Jakarta, Gatra.com – Kelompok Tanggap Api Desa Mendis (Ketan Adem) di Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan (Sumsel), terus berkiprah untuk mencegah kebakaran lahan dan hutan (karhutla) hingga pencurian minyak (illegal tapping) di wilayahnya.
Anggota Ketan Adem, Tomy Yohana, menyampaikan, Ketam Adem ini berdiri dari Program Desa Cinta Bumi Tanggap Api PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Jambi Merang yang dimulai pada tahun 2017.
Ia menuturkan, awalnya program tersebut memanfaatkan embung sebagai kolam retensi dan penghijauan kawasan embung. Setahun kemudian, dilakukan revitalisasi embung dan pembukaan kawasan wisata dan wahana permainan air. Ketan Adem dilibatkan sebagai rescue team.
Pada 2019, dilakukan optimalisasi embung dengan menambah wahana air dan kolam renang anak. Tahun lalu, seiring dengan pandemi Covid-19 dilakukan pemberian fasilitas protokol kesehatan pendukung di kawasan embung.
Tomy mengatakan, Desa Mendis juga berkontribusi ikut mengembangkan Ketan Adem dengan melibatkan dalam pengelolaan wisata embung. “Mengelola aset desa, yaitu tanah khas Desa Mendis untuk kami berkumpul, merencanakan kerja, hingga diskusi antarkelompok masyarakat,” ungkapnya.
Embung Desa Mendis berawal dari embung yang dicadangkan bagi persediaan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari saat musim kemarau maupun untuk kebutuhan masyarakat di luar Desa Mendis. Embung tidak pernah kering karena sumber airnya dari sumber air tanah.
Tomy mengatakan, ada kesepakatan antara PHE Jambi Merang dengan pemerintah desa untuk mengembangkan wisata air di embung tersebut. “Target ke depan selain penghasilan desa juga untuk memberdayakan masyarakat desa melalui perdagangan kuliner dan aksesoris,” ungkapnya.
Tomy mengakui setelah dibangun pada 2017 oleh PHE Jambi Merang, objek wisata embung bisa menciptakan lapangan kerja dan UMKM. Lokasi yang tadinya kurang terawat, dengan didukung PHE Jambi Merang akhirnya menjadi bernilai guna yang terawat dan indah. “Kami juga telah mengembangkan tanaman holtikultura dengan debora nanas,” katanya.
Selain itu, dengan dibentuknya Ketan Adem di wilayah Desa Mendis tidak ada lagi Karhutla. Berbeda dengan sebelumnya terbentuk Ketan Adem terjadi kebakaran luar biasa, baik dari kebun masyarakat produktif maupun kebun yang tergolong lahan tidur.
“Timbullah pemikiran dari PHE Jambi Merang dan pemerintah desa untuk membentuk kelompok yang peduli terhadap bahaya bencana kebakaran. Kalau sudah terjadi bencana sangat merugikan desa dan asapnya bisa meluas. Dampaknya sangat negatif apabila sudah terjadi kebakaran,” ungkap Tomy.
Menurut dia , anggota Ketam Adem difasilitasi dan dididik oleh PHE Jambi Merang melalui Manggala Agni dan BPBD untuk memperkenalkan dan memahami tentang standar prosedur operasi (SOP) penanganan Karhutla.
“Kami diberikan pengarahan tata cara sosialisasi penanganan dan pencegahan, karena lebih baik mencegah daripada menanggulangi. Tidak banyak biaya dan tenaga yang dikeluarkan untuk menanganinya. Terbukti dari 2017 sampai saat ini tidak ada Karhutla lagi,” ungkapnya.
Berkat pelatihan tersebut dan keberhasilan menangani Karhutla di Desa Mendis, Ketan Adem pernah meraih penghargaan desa inovasi dari Pemkab Musi Banyuasin terkait pencegahan ataupun penanggulangan Karhutla. Ganjarannya, Ketan Adem diberikan sarana prasanrana penunjang, seperti pompa pengendali kebakaran dan selang.
Sementara itu, Field Manager PHM Jambi Merang, Bambang Setijawan, dalam keterangan pers, Minggu (19/12), mengatakan, bukan hanya ada di Desa Cinta Bumi untuk tanggap api, PHE Jambi Merang hadir dengan salah satu program unggulan tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL).
Menurutnya, keberhasilan di Desa Mendis dengan Desa Cinta Buminya juga sudah direplikasi di tempat lain, seperti sekolah plastik di Desa Sukajaya yang telah menerima Piala Adiwiyata dan akan berkompetisi lagi untuk meraih Adiwiyata tingkat provinsi. Ini merupakan kolaborasi dengan desa setempat juga.
Bambang mengatakan, hal ini terkait dengan visi PHE Jambi Merang yang berbasis pada inovasi sosial dan teknologi menuju masyarakat mandiri yang cinta bumi. Sekarang pengelolaan Desa Cinta Bumi Tanggap Api sudah mandiri dan sepenuhnya dikelola Desa Mendis, yang awalnya dikelola PHE Jambi Merang.
“Kami tentu juga tidak melupakan core bisnis, tidak kemudian mencurahkan semuanya hanya untuk masalah TJSL. Kami pun harus ingat mengenai peran kita dalam core bisnis PHE Jambi Merang sebagai produsen migas,” ungkapnya.
Menurut Bambang, program TJSL PHE Jambi Merang di Desa Mendis sudah dirintis sejak 2017. Awalnya terjadi penolakan dari Desa Mendis, khususnya apabila terjadi kebakaran. Saat itu, masyarakat yang akan membuka lahan untuk perkebunan pasti membakar hutan. “Dengan adanya Ketan Adem praktik seperti itu tidak ada lagi dan bisa diminimalkan,” katanya.
Bambang mengatakan, keunikan program Desa Cinta Bumi adalah memiliki unsur orisinil dan unik. Inovasi wisata dengan wahana baru menciptakan pasar wisata di desa dengan akses yang mudah dan murah, menciptakan lapangan pekerjaan dan UMKM, serta memberikan manfaat bagi kelompok rentan, seperti janda dan pengganguran.
“Pada 2021 ditambahkan lagi ada satu inovasi sosial yaitu membentuk organisasi baru untuk menangani masalah illegal tapping,” katanya.
Menurut Bambang, PHE Jambi Merang tidak hanya memproduksi migas tapi juga kondensat. Di sinilah peran dari Ketan Adem itu adalah untuk mencegah pencurian minyak.
Bersama pihak keamanan perusahaan, Ketan Adem mencegah terjadinya illegal taping yang berpotensi menimbulkan tumpahan dan mencemari kebun dan embung yang akan merugikan Desa Mendis.
“Bagi perusahaan ini bisa mencemari lingkungan. Apabila ada indikasi kebocoran maka tim ini bertugas menyisir adanya kebocoran itu. dengan adanya tim ini illegal tapping bisa dikurangi,” katanya.