Jakarta, Gatra.com - Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Neonatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Risma Kerina Kaban memaparkan bahwa di antara sejumlah penyebab kematian neonatus di Indonesia, selain prematur yang mencapai 35,5%, kelainan kongenital yang di antaranya merupakan Penyakit Jantung Bawaan (PJB) mencapai 17,1%.
"Kebanyakan bayi yang mengalami Penyakit Jantung Bawaan kritis tidak ditemukan gejala saat lahir. Oleh karena itu, skrining untuk Penyakit Jantung Bawaan Kritis dapat membantu mengidentifikasi beberapa kasus untuk menegakkan diagnosis dan pengobatan yang cepat, dan dapat mencegah kecacatan atau gangguan yang berakibat fatal," ujarnya, dilansir dari siaran pers yang diperoleh Gatra.com pada Selasa, (14/12).
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, sekitar 80% dari bayi baru lahir yang meninggal 6 hari pertama setelah kelahirannya ternyata diakibatkan oleh kelainan kongenital. Angka ini menyumbang angka kematian bayi sekitar 7%. Bahkan data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Kesehatan Amerika Serikat menyebutkan, bahwa 1 dari 100 bayi baru lahir di dunia mengalami PJB.
Sementara itu, Risma juga merekomendasikan dilakukan skrining pulse oksimetri atau saturasi oksigen pada bayi di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) antara 24-48 jam usia setelah kelahiran, kecuali yang telah echocardiografi atau Ultrasonografi (USG) Jantung untuk mendeteksi PJB dan PJB kritis. Sedangkan, bayi yang menggunakan oksigen tambahan pada skrining awal harus diulangi 24-48 jam sesudah tidak menggunakan oksigen. Selain itu, deteksi dini dengan pulse oksimetri pada PJB juga bisa dilakukan pada usia 24-48 jam setelah kelahiran.
Ketua UKK Kardiologi IDAI Rizky Adriansyah menambahkan, berdasarkan data British Medical Journal Pediatrics 2021, Penyakit Jantung Bawaan dialami oleh 6 hingga 11 per 1.000 kelahiran hidup di dunia. Dan 25% di antaranya merupakan PJB Kritis yang mengancam jiwa bayi, yang apabila tidak segera ditangani, bayi dapat meninggal dalam beberapa hari sampai hitungan bulan kemudian.
Kemudian Risma dan Rizky kompak merekomendasikan deteksi dini yang paling memungkinkan dilakukan dalam berbagai situasi adalah dengan pemeriksaan saturasi. "Cek saturasi untuk selamatkan nyawa bayi," kata mereka.