Home Kesehatan Tak Perlu Panik, Ini Penjelasan Pakar Soal Varian Omicron Covid-19

Tak Perlu Panik, Ini Penjelasan Pakar Soal Varian Omicron Covid-19

Jakarta, Gatra.com - Anggota Pakar Medis Satgas Covid-19, Erlina Burhan mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap varian Omicron Covid-19. Lantaran, varian ini telah divalidasi di berbagai negara memiliki kemampuan penularan yang cukup cepat.

"Sudah lebih dari 63 negara yang melaporkan kasusnya. sebagian negara itu dekat dengan Indonesia, contohnya Hongkong, Malaysia, Singapura, dan Australia," katanya dalam diskusi virtual pada Minggu (12/12).

Namun, tidak perlu panik, lantaran varian baru ini hanya memiliki gejala ringan. Berdasarkan pernyataan Ikatan Dokter Afrika Selatan, varian Omicron hanya memiliki gejala seperti kelelahan, sakit kepala, nyeri di seluruh tubuh, demam. Bahkan, gelaja seperti kehilangan penciuman dan perasa tidak ditemukan di varian ini.

"Jadi memang secara umum dikatakan gejalanya ringan-ringan saja. Tapi tentu saja ini adalah suatu hal yang sangat dinamis," jelasnya.

Erlina juga menyebut, berdasarkan hasil diskusi dengan dokter di Afrika Selatan, pengobatan terapi pasien omicron sama saja dengan terapi pada pasien Covid-19 lainnya. Tidak ada perbedaan obat maupun metode pengobatan yang dilakukan.

Ia juga menegaskan, varian Omicron ini masih tetap bisa dideteksi melalui tes PCR. Sebagai virus SARS-Cov2 penyebab Covid-19, tetap bisa terdeteksi oleh PCR. Hanya saja, untuk mengetahui variannya memang diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan whole genome sequencing.

"Banyak berita yang saya katakan bahwa itu adalah disinformasi atau hoaks. Berita itu mengatakan bahwa varian Omicron ini tidak bisa terdeteksi oleh PCR, itu tidak betul," tegas Erlina.

Inggris Raya juga membuat semacam kesimpulan dari varian omicron ini. Pertama, tingkat penularan setidaknya sama atau dapat lebih tinggi dari varian sebelumnya. Kedua, masih belum ada data resmi tentang keparahan penyakit. Namun, negara-negara lain banyak menyebutkan varian ini hanya memiliki gelaja ringan saja.

"Sedangkan untuk terapi, terdapat kemungkinan penurunan ikatan antibodi monoklonal. Jadi kalau nanti ada terapi antibodi ini perlu penelitian lebih lanjut," ucapnya.


 

5842