Banyumas, Gatra.com – Pemerintah Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah terus berupaya menggenjot perolehan pendapatan asli daerah (PAD) sebagai upaya strategis dalam rangka menutup berkurangnya penerimaan dari pemerintah pusat, akibat refocusing anggaran selama pandemi Covid-19.
Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi meminta seluruh jajaran OPD pengelola pendapatan segera melakukan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), usai melaksanakan audit kinerja optimalisasi PAD beberapa waktu lalu. Salah satunya dengan melakukan kajian terhadap potensi pendapatan daerah yang ada.
“Ada sejumlah rekomendasi BPK yang wajib dilakukan OPD pengelola pendapatan. Misalnya kita membuat target pendapatan atau target pajak tahunan belum ada kajian yang jelas sehingga saat target tidak tercapai bisa diketahui apa penyebabnya. Mulai 2022 nanti secara bertahap kita lakukan kajiannya,” kata Bupati Tiwi, Senin (6/12).
Selain itu, dia juga meminta OPD melakukan updating regulasi terkait pendapatan yang sudah mengalami offdate atau kedaluwarsa. Updating regulasi diperlukan agar tarif retribusi dapat dilakukan penyesuaian.
“Tarif retribusi menurut BPK wajib dilakukan kajian ulang setiap tiga tahun. Sehingga kita bisa melakukan penyesuaian tarif retribusi meski nantinya dilakukan secara bertahap,” jelasnya.
Bupati Tiwi juga akan melakukan pengkajian terhadap sejumlah asset milik pemda yang selama ini belum maksimal dalam menyumbang pendapatan daerah. Upaya-upaya itu nantinya akan menjadi dasar dalam rangka optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dia menjelaskan, tahun 2021 ini, hingga 29 Nopember 2021 relalisasi pendapatan Purbalingga baru mencapai Rp 93,8 miliar dari pagu pendapatan Rp 97,098 miliar atau 96,65 persen.
Meski sejumlah OPD telah dapat merealisasikan potensi pendapatanya melebihi target seperti Dinrumkim (120,07 persen), kemudian DLH (105,09 persen) dan Dinnaker (199,33 persen).
Sejumlah OPD mengaku optimis mampu merealisasikan pendapatanya di akhir tahun anggaran. Sedangkan Dinas Pemuda Olah Raga dan Pariwisata (Dinporapar) menjadi OPD terparah yang terkena dampak Covid-19, karena seluruh potensi pendapatanya terkait dengan pembatasan bahkan penutupan even olah raga, pariwisata dan hiburan.