Jakarta, Gatra.com - Banyak cara ditempuh untuk bertahan hidup selama pandemi COVID-19. Memulai dan mempertahankan usaha di tengah pandemi tentu butuh keberanian. Sebab, tantangan dan risiko akan selalu menghampiri. Namun, beberapa contoh pejuang kehidupan dari kompetisi 24 Pejuang Mandala yang diadakan oleh Mandala Finance ini dapat menjadi bukti bahwa niat mampu memberi perubahan positif dalam kehidupan.
“Kompetisi 24 Pejuang Mandala ini kami harapkan dapat memacu semangat perjuangan dan memotivasi satu sama lain untuk bangkit dari segala keterpurukan serta mengejar mimpi yang diinginkan. Kami bangga ada banyak orang yang antusias membagikan kisah perjuangan mereka yang sangat inspiratif,” ujar Chief Marketing Officer PT Mandala Finance Tbk. Diano Eko dalam rilis yang diterima Gatra.com, Kamis (9/12).
Kompetisi 24 Pejuang Mandala berhasil mendapatkan antusias masyarakat yang cukup tinggi dari berbagai daerah. Hal itu terlihat partisipasi ratusan peserta yang telah membagikan kisahnya di Instagram dan TikTok selama periode lomba September-Desember 2021. Sementara itu, tingkat engagement rate (ER) mencapai 29,14% dengan detil total reach mencapai 2.387.513, dengan jumlah interaksi atau engagement sekitar 1 juta. Hal itu membuktikan bahwa kompetisi 24 Pejuang Mandala relevan dengan kondisi saat ini, dan memberikan dampak positif bagi banyak orang.
Diano Eko mengatakan, kompetisi itu diikuti dengan 390 post berupa video pendek atau foto, selanjutnya dipilih 24 peserta yang disebut 24 Pejuang Mandala. Ke-24 Pejuang itu masuk ke tahap selanjutnya yaitu periode voting yang langsung dipilih oleh masyarakat dengan cara memberikan like dan komen video di Reels Instagram @mandala_fin.
“Puncaknya adalah pengumuman 4 orang pemenang utama dengan jumlah likes terbanyak. Yang sudah aktif memberikan like dan komen juga dipilih sebagai Lucky Voters, sebanyak 5 orang pemenang,” katanya.
Berikut adalah kisah inspiratif dari empat pejuang kehidupan pemenang 24 Pejuang Mandala:
Jalan Keluar Pasti Ada
Perjuangan keras yang dilakukan seorang ibu bernama Ayi Yulianty asal Tasikmalaya, Jawa Barat, tatkala suaminya terkena PHK bisa menjadi satu contoh bahwa jalan keluar pasti ada. Kala itu, momentum seleksi tes CPNS 2019 dibuka untuk posisi guru bahasa Inggris tingkat SMP di Garut. Belajar larut malam setelah sang anak tidur, hingga berjibaku dengan urusan rumah-tangga yang tiada habisnya.
Nyatanya pengorbanan itu mampu meloloskannya sebagai peringkat wahid dari 145 orang pelamar tes tersebut. Hingga akhirnya pengangkatan dilakukan pada Januari 2021 setelah tertunda pandemi. Tak usai di situ, dengan kondisi keuangan yang terbatas, selain dihadapkan oleh cicilan rumah dan kebutuhan anak, ia harus mengurus kepindahan domisili ke Garut, sekolah negeri tempat ia bekerja.
“Saya juga berharap mudah-mudahan ada orang lain juga yang termotivasi bahwa kita bisa bangkit menjadi pribadi yang lebih baik tanpa harus mengeluh dan tidak melakukan apa-apa,” ujar Ayi Yulianty.
Tantangan Bukan Hambatan
Kisah ini dialami Annisa Nurul ketika ubah haluan mata pencaharian saat anaknya membutuhkan biaya operasi. Profesi klotokan sebagai Event Organizer (EO) ‘disulap’ menjadi usaha kain batik. Pandemi telah membuat banyak usaha semacam EO tiarap total karena protokoler kesehatan.
Sebagai penjual kain batik, Annisa dihadapkan pada tantangan akan modal awal, cara pemasaran, membuka segmen pasar baru, hingga mengatur keuangan yang pas-pasan. Keberanian mengambil risiko tentu tidak mudah dilakukan.
“Berani mengambil risiko, salah satunya berani memberikan harga kepada customer di bawah harga pasar. Walaupun untungnya sedikit tetapi lancar dan continue, apalagi sekarang ini, beda seribu Rupiah saja pelanggan bisa pindah. Kalau saya berprinsip bahwa kita perempuan harus punya skill dan kemampuan. Setiap perempuan itu pasti punya bakat. Bakat itulah yang harus diperdalam,” kata Annisa.
Asah Bakat Bisnis Selagi Muda
Tidak ada salahnya memulai berjualan selagi masih di bangku sekolah. Asalkan mampu membagi waktu antara keutamaan sekolah dengan bisnis yang dijalankan sebagai sampingan. Seperti yang dilakukan Rafida Aulia, pelajar SMA di Tangerang Selatan, yang membuka bisnis ikat rambut berbahan kain (scrunchie) di tengah pandemi ini. Meski barang yang dijualnya bukanlah kebutuhan pokok, Rafida terus konsisten menggunakan bakat menjahitnya yang memang sejalan dengan bisnis yang ia buka.
Dengan modal awal hanya satu juta Rupiah, perlahan ia membuka pasar dari pertemanan di sekolah hingga masuk ke platform media sosial. “Yang penting mau mencoba dan jangan cepat putus asa. Harus pintar-pintar juga untuk melakukan promosi,” ujar Rafida.
Jeli Lihat Peluang di Setiap Situasi
Siapa bilang pandemi tidak memunculkan peluang bisnis baru. Ada kebutuhan baru yang muncul dari sebuah situasi, salah satunya yang dilakukan Cindy Putri Arinta dengan berbisnis konektor atau penghubung tali masker. Bahkan tanpa modal berarti, Cindy hanya mengumpulkan sisa benang dari aktivitas merajut sang ibu, lalu ia kreasikan dengan tambahan mutiara atau kancing dengan modal sekitar Rp25 ribu. Dari kerja kerasnya, ia mampu menjual kurang lebih hingga 150 buah tiap bulan secara online.
“Mulai aja dulu, hasilnya dapat berapa nanti saja. Yang penting harus ada niat dan pandai melihat peluang. Misalnya, saat ini apa sih yang dibutuhkan masyarakat. Waktu itu juga sempat kepikiran mau menyerah tetapi saya menekankan ke diri sendiri untuk terus coba saja dulu,” ucap Cindy.