Yogyakarta, Gatra.com - Melimpahnya produk herbal di Indonesia harus diikuti dengan pendokumentasian dan riset yang kuat. Dengan begitu, kekayaan produk herbal Nusantara dapat digali dan dikembangkan menjadi jamu, produk obat herbal berstandar, atau produk fitofarmaka yang punya khasiat kesehatan sekaligus berdampak ekonomi.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito saat membuka 'Sarasehan Jamu Nusantara: Jejak Empiris dengan Dukungan Iptek Menuju Kemandirian di Bidang Kesehatan' di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (2/12).
"Sarasehan ini salah satu upaya BPOM menggali potensi keanekaragaman hayati, dengan mendokumentasikan, mendiskusikannya, dan menindaklanjutinya dengan penelitian," katanya.
Menurut dia, masih banyak produk herbal dan produk natural di berbagai daerah di Indonesia yang belum diketahui publik, sehingga tak dapat dimanfaatkan dan dikembangkan.
Yogyakarta dapat menjadi contoh daerah yang mendokumentasikan jamu dan produk herbal secara baik. Untuk itu, sarasehan perdana ini digelar di Yogyakarta dan akan dihelat di berbagai daerah lain.
"Jadi wilayah lain bisa belajar banyak tentang pendokumentasian jamu dan produk herbal sehingga dapat ditindaklanjuti pengembangannya," kata Penny.
Ia menyatakan BPOM siap membantu pengembangan jamu dan produk obat herbal di semua wilayah, terutama dengan memberi pendampingan bahkan izin edar.
"Namun yang terpenting kami butuh data empiris yang terdokumentasikan. BPOM di tiap wilayah akan membantu sebagai mitra. Setelah dokumentasi akan ada tahapan-tahapan. Mulai dari penelitian, dari jamu kemudian kalau data cukup ada riset dan uji praklinik sebagai produk obat herbal standar, sampai tahap uji klinik pada manusia sebagai fitofarmaka," tuturnya.
"Melalui penelitian, produk herbal dan produk natural akan memiliki nilai tambah. Perjalanan kita masih panjang, tapi harus dilakukan bersama," kata dia.
Dengan langkah tersebut, produk herbal akan punya manfaat kesehatan sekaligus mendukung kemandirian bangsa di bidang kesehatan. Apalagi di masa pandemi ini saat kebutuhan akan produk herbal melonjak dan punya potensi dikembangkan sebagai pengganti obat kimia.
Jika potensi itu terus ditindaklanjuti, produk herbal juga mampu mendorong perekonomian melalui ekspor produk dan wisata kesehatan atau wellness tourism.
"Outputnya nanti perubahan jumlah produksi obat bahan alam yang berkualitas dan punya daya saing, sehingga juga bisa diekspor. Jadi ada manfaat kesehatan dan manfaat ekonomi. Mudah-mudahan setelah pandemi, kita juga bisa membangun wellness tourism," katanya.
Dalam sambutannya, Gubernur DIY melalui Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji menyatakan, pengobatan dengan jamu dan produk herbal telah digunakan masyarakat kita secara turun temurun sejak jaman dahulu. Hal ini terekam dalam sejumlah jejak sejarah.
Seperti di relief Candi Borobudur tampak orang sedang menghancurkan bahan alam untuk membuat jamu. Jamu disebut di sejumlah candi dans serat, termasuk di Serat Centini," katanya.
Menurutnya, jamu menjadi cerminan budaya bangsa dan warisan budaya bernilai tinggi sehingga perlu dilestarikan dan mampu mendorong ekonomi masyarakat.
"Sarasehan BPOM ini besar harapan kami menjadi sinergi dalam kebijakan produksi jamu dengan dukungan iptek sehingga menberi nilai tambah pada jamu, obat herbal berstandar, dan fitofarmaka," kata Aji.
Selain sarasehan, di acara ini juga diserahkan secara simbolis sertifikat nomor izin edar dan bantuan kepada pelaku usaha produk herbal tradisional, termasuk penempelan stiker pada tukang jamu gendong sebagai tanda pendampingan BPOM kepada produsen jamu tradisional.
Sarasehan diikuti berbagai kalangan seperti produsen jamu dan produk herbal, asosiasi dan pengusaha, hingga akademisi. Selain itu, sejumlah produk herbal unggulan UMKM juga dipamerkan.