Palembang, Gatra.com - Upah Minimum Kota (UMK) Palembang tahun 2022 telah ditetapkan Dinas Ketenagakerjaan Kota Palembang bersama sejumlah anggota Dewan Pengupahan kota setempat, sebesar Rp3.289.409. Jumlah tersebut naik Rp19 ribu dibanding tahun ini.
Dewan Pengupahan Palembang dari Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Ali Hanafiah, mengatakan hasil rapat UMK terdapat kenaikan sebesar 0,56 persen atau Rp19.409. Sehingga usulan UMK Palembang tahun depan itu sebesar Rp3.298.409.
“Tapi dalam usulan UMK itu. Kami (sebagai perwakilan buruh) menolak. Kami tidak menandatanganinya,” ujarnya di Palembang, Selasa (30/11).
Menurutnya, alasan perhitungan upah tersebut berlandaskan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang kini masih dalam judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Meski pada keputusan MK, UU itu masih bisa digunakan dalam waktu dua tahun.
Kendati, lanjutnya, bila mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 Pasal 24 tentang Program Strategis yang Berdampak Luas terhadap masyarakat, maka perhitungan upah dapat menggunakan rumusan peraturan yang lama.
“Menanggapi usulan ini, kami dari KSBSI akan melakukan aksi penolakan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Disnaker Kota Palembang, M Yanurpan Yany, membenarkan sudah mendapatkan hasil perhitungan terkait UMK bersama dengan Dewan Pengupahan. Hasil perhitungan tersebut akan disampaikan kepada Gubernur Sumsel, Herman Deru.
“Sudah ada keputusan dari rapat bersama Dewan Pengupahan. Hasilnya juga sudah dilaporkan kepada Wali Kota Palembang dan akan diteruskan kepada Gubernur Sumsel,” ujarnya.
Perhitungan UMK itu, sambungnya, memang berdasarkan UU Cipta Kerja Tahun 2020 dan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Dimana sudah ada ketentuan rumusan dalam perhitungan pengupahan.
“Sekarang masih menunggu Surat Keputusan Gubernur Sumsel,” katanya.
Sebelumnya, Gubernur Sumsel, Herman Deru, mengatakan untuk kabupaten dan kota belum karena memang belum ada usulan. Hal itu disebabkan masih menunggu petunjuk khusus setelah keputusan MK ini, artinya kebijakan yang bersifat strategis agar ditunda dulu.
“Jadi, kami akan diskusi secara khusus dulu atas pengajuan dari buruh ini, baik diskusi kepada Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan RI dan Kemendagri RI. Selama ini belum ditetapkan di kabupten dan kota, saya pikir masih memakai aturan yang diberlakukan kemarin,” katanya usai menerima aspirasi dari para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja/Buruh di Halaman Kantor Gubernur, Senin (30/11).