Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Pidsus Kejagung) memeriksa Direktur Utama (Dirut) PT Perikanan Indonesia (Persero), Fatah Setiawan Topobroto, dalam kasus dugaan korupsi Pengelolaan Keuangan dan Usaha Perum Perindo Tahun 2016–2019.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, di Jakarta pada Senin (20/12), menyampaikan, yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi.
“Dirut PT Perikanan Indonesia (Persero), diperiksa mengenai pengelolaan keuangan Perum Perindo terkait penggunaan dana untuk bisnis,” ujarnya.
Leo melanjutkan, tim penyidik juga memeriksa satu saksi lainnya, yakni SS selaku karyawan PT Prima Pangan Madani. “Diperiksa mengenai supplier ikan PT Prima Pangan Madani, terkait ada atau tidaknya pengiriman ikan,” katanya.
Menurut Leo, pemeriksaan kedua saksi tersebut untuk kepentingan penyidikan, yakni tentang dugaan korupsi ini yang mereka dengar, lihat, dan alamai sendiri demi menemukan fakta hukum.
“Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan antara lain dengan menerapkan 3M,” ujarnya.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 6 orang tersangka. Awalnya, Kejagung menetapkan 3 tersangka, yakni Direktur PT Prima Pangan Madani, NBM, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-35/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 21 Oktober 2021 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-31/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 21 Oktober 2021.
Kemudian, Direktur PT Kemilau Bintang Timur, LS, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-34/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 21 Oktober 2021 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-30/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 21 Oktober 2021.
Selanjutnya, WP selaku karyawan BUMN/Mantan Vice President Perdagangan, Penangkapan, dan Pengelolaan Perum Perindo berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-25/F.2/Fd.2/08/2021 tanggal 02 Agustus 2021 jo. Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-29/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 21 Oktober 2021.
Kejagung langsung menahan ketiga tersangka untuk mempercepat proses penyidikan. NMB dilakukan penahanan sesuai Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-23/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 21 Oktober 2021 selama 20 hari terhitung sejak 21 Oktober 2021-9 November 2021 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Sedangkan LS ditahan sesuai Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-24/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 21 Oktober 2021 selama 20 hari terhitung sejak 21 Oktober 2021-9 November 2021 di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Adapun WP dilakukan penahanan sesuai Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-25/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 21 Oktober 2021 selama 20 hari terhitung sejak 21 Oktober 2021-9 November 2021 di Rutan Salemba Cabang Kejagung.
Selanjutnya Kejagung menetapkan Dirut PT Global Prima Santosa, RU; Deputi Bidang Pengusahaan BP Batam dan mantan Direktur Utama (Dirut) Perum Perindo Periode 2016-2017, SJ; dan IG dari pihak swasta.
Kejagung menetapkan RU sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print 37/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 27 Oktober 2021 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-34/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 27 Oktober 2021.
Sedangkan SJ berdasarkan Sprindik Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print 38/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 27 Oktober 2021 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-35/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 27 Oktober 2021.
Adapun tersangka IG berdasarkan Sprindik Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-40/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 27 Oktober 2021 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-37/F.2/Fd.2/10/2021 tanggal 27 Oktober 2021.
Leo menjelaskan, bahwa Perum Perindo merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didirikan pada tahun 2013 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2013 tentang Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia (Perindo).
Dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan perusahaan, lanjut Leo, pada tahun 2017 ketika Direktur Utama Perindo dijabat oleh SJ, Perum Perindo menerbitkan Surat Utang Jangka Menengah atau Medium Term Notes (MTN) dan mendapatkan Dana sebesar Rp200 milir.
“Terdiri dari Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017–Seri A dan Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017–Seri B,” ungkapnya.
Tujuan MTN tersebut digunakan untuk pembiayaan di bidang perikanan tangkap. Namun, faktanya penggunaan dana MTN Seri A dan seri B tidak digunakan sesuai dengan peruntukkan sebagaimana prospek atau tujuan penerbitan MTN seri A dan seri B tersebut.
“MTN seri A dan seri B sebagaimana maksud sebagian besar digunakan untuk bisnis perdagangan ikan yang dikelola oleh Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang dipimpin oleh WP,” katanya.
Selanjutnya, pada Desember 2017, Direktur Utama Perindo berganti kepada RS yang pada periode sebelumnya merupakan Direktur Operasional Perum Perindo. RS kemudian mengadakan rapat dan pertemuan dengan Divisi Penangkapan, Perdagangan, dan Pengolahan (P3) Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP).
“[Rapat dan pertemuan] yang diikuti juga oleh IP sebagai Advisor Divisi P3 untuk membahas pengembangan bisnis Perum Perindo menggunakan dana MTN seri A dan seri B, kredit Bank BTN Syariah, dan kredit Bank BNI,” katanya.
Selanjutnya, ungkap Leo, ada beberapa perusahaan dan perseorangan yang direkomendasikan oleh IP kepada Perindo untuk dijalankan kerja sama perdagangan ikan, yaitu PT Global Prima Santosa (GPS), PT Kemilau Bintang Timur (KBT), S/TK dan RP.
“Selain beberapa pihak yang dibawa oleh IP juga terdapat beberapa pihak lain yang kemudian menjalin kerja sama dengan Perindo untuk bisnis perdagangan ikan,” katanya.
Beberapa perusahaan selain bawaan IP ini, yakni PT Etmico Makmur Abadi, PT SIG Asia, Dewa Putu Djunaedi, CV Ken Jaya Perkara, CV Tuna Kieraha Utama, Law Aguan, Pramudji Candra, PT Prima Pangan Madani, PT Lestari Sukses Makmur, dan PT Tri Dharma Perkasa.
Metode yang digunakan dalam bisnis perdagangan ikan tersebut adalah jual beli ikan secara putus. Dalam penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan tersebut di atas, Perindo melalui Divisi P3/SBU FTP tidak ada melakukan analisa usaha, rencana keuangan, dan proyeksi pengembangan usaha.
Selain itu, kata Leo, dalam melaksanakan bisnis perdagangan ikan tersebut beberapa pihak tidak dibuatkan perjanjian kerja sama, tidak ada berita acara serah terima barang, tidak ada laporan jual beli ikan, dan tidak ada dari pihak Perindo yang ditempatkan dalam penyerahan ikan dari supplier kepada mitra bisnis Perum Perindo.
Menurut Leo, penyimpangan dalam metode penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan oleh Perum Perindo tersebut menimbulkan verifikasi syarat pencairan dana bisnis yang tidak benar dan menimbulkan transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan oleh mitra bisnis perdagangan ikan Perum Perindo.
“Kemudian, transaksi-transaksi fiktif tersebut menjadi tunggakan pembayaran mitra bisnis perdagangan ikan kepada Perum Perindo kurang lebih sebesar Rp149.000.000.000," ujarnya.
Leo mengungkapkan, proses penyidikan masih difokuskan kepada SBU Perdagangan Ikan, maka untuk SBU Penangkapan dan SBU Aquacultur penentuan perbuatan melawan hukum dan penentuan pertanggungjawaban hukum dilakukan seiring dengan penyidikan lanjutan.
“Saat ini sedang dilakukan penghitungan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” kata Leo.
Penyidik menetapkan RU sebagai tersangka karena perannya sebagai salah satu pihak yang mengadakan kerja sama perdagangan ikan dengan mengggunakan transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan Perum Perindo, yaitu tanpa adanya perjanjian kerja sama, tidak ada berita acara serah terima barang, tidak ada laporan jual beli ikan, dan tidak ada dari pihak Perindo yang ditempatkan dalam penyerahan ikan dari supplier kepada mitra bisnis Perum Perindo.
Sedangkan SJ karena menerbitkan Surat Utang Jangka Menengah atau Medium Term Notes (MTN) dan mendapatkan dana sebesar Rp200 miliar, yang terdiri dari Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017–Seri A dan Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017–Seri B.
Sementara itu, tersangka IG, ungkap Leo, sebagai salah satu pihak (secara pribadi) yang mengadakan kerja sama perdagangan ikan dengan menggunakan transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan Perum Perindo, yaitu tanpa adanya perjanjian kerja sama, tidak ada berita acara serah terima barang, tidak ada laporan jual beli ikan, dan tidak ada dari pihak Perindo yang ditempatkan dalam penyerahan ikan dari supplier kepada mitra bisnis Perum Perindo dengan nilai kurang lebih Rp17,6 miliar.
Leo menjelaskan, MTN adalah salah satu cara mendapatkan dana dengan cara menjual prospek, namun penggunaan dana MTN Seri A dan seri B tidak digunakan sesuai dengan peruntukkan sebagaimana prospek atau tujuan penerbitan MTN seri A dan seri B.
MTN seri A dan seri B sebagaimana maksud sebagian besar digunakan bisnis perdagangan ikan yang dikelola oleh Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan Ikan atau Stategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) dalam menggunakan metode bisnis perdagangan ikan tersebut yaitu metode jual beli ikan putus.
Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka para tersangka di atas diduga melanggar sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Subsidairnya, yakni diduga melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.