Home Pendidikan Anak Tidak Sekolah di Purbalingga Masih Terbilang Tinggi

Anak Tidak Sekolah di Purbalingga Masih Terbilang Tinggi

Banyumas, Gatra.com – Tingginya angka tidak sekolah usia 7-18 tahun, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purbalingga, Jawa Tengah (Jateng), kembali meluncurkan program percepatan Penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS), yakni 'Gerakan Mageh Padha Sekolah (GMPS).

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Kabupaten Purbalingga, Drs Suroto MSi menyebut, berdasar data Susenas, pada 2020 di Purbalingga, terdapat 20.283 anak usia 7-18 tahun tidak sekolah.

Oleh karenanya, program GMPS ini diharapkan dapat memfasilitasi anak usia sekolah agar minimal berijzah sekolah menengah atas (SLTA). “Gerakan ini dilakukan agar anak usia sekolah belum sekolah, putus sekolah dan yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang minimal tingkat menengah atas dapat kembali ke sekolah,” katanya, Jumat (3/12).

Suroto mengungkapkan,  Untuk merekonfirmasi keberadaan ATS dan mengetahui penyebab tidak sekolah, dilakukan pendataan melalui SIPBM (Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat) di 4 desa piloting yaitu Desa Jatisaba, Kertanegara, Panusupan dan Kembangan. “Tahun 2022 rencana akan dilakukan perluasan replikasi penanganan ATS ke seluruh desa di Purbalingga guna mempercepat penurunan ATS,” ujarnya.

Selain membentuk Tim GMPS, Pemda juga pemberian Bantuan Sosial Beasiswa Kurang Mampu untuk Anak Usia Sekolah Tidak Sekolah (AUSTS) demi percepatan penanganan. Khususnya untuk SD/MI, SMP/MTs dan Kejar Paket A/B di Purbalingga tahun 2021. “Jumlah penerima sebanyak 1132 anak ditambah 15 anak hasil pendataan SIPBM di 4 desa piloting,” ungkapnya.

Hingga hari ini, kata dia, total jumlah anak hasil pendataan di empat desa piloting yang sudah terdaftar di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebanyak 31 orang. Rinciannya kejar paket A/B 15 orang dan kejar paket C 16 orang.

Sementara, Sekretaris Daerah Kabupaten Purbalingga, Herni Sulasti SH MH CFrA menjelaskan bantuan AUSTS sudah diberikan oleh Pemkab Purbalingga sejak 2016 dengan akumulasi sebanyak 3732 penerima dengan anggaran total Rp9,1 miliar hingga 2020.

“Tahun 2021 kami juga masih menganggarkan Rp1,5 miliaruntuk ATS dan anak beresiko putus sekolah baik dari level SD, SMP dan juga kelompok belajar / kejar paket A setara SD maupun B setara SLTP. Selain bantuan ATS, juga ada kegiatan beasiswa pendidikan untuk pendidikan tinggi dan pesantren dalam rangka membantu siswa untuk tidak putus sekolah,” ujarnya.

Angka ATS yang tinggi di Purbalingga, yang memengaruhi angka rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah tentu akan berpengaruh pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Oleh karenanya penanganan ATS tetap jadi prioritas Pemkab Purbalingga.

Tim GMPS akan mendapatkan pendampingan dari Unicef dengan mitranya Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Semarang, beserta para fasilitator. Arah kebijakannya yakni mengembalikan anak putus sekolah ke sekolah formal, mendorong semakin banyak terbentuk dan beroperasinya PKBM guna memperluas layanan sekolah melalui kejar paket serta pendidikan kecakapan hidup (life skill) untuk menunjang kemampuan ekonominya dalam mengarungi kehidupan sehari-hari.

“Untuk mewujudkan sukses penanganan ATS, saya minta agar Dinpermasdes dan unsur dari desa untuk ikut mendampingi. Dindikbud diminta untuk memantau, memfasilitasi serta kolaborasi dengan Dindikbud Jateng untuk memastikan anak dapat menyelesaikan sekolahnya. Secara berkala kami akan mengevaluasi progres penanganan ATS ini,” imbuhnya.

Kepala Perwakilan Unicef Wilayah Jawa-Bali, Ermi Ndoen mengungkapkan, GMPS merupakan gerakan moral bersama untuk memenuhi cita-cita anak-anak, untuk mempunyai hak pendidikan yang sama. "Kami tidak melihat angka 20.283 (ATS), tapi kami berfikir bahwa tidak boleh satu anak pun di Purbalingga, yang tidak mendapatkan hak pendidikannya," katanya.

1384