Tegal, Gatra.com- Kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Tegal, Jawa Tengah menutup seluruh akses jalan ke alun-alun diprotes warga yang tinggal dan memiliki usaha di kawasan pubik tersebut. Kalangan DPRD menilai kebijakan itu menghambat pemulihan ekonomi.
Anggota DPRD Kota Tegal Edy Suripno mengatakan, pemkot harus meninjau ulang kebijakan penutupan akses jalan ke alun-alun karena merugikan masyarakat, terutama yang memiliki usaha di kawasan itu. Dia menyinggung upaya pemulihan ekonomi yang sedang dilakukan pemerintah pusat setelah dua tahun pandemi Covid-19.
"Saya tidak tahu apa tujuan dan motivasi pemkot menutup jalan ke alun-alun. Pemkot harus mengubah kebijakan itu sehingga membuka ruang aktivitas ekonomi kerakyatan setelah dihantam pandemi Covid-19. Ketika kebijakan tidak diubah, justru tidak selaras dengan program pemerintah pusat," katanya, Selasa (30/11).
Menurut pria yang akrab disapa Uyip itu, banyak pedagang yang mengeluh dan keberatan dengan penutupan akses menuju alun-alun karena berdampak pada menurunnya pendapatan. Bahkan warga sekitar yang kesal karena kesulitan untuk beraktivitas sampai membongkar besi stainless yang dipasang di trotoar agar pengendara sepeda motor tidak bisa lewat.
"Aktivitas sehari-hari warga terhambat karena penutupan itu. Puncaknya, warga melakukan aksi protes dengan mencabut penghalang di trotoar yang videonya viral," ujarnya.
Uyip mengatakan, pemkot harus merespon keluhan dan protes masyarakat masyarakat. Insiden itu merupakan bentuk protes keras kepada kebijakan yang dinilai tidak pro dengan pertumbuhan ekonomi kerakyatan. "Kami meminta agar kebijakan penutupan akses itu ditinjau kembali dan pemkot harus serius untuk menghidupkan sektor ekonomi," tandas Ketua Fraksi PDIP itu.
Sebelumnya diberitakan, warga dan pedagang yang berada sekitar Alun-alun Kota Tegal, memprotes penutupan jalan menuju kawasan publik itu oleh pemkot. Mereka mengancam akan melakukan gugatan class action.
Protes tersebut disampaikan belasan warga dan pedagang saat melakukan audiensi dengan DPRD dan pemkot, Senin (29/11) siang. Mereka menyebut penutupan seluruh akses menuju alun-alun selama sekitar empat bulan berdampak pada penurunan omzet dan menyulitkan aktivitas. "Kalau pada hari-hari tertentu, misal malam mingu monggolah ditutup, tidak apa-apa. Kalau setiap hari warga sekitar alun-alun keberatan," kata perwakilan warga dan pedagang, Anis Yuslam Dahda.
Anis mengatakan, setiap hari penutupan akses menuju kawasan alun-alun mulai dilakukan pukul 17.00 - 00.00 WIB. Tidak hanya akses jalan utama yang ditutup, tetapi juga gang-gang yang menjadi akses alternatif menuju kawasan alun-alun.
Menurut dia, penutupan tersebut berdampak pada turunnya omzet para pemilik toko dan pedagang yang berjualan di sekitar alun-alun.
"Turunnya sangat tajam sekali, tinggal 20-30 persen. Ini bukan karena pandemi, tapi karena jalan diportal. Pembeli kan kadang datangnya sore atau malam hari. Karena siang hari kerja, jadi jalan-jalannya malam sekalian belanja. Tapi karena jalannya ditutup akhirnya tidak jadi belanja," ujarnya.
Selain berdampak pada sepinya pembeli, Anis melanjutkan, penutupan itu juga menyulitkan warga yang tinggal di sekitar alun-alun. Bahkan, ada warga yang sedang sakit akhirnya meninggal karena tak bisa segera dibawa ke rumah sakit. "Itu kejadiannya tanggal 3 September 2021. Ada warga sakit, kritis, akhirnya tidak tertolong karena mobil ambulans tidak? bisa masuk, jalannya diportal," ungkapnya.
Anis juga menyebut penutupan jalan tersebut ternyata tak memiliki dasar hukum. Hal itu diketahui dari penjelasan pemkot saat audiensi yang akhirnya tidak menemui titik temu. "Saya tanya legalnya, ternyata baru akan dibuatkan peraturan wali kota. Berarti selama ini tidak ada dasarnya nutup akses jalan umum. Jadi kami minta agar portal itu dicabut. Kalau tidak, kami akan lakukan class action," tandasnya.
Sementara itu, pemkot menyebut kebijakan penutupan akses ke alun-alun dilakukan karena kawasan alun-alun akan dijadikan destinasi wisata. Warga yang mendatangi kawasan itu diharuskan berjalan kaki.