Jakarta, Gatra.com – Menurut Wakil Ketua Umum (Waketum) Kartini Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Ratih Gunaevy, mengatakan, terdapat 4 bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Antara lain kekerasan fisik, psikis, dan seksual, serta penelantaran rumah tangga.
Ratih menyampaikan pernyataan tersebut dalam dalam webinar Partai Perindo bertajuk "Darurat Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Anak" pada Rabu (22/12).
Ratih menerangkan, kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka yang berat. Sedangkan kekerasan psikis yaitu perbuatan yang menimbulkan hilangnya rasa percaya diri, kemampuan untuk bertindak, dan rasa tidak berdaya, atau penderitaan psikis terberat pada seseorang.
Ia juga menerangkan bahwa kekerasan seksual adalah pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, ataupun dengan orang lain untuk tujuan komersil atau tujuan tertentu.
Kemudian bentuk KDRT lainnya, yakni penelantaran rumah tangga. Ini merupakan perbuatan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
"Dan bagaimana cara mengentaskan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia? Mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, ini adalah usaha kita semua. Kekerasan ini sudah terjadi sejak lama, tetapi kita bisa mencegahnya bila dengan bekerja sama," kata Ratih.
Ia menyebut kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dicegah dengan memperkuat akses pada hak asasi dan sumber daya dasar. Antara lain menghubungi pihak berwajib dan mendapatkan dukungan dari keluarga.
"Karena terkadang kita masih tahu, para korban ini masih bingung bagaimana dia harus melaporkan kasusnya, antara malu, tidak mendapat dukungan dari keluarga, atau damai," ucap Ratih.
Lalu, lanjutnya, perlu mengajarkan juga kepada anak sedini mungkin agar dapat menumbuhkan rasa percaya diri sehingga anak tidak mudah di-bully orang lain, memiliki daya tolak, dan tidak mudah dirayu. Seperti dapat mengajarkan pendidikan seksualitas sejak dini, memperkenalkan anggota tubuh anak, menunjukkan bagian mana saja yang harus dilindungi dan tidak boleh disentuh atau area private dari tubuh anak tersebut, misalnya area paha, area mulut, area alat kelamin, area dada, dan bokong.
"Jangan pernah kita memaksa anak kita untuk memeluk atau mencium orang lain, sekalipun itu saudara. Apalagi kalau anak itu tidak mau melakukannya. Bersalaman saja sudah cukup, bukan berarti kita mengajarkan untuk tidak hormat, tetapi hal ini penting untuk menumbuhkan penghargaan pada dirinya atas tubuhnya sendiri, dan menajamkan instingnya pada orang-orang di sekitarnya," imbuh Ratih.
"Ajarkan anak juga untuk menghormati orang lain, ajari anak juga untuk menciptakan penolakan. Karena terkadang anak-anak itu masih mudah diiming-imingi, dirayu, misalnya ditawari permen, diajak mau beli mainan, itu membuat mereka juga mudah menimpa kepada anak-anak tersebut," ujarnya.