, yang 12 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) tangani, di mana layyer atau pengacara-pengacara LBH itu sebelumnya dilatih untuk memasukkan litigasi HAM itu.
"Jadi mereka mencoba melaporkan sejauh mana upaya mereka memasukkan dalil argumentasi HAM, kalo sebelumnya mungkin di kasus pidana itu mereka hanya argumentasi misalnya KUHAP [Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana] gitu ya, nah sekarang bagaimana memasukkan pasal-pasal konstitusi, memasukkan pasal-pasal Kovenan ICCPR [International Covenant on Civil and Political Rights]. Jadi, ini upaya-upaya mereka gitu," tuturnya, via Zoom dalam diskusi publik bertajuk "Publikasi dan Diseminasi Hasil Evaluasi Penanganan Kasus Litigasi HAM 2021", yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Yayasan LBH Indonesia pada Rabu, (29/12).
"Dan ini bagian dari upaya YLBHI, mendorong negara memulihkan, melakukan upaya-upaya penegakan dan penghormatan Hak Asasi Manusia," tambah Isnur.
Di samping itu, masih melansir dari laporan litigasi YLBHI, pengadilan semestinya menjadi benteng terakhir bagi korban pelanggaran HAM. Namun sayangnya, pengadilan kurang begitu efektif dalam mengupayakan pemulihan. Padahal, dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.