Pati, Gatra.com - Penghuni lokalisasi Lorok Indah (LI) di Kecamatan Margorojo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Jateng), menolak bangunan di kawasan tersebut diratakan dengan tanah. Menyusul rencana pemerintah daerah (Pemda) untuk mengembalikan area tersebut sebagai lahan pertanian berkelanjutan.
Ketua Paguyuban Lorok Indah, Mastur mengatakan, warga belum bisa menerima jika bangunan di lokalisasi tersebut dirobohkan. Alasannya, karena sebagian besar bangunan dipakai untuk tempat tinggal warga, selain digunakan sebagai tempat usaha.
"Rekan-rekan belum bisa menerima dengan sepenuhnya. Karena rumah-rumah itu tempat tinggal kami. Jadi kalau itu dirobohkan, nanti kami tidak punya rumah lagi. Terus bertempat di mana. Biar pun tidak aktivitas, tetapi rumahnya bisa ditempati untuk rumah tangga itu saja," ujarnya selepas audiensi antara Pemkab, Paguyuban LI di Aula Sarja Arya Racana Polres Pati, Jumat (3/12).
Disinggung mengenai kebulatan tekad Pemda untuk menutup kawasan prostitusi LI dan mengembalikan ke fungsinya sesuai aturan, pihaknya mengaku bakal mencoba melakukan pendekatan lagi, agar diberi kelonggaran.
"Permintaan jangan sampai dirobohkan, saya belum bisa memberikan keputusan, jadi kami musyawarahkan dahulu dengan warga lainnya ya. Minta tolong dengan pendekatan, memang kan hidupnya di dalam situ," jelasnya.
Dalam pandangan yang berbeda, Bupati Pati Haryanto menegaskan, sudah tidak ada toleransi dan bersikukuh untuk mengembalikan area lokalisasi tersebut ke fungsi asalnya, yaitu lahan pertanian berkelanjutan.
"Kami pahamkan lagi pada penghuni LI bahwa keberadaan tempat tersebut melanggar ketentuan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sebab itu sebetulnya lahan pertanian berkelanjutan," terangnya.
Sejauh ini, sebagian penghuni LI memang merasa keberatan apabila bangunan di sana dibongkar. Ini dikarenakan mereka punya tempat usaha di sana, mulai dari laundry hingga budidaya jamur.
"Terkait yang punya usaha itu, Pak Wakil Bupati pun punya solusi agar mereka mau pindah. Sebetulnya sudah tidak ada persoalan. Tapi kalau mereka masih mau mempertahankan prostitusi, karaoke, atau salon di sana, memang tidak bisa. Kalau saya biarkan, nanti malah justru saya yang melanggar peraturan, karena itu lahan hijau berkelanjutan. Kalau mau dipakai untuk perumahan atau industri, ya saya suruh bikin izinnya saja, saya suruh melengkapi. Karena ini berkaitan UU, saya tidak berani," tegasnya.
Dijelaskan, pihaknya sudah memberi peringatan sampai tiga kali pada para penghuni untuk mengosongkan area LI jauh hari. Sedangkan saat ini tinggal peringatan untuk mengambil barang-barang yang masih bisa dimanfaatkan. Bila sampai 31 Desember tidak ditindaklanjuti, maka dengan terpaksa akan dilakukan tahapan berikutnya.
Haryanto menyadari, penghuni LI pasti punya rasa kecewa karena untuk mendirikan bangunan di sana, mereka sudah mengeluarkan biaya. Namun ia kembali menegaskan bahwa bagaimanapun, ini melanggar, mau tidak mau harus ada penataan, sebab semua hidup di negara hukum.
Wakil Bupati Saiful Arifin menambahkan, dirinya memiliki solusi untuk para penghuni LI. Khususnya mereka yang merasa keberatan atas penutupan kompleks lokalisasi tersebut, lantaran memiliki tempat usaha nonprostitusi.
"Ada yang usaha laundry, kita bisa pindahkan alatnya ke tempat lain yang sesuai. Nanti saya kasih orderan. 50 persen kebutuhan laundry hotel kami (The Safin Hotel) bisa diberikan ke dia. Kemudian tadi ada yang bilang punya usaha rumah jamur. Saya kasih tempat. Saya punya tempat di Tayu. Boleh, silakan dipakai untuk bikin rumah jamur di sana. Itu jadi solusi terbaik menurut saya. Saya kasih solusi mudah kalau mau berusaha di tempat lain. Tapi kalau mau usaha prostitusi ya tidak boleh," bebernya.