Jakarta, Gatra.com – Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eko Budi Lelono, menyampaikan catatan aktivitas Gunung Semeru selama satu bulan jelang hingga meletus atau erupsi.
“Pengamatan secara visual pada 1-30 November 2021, sebelum kejadian ini, gunung api terlihat jelas hingga tertutup kabut, teramati hembusan gas dari kawah utama warna putih dan kelabu dengan intensitas sedang-tebal, tingginya 100-600 meter dari puncak,” kata Eko dalam konferensi pers virtual bersama BNPB pada Sabtu malam (4/12).
Eko melajutkan, kondisi di Gunung Semeru kerap hujan, tiupan angin lemah, dan suhu udara lebih kurang berkisar 20-32 derajat celcius. Kondisi yang terjadi tidak merus menghasilkan kolom erupsi berwarna kelabu dengan tinggi maksimum 300-600 meter di puncak kawah.
“Hari ini, awan panas terjadi, luncuran 1.700 meter dari puncak atau 700 meter dari ujung aliran lava dengan arah luncuran ke tenggara. Pascaterjadi awan panas dan guguran lava dengan jarak dan arah luncuran tidak teramati,” ucapnya.
Sedangkan pada Sabtu, 4 Desembeer 2021, mulai pukul 13.30 WIB terekam getaran banjir pada sesmograf. Kemudian pada pukul 14.30, teramati awan panas guguran dengan jarak luncur 4 kilometer dari puncak atau 2 kilometer dari ujung airan lava ke arah tenggara, yakni ke Sungai Besuk Kobokan.
Adapun dari sisi kegempaan, lanjut Eko, terekam mulai tanggal 1 sampai dengan 30 November 2021 didominasi oleh gempa letusan degan rata-rata 50 kejadian per hari. Sedangkan dari 1-3 Desember 2021 terekam gempa guguran masing-masing 4 kali, dan kemudian teramati terjadi gempa vulkanik dalam dan dangkal serta tremor dengan jumlah sangat rendah.
“Dari pengamatan hasil pengamatan visual ini menunjukkan kemuculan guguran dan awan panas guguran diakibatkan ketidakstabilan endapat lidah lava dan interaksi batuan yang bersuhu lebih tinggi dengan air hujan,” ungkapnya.
Menurut Eko, aktivitas yang terjadi pada tanggal 1 sampai dengan 4 Desember 2021 ini merupakan aktivitas permukaan. Dari kegempaan, tidak menujukkan gempa-gempa yang berasosisi degan suplai magma atau batuan segar ke permukaan.
“Dari sisi potensi acaman bahaya erupsi Gunung Semeru berupa lontaran batu pijar di sekitar puncak. Sedangkan material lontaran berukuran abu dapat tersebar lebih jauh, tergantung arah dan kecepatan angin,” katanya.
Potensi ancaman lainnya, lanjut Eko, berupa awan panas guguran dan guguran batuan dari kubah atau ujung lidah lava ke sektor Tenggara dan Selatan dari puncak. Jika terjadi hujan dapat terjadi lahar di sepanjag aliran sungai yang berhulu di daerah pucak Semeru.
“Oleh karena itu, berdasarkan hasil pemantauan visual dan insturmetal tadi, kami simpulkan, potensi ancaman bahayanya maka tingkat aktivitas Gunung Semuru masih ditetpkan di level II atau Waspada,” katanya.