Bantul, Gatra.com - Di tengah maraknya pemberitaan kejahatan jalanan atau klitih di Daerah Istimewa Yogyakarta, warga Kabupaten Gunungkidul membuat laporan palsu sebagai korban klitih.
Kasus laporan palsu ini diungkap Polres Bantul Selasa (28/12) dengan tersangka Heriawan Eko Hanafi (23), warga Kecamatan Semanu. Kapolres Bantul AKBP Ihsan mengatakan percobaan bunuh diri itu dilakukan dengan menyayat pergelangan tangan kiri dan diviralkan di media sosial.
"Tersangka melapor Senin (27/12) di Polsek Kasihan. Dia mengaku mendapatkan serangan senjata tajam dari tiga pemotor berboncengan yang mengakibatkan luka sayatan," kata Ihsan, Rabu (29/12).
Dari penyelidikan saksi maupun rekaman video, polisi mendapatkan bukti bahwa laporan Eko palsu. Pemuda itu diketahui melukai dirinya sendiri di dalam toko waralaba tempatnya membeli pisau cutter.
Ihsan mengatakan motif tersangka ingin bunuh diri karena depresi dengan kondisinya sekarang yang tanpa pekerjaan. Foto luka sayatan sempat diunggah di status aplikasi pesan dengan keterangan korban klitih.
"Tersangka yang pernah dihukum tujuh bulan karena kasus penganiayaan ini kami jerat dalam kasus ini dengan pasal 242 KUHP tentang membuat keterangan palsu dan terancam hukuman tujuh tahun penjara," jelasnya.
Laporan palsu klitih itu terjadi saat aksi kekerasan ini kembali marak. Dalam jumpa pers akhir tahun, Wakapolda DIY Brigjen Raden Slamet Santoso mengatakan angka kejahatan klitih meningkat tahun ini. Pada 2020 tercatat ada 52 laporan klitih dengan 38 kasus terungkap dan 91 orang ditetapkan sebagai tersangka.
"Tahun ini, ada 58 kasus, 40 terungkap, dan 102 orang kita amankan. Rata-rata pelaku yang kita amankan merupakan pelajar dengan jumlah 80 anak. Ini menjadi perhatian bersama," jelasnya.
Adanya keterlibatan senior di sekolah-sekolah menurut Wakapolda menjadikan penanganan klitih sebagai proses yang panjang. Kehadiran berbagai pelajar dari penjuru Nusantara di DIY disebutnya membawa nuansa perpecahan akibat budaya yang berbeda.
"Pelajar SMA dan mahasiswa selalu berganti terus. Sehingga kita harus terus memberikan pembimbingan penyuluhan mensosialisasikan tentang kebaikan dan sebagainya. Masing-masing hadir dengan budayanya. Budaya kita harapkan sebagai kekuatan penyatu, bukan perceraian,"katanya.
Karena itu, penanganan klitih haruslah progresif dengan melibatkan banyak pihak, khususnya masyarakat dan orang tua anak. Polda DIY akan melakukan penyuluhan di daerah-daerah yang sudah terpetakan sebagai tempat munculnya pelaku klitih.