Kudus, Gatra.com - Mahasiswa Universitas Muria Kudus (UMK) Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, mempunyai cara unik untuk menangani persoalan sampah yang semakin mengancam kelestarian alam. Yakni dengan menciptakan alat pengolah sampah plastik menjadi minyak.
Dosen Pembimbing, Ratri Rahmawati mengatakan, tiga mahasiswanya sukses membuat sampah organik menjadi briket. Meski, kedua alat tersebut diakuinya memang masih butuh penyempurnaan. Sehingga kedepannya masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, agar bisa maksimal.
"Proyek ini ternyata dilirik pihak Kroasia. Harapanya nanti dengan alat ini, nantinya ada jalinan kerja sama dengan pihak dari Kroasia," ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima Gatra.com, Rabu (1/12).
Berkat temuan ini, lanjutnya, mahasiswa yang masing-masing bernama Dimas Apriadi, M Habib Syafa arif, dan M Rizal Ainul Ubab berhasil mengantongi medali emas World Invention and Technology Expo (Wintex) 2021 pada 17 November 2021 lalu.
"Temuan itu diberi nama West, singkatan dari Waste-Energy Station. Timnya adalah tiga mahasiswa tersebut," kata dosen Teknik Mesin UMK itu.
Ketua Tim, Dimas Apriadi menuturkan, munculnya ide membuat kedua alat tersebut, bermula ketika melihat banyaknya sampah yang ada dan sampai saat ini masih belum ada solusi itu untuk mengatasinya. Muncullah ide untuk membuat alat tersebut.
"Sebelumnya memang diskusi dengan dosen, akhirnya muncul ide bagaimana mengatasi sampah," sebutnya.
Ada dua alat yang diciptakan untuk mengolah sampah. Satu alat untuk memproses sampah plastik menjadi fuel atau minyak, alat kedua untuk mengolah sampah organik menjadi briket.
Timnya yakin plastik bisa dijadikan minyak karena secara teori, plastik merupakan bahan turunan paling bawah dari minyak bumi. Sehingga pasti bisa diolah menjadi minyak, tergantung alat dan cara pengolahannya.
"Dari teori itu, kami diskusi untuk membuat alatnya," terangnya.
Untuk alat pengolah sampah plastik, terdiri dari tiga tabung untuk memproses. Tabung pertama berupa tabung pembakaran plastik. Setelah dibakar, gas hasil pembakaran masuk kedalam tabung kedua atau kondensor.
Di tabung kondensor terdapat dua selang, selang pertama dari pembakaran masuk ke tabung kedua dan diproses menjadi cair atau minyak, selang kedua sisa gas yang tidak bisa cair masuk ke tabung ketiga. Tabung ketiga berisi gas yang nantinya dilepas, namun sebelumnya dinetralisir terlebih dahulu di tabung ketiga.
"Ditabung kedua didalamnya ada tabung lebih kecil, disela tabung luar dan dalam ada air yang digunakan untuk mempercepat perubahan gas menjadi cair," ungkapnya.
Untuk alat tersebut memang masih perlu disempurnakan lagi, agar gas yang masuk tabung ketiga bisa berkurang. Sehingga hasil minyaknya bisa lebih banyak. Sedangkan untuk sisa pembakaran plastik, bisa diolah menjadi batako atau paving.
Sementara untuk alat pengolah sampah organik menjadi briket, ada empat alat terpisah. Pertama berupa penampung sampah, tempat pembakaran, tempat pres hasil pembakaran dan pencetak briket.
Prosesnya hampir sama, pertama dilakukan pembakaran, hasilnya lalu di pres selanjutnya dicetak menjadi kotak kecil menjadi briket atau arang.
"Dengan hasil briket, nantinya bisa digunakan untuk memasak atau lainnya, sampah pun tidak dibuang begitu saja, lingkungan bisa lebih bersih," jelasnya.
Dia berharap, kedepan semua desa bisa memiliki alat tersebut, sehingga penanganan sampah bisa dilakukan di setiap desa. Alat tersebut diharapkan bisa mengurangi limbah sampah yang ada.