Jakarta, Gatra.com – Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) terus berbenah melakukan transformasi digital pada usianya ke-44 tahun. Transformasi digital badan arbitrasi tertua dan terbesar di Indonesia ini merupakan keniscayaan untuk menjawab tantangan zaman, termasuk pandemi Covid-19.
Ketua BANI, Anangga W. Roosdiono, dalam keterangan pada Sabtu (4/12), menyampaikan, pademi Covid-19 kian mendorong BANI untuk melakukan digitalisasi dalam menagani dan memutus sengketa bisnis yang diajukan para pihak kepada BANI untuk diadili di luar pengadilan.
Menurut Anangga, pada usia 44 tahun BANI telah memutus lebih dari seribu perkara sengketa bisnis yang terjadi di Indonesia. Digitalisasi dilakukan agar penanganan perkara sesuai tenggat waktu sekalipun pada masa pandemi Covid-19 yang membatasi persidangan luring.
“Masa pandemi ini kami memberikan pilihan kepada para pihak untuk mengadakan sidang secara fisik [luring] atau virtual [daring],” ungkapnya.
Ia melanjutkan, jika para pihak memilih sidang secara luring, BANI yang didirikan oleh Kamar Dagang Indonesia (KADIN) ini telah membuat protokol yang disempurnakan dan disesuaikan dengan protokol kesehatan yang berlaku.
Selain transformasi digital, lanjut Anangga, BANI yang merayakan HUT ke-44 pada Selasa (30/11), bertekad bisa sejajar dengan lembaga arbitrase di luar negeri, dan terus berusaha keras agar tetap menjadi suatu badan arbitrase yang terpercaya dan mempunyai kredibilitas di tingkat nasional dan internasional.
Menurutnya, usia 44 tahun ini mempunyai arti sangat penting bagi eksistensi BANI, salah satunya adanya putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan peninjauan kembali perkara gugatan yang diajukan oleh pihak-pihak yang berusaha menggoyahkan eksistensi BANI.
Sementara itu, Wakil Ketua BANI, Huala Adolf, mengatakan, BANI telah mempunyai peraturan dan prosedur penyelesaian sengketa arbitrase secara elektronik yang dituangkan dalam Surat Keputusan BANI Nomor 20.015/V/SK-BANI/HU tentang Peraturan dan Prosedur Penyelenggaraan Arbitrase Secara Elektronik.
Meski demikian, lanjut Haula, BANI harus terus berinovasi dan menyiapkan infrastruktur teknologi yang memadai untuk menunjang perkembangan arbitrase elektronik tersebut.
“Perlu kita lengkapi juga infrastruktur teknologinya karena aturan hukum ke depan bukan hanya menyangkut mengenai perangkat, azas, dan proses, tetapi juga teknologi,” kata pria yang juga menjadi guru besar Fakultas Hukum Unpad itu.
Dalam memperingati HUT ke-44 ini, BANI melakukan sejumlah kegiatan yang berlangsung sejak media November 2021, mulai dari penandatanganan MoU dengan Universitas Pelita Harapan (UPH) hingga beberapa webinar yang berkaitan dengan arbitrase.
Sedangkan pada hari puncak HUT pada 30 November kemarin, dilakukan peluncuran buku "Kompilasi Tulisan Para Arbiter, Akademisi dan Praktisi Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa” yang ditulis oleh 26 orang arbiter, akademisi dan praktisi.
Setelah itu, dilanjutkan dengan Webinar bertajuk “Arbitrase di Era Digital” yang dipandu oleh Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), Ida Nurlinda. Sebagai narasumber, ada empat orang dari berbagai latar belakang, yaitu Ahmad M. Ramli, Eri Hertiawan, Garuda Wiko, dan Dhaniswara K. Harjono.
Dalam paparannya yang komprehensif, Ahmad M. Ramli menyampaikan topik Arbitrase Pasca Pandemi, dan Fenomena Arbitrase yang Dipercepat (Expedited Arbitration). Selanjutnya, praktisi dan advokat senior Eri Hertiawan memaparkan pengalamannya. Persidangan secara online tidak hanya dibutuhkan saat pandemi, tetapi sudah menjadi mekanisme yang tidak terelakkan di masa kini dan mendatang.
Menurutya, dunia arbitrase kini harus bersinergi dengan bidang lain, misalnya real-time transcript, recording, evidence presentation, e-bundle, dan platform untuk virtual hearing.
Garuda Wiko menyampaikan pandangannya bahwa pola sengketa dalam ekonomi digital membawa dua isu yang mengemuka. Pertama, kesiapan forum arbitrase dalam penyelesaian sengketa yang berorientasi pada ekonomi digital. Kedua, adopsi teknologi ekonomi digital di dalam prosedur arbitrase itu sendiri.
Dari sudut pandang pengusaha, narasumber Dhaniswara K. Harjono menyampaikan tantangan ekonomi digital di Indonesia, dan kemudian bagaimana arbitrase dalam ekonomi digital mengatasi tantangan tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, Dhaniswara menyebutkan, KADIN sebagai pendiri BANI tetap konsisten mendukung BANI sebagai pilihan utama para pelaku bisnis dan mendorong para anggota KADIN untuk menyelesaikan sengketa secara damai di luar pengadilan, salah satunya adalah melalui arbitrase di BANI.