Jakarta, Gatra.com - Pemerintah berkomitmen untuk terus mengurangi kesenjangan digital yang terjadi di Indonesia, khususnya di Provinsi Papua dan Papua Barat. Geliat pembangungan infrastruktur di bidang telekomuniaksi pun menjadi salah satu wujud nyata mengatasi hal tersebut.
“Dua provinsi ini memiliki rencana aksi cepat yang terfokus pada pembangunan jaringan back bone Palapa Ring Timur, BTS 4G dan akses internet. Ke depannya akan makin lengkap dengan kehadiran satelit multifungsi SATRIA dan solusi ekosistem digital untuk pengembangan SDM setempat,” ujar Kadiv Infrastruktur Lastmile Backhaul BAKTI, Feriandi Mirza, Kamis (9/12).
Menurutnya, Palapa Ring Timur yang dibangun sepanjang 7.003 km mengusung teknologi radio microwave untuk wilayah pegunungan dan fiber optic di darat dan laut. Kombinasi teknologi itu diterapkan karena kondisi alam Papua yang sangat beragam dengan luas daratan dan banyaknya pegunungan tinggi.
“Saat ini jaringan Palapa Ring sudah melalui 41 kota dan kabupaten di Provinsi Papua dan Papua Barat,” katanya.
Terkait pembangunan infrastruktur BTS, lanjutnya, BAKTI akan membangun 5.204 BTS 4G di kedua provinsi ini selama kurun waktu 2021-2022 yang terbagi dalam tiga paket pembangunan. Program ini mendongkrak jauh ketersediaan BTS yang sebelumnya hanya terdapat 457 BTS seluruh wilayah Papua.
Total anggaran yang disediakan tahun 2021 ini khusus untuk pembangunan BTS mencapai Rp11 hingga 12 triliun yang bersumber dari pendanaan PNBP non blu dan Rupiah Murni.
“BAKTI masih mengacu para program awal 1 desa 1 BTS. Kondisi Papua memang ‘istimewa’ dengan kondisi geografis dan sebaran penduduknya. Mungkin 1 BTS di beberapa desa akan terasa kurang karena penduduknya yang tinggal terpencar. Namun, paling tidak untuk sementara ini di setiap desa sudah terbangun BTS. Harapannya, ini merupakan trigger sehingga kelak dapat menarik operator untuk membangun BTS tambahan di wilayah tersebut jika sudah banyak permintaan dari masyarakat,” ujarnya.
Harapan adanya akses telekomunikasi yang lebih baik pun sudah lama dirasakan masyarakat Provinsi Papua dan Papua Barat.
Hal ini diungkapkan oleh Kadis Kominfo Papua, Jeri Agus Yudianto dalam acara webinar yang diselenggarakan oleh BAKTI Kominfo secara virtual, Rabu lalu.
“Kalau dahulu internet hanya dianggap hiburan semata, kini sudah menjadi gaya hidup. Sudah banyak anak muda lokal yang membuat komunitas influencer, gamer dan aktif membuat konten. Masyarakat pun semakin cepat protes ke kantor kami jika ada kendala internet. Ini jauh berbeda dengan kondisi dahulu yang tidak begitu peduli jika pengerjaan perbaikan jaringan lama dilakukan. Sepertinya internet sudah mulai jadi kebutuhan utama,” ujarnya.
Jeri yang sudah 20-an tahun tinggal di Papua merasakan betul bagaimana perkembangan kondisi telekomunikasi di daerahnya. Setelah tahun 2019, wilayah di bagian tengah Papua mulai merasakan kehadiran internet, meski cakupannya masih terbatas di ibu kota kabupaten saja.
“Ini berkat kehadiran jaringan Palapa Ring Timur yang melengkapi teknologi satelit/VSAT dan jaringan kabel bawah laut SMPCS (Sulawesi Maluku Papua Cable System) warisan Telkom. Ke depannya desa-desa pun akan terhubung lewat BTS 4G yang tersebar merata,” katanya.
Terkait akses internet untuk layanan publik di Provinsi Papua dan Papua Barat, BAKTI menggunakan solusi teknologi fiber optic di 47 titik dan VSAT di 1.189 titik lokasi. Kehadiran layanan publik ini paling besar dimanfaatkan untuk sektor pedidikan, kesehatan dan kantor pemerintahan. Penambahan lokasi baru akses internet di tahun 2021 untuk kedua provinsi ini mencapai 1.882 lokasi di Papua dan 211 lokasi di Papua Barat.
Banyaknya pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Provinsi Papua dan Papua Barat yang terjadi selama tahun 2021 ini belum berhasil mendongkrak daya saing digitalnya jika dibanding dengan provinsi lain di Indonesia.
Meski nilai dari setiap parameter di Ev-Digital Competitiveness Index-nya menunjukan adanya peningkatan, namun Papua masih memegang posisi juru kunci di peringkat 34 dan Papua Barat di posisi 30.
Membangun infrastruktur di Papua memang tidak mudah. Tantangan alam yang ‘istimewa’ melebihi daerah lain di Indonesia membutuhkan komitmen dan kerja ekstra yang harus dilakukan bersama antara pemerintah pusat yang diwakili oleh BAKTI Kominfo dan pemerintah daerah.
“Harapannya ke depan masyarakat Papua juga dapat merasakan manfaat kehadiran telekomunikasi seperti daerah lain. Jadi, bukan hanya manfaat dasar saja, tapi juga manfaat turunan seperti peningkatan ekonomi pemberdayaan UMKM lokal,” katanya.
Data tahun 2019-2020 pada kuartal 2 menunjukan pengguna internet aktif di Indonesia berjumlah 196,71 juta jiwa atau sebesar 73,7 persen dari total penduduk 266,91 juta jiwa sebagian besar berada di Pulau Jawa dan Sumatera.
Pulau Jawa sebagai pulau terpadat memiliki tingkat penetrasi internet mencapai 41,7 persen dan Sumatera 16,2 persen. Kondisi ini berbanding terbalik dengan wilayah lainnya, seperti Kalimantan 4,6 persen, Sulawesi 5,1 persen, Bali dan Nusa Tenggara 3,9 persen, serta Maluku dan Papua yang hanya 2,2 persen saja.
Studi dari Boston Consulting Group (BCG) tahun 2017, mencatat ada sekitar 150 ribu lokasi fasilitas publik yang belum terlayani internet. Mulai dari layanan pendidikan, kesehatan, kantor pemerintahan, markas pertahanan dan keamanan, pariwisata dan lainnya.
Bahkan, masih banyak area blank spot yang tidak terjamah sinyal di Indonesia meski sudah 20 tahun berlangsungnya privatisasi layanan telekomunikasi. Kondisi inilah yang membuat ICT Development Index Indonesia menduduki rangking ke-111 dari 176 negara di dunia. Kalah jauh dari negara-negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand.
Mengatasi kesenjangan digital yang terjadi di Indonesia, khususnya di Provinsi Papua dan Papua Barat, Kementerian Komunikasi dan Informatika lewat Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) menggarap program konektivitas digital, khususnya di wilayah 3T (terdepan, teluar dan tertinggal).
Ini sejalan dengan Inpres No. 9 tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraaan di Provinsi Papua dan Papua Barat.