Jakarta, Gatra.com - Komnas HAM menemukan pelanggaran-pelanggaran HAM dalam perkara dugaan perundungan dan pelecehan seksual di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Korban di dalam perkara ini adalah salah satu pegawai KPI berinisial MS.
Dalam keterangan tertulis dari Komnas HAM yang diterima pada Senin (29/11), salah satu bentuk pelanggaran HAM adalah penelanjangan dan pencoretan buah zakar. Selain itu, ada pula perundungan fisik dan mental yang dialami korban.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menyebutkan bahwa pencoretan buah zakar adalah bentuk tindakan yang merendahkan harkat dan martabat manusia.
"Adanya peristiwa pelecehan seksual yang terjadi pada MS terutama adanya aksi penelanjangan, pencoretan buah zakar adalah bentuk tindakan yang merendahkan harkat dan martabat manusia," ucap Beka di Gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat pada Senin (29/11).
Beka mengatakan bahwa peristiwa tersebut membuat MS trauma, stress dan merasa rendah diri. Selain itu, hal ini juga berdampak kepada kesehatan fisik serta hubungan rumah tangga korban.
Menurut Beka, sehubungan hal tersebut maka peristiwa yang dialami MS menunjukkan pelanggaran HAM terutama terbebas ancaman, kekerasan dan perlakuan yang tidak layak. Hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 45 Pasal 28 G ayat (1), Pasal 7 Kovenan Internasional Hak Sipil dan politik, juga Pasal 33 Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Beka juga menuturkan bahwa terdapat pula pelanggaran terhadap pemenuhan hak atas rasa aman khususnya hak atas privasi dan perlindungan dari ancaman ketakutan yang dijamin Undang-Undang Dasar tahun 1945 Pasal 28 G ayat 1, Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999, Pasal 30, Pasal 9, 17B Kovenan Internasional Hak Sipil Politik.
Beka berujar bahwa pelecehan dan perundungan terhadap MS menunjukkan bahwa lingkungan kerja di KPI tidak aman, intimidatif dan dan tidak penuh penghormatan.
"Hal ini kemudian membuat MS seringkali keluar ruangan untuk menghilangkan rasa ketidaknyamanan, menghindari pelaku dan potensi perundungan lainnya, bahkan MS juga keluar dari grup WhatsApp internal unit visdat (visual data) karena turut mendapatkan perundungan secara verbal,"tutur Beka.
Dalam keterangan tertulis disebutkan bahwa bentuk perilaku dan tindakan yang sarat akan kekerasan fisik, maupun psikis, seksis dan merendahkan turut dinormalisasi sebagai bentuk candaan biasa dalam pertemanan. Korban bahkan dianggap sensitif dan berlebihan dalam menyikapi hal tersebut. Adapun di satu sisi, KPI tidak memiliki regulasi internal dan perangkat-perangkat patut dalam pencegahan dan penanganan tindak pelecehan seksual dan perundungan di lingkungan kerja.
Situasi dan kondisi yang dialami MS menunjukkan bahwa terjadinya pelanggaran HAM untuk bekerja dan memiliki tempat kerja yang adil dan aman. Hal ini sebagaimana dijamin Pasal 29 G ayat (1) UUD 1945.
Beka juga menyebutkan bahwa ditemukan beberapa tindakan yang dinilai sebagai pelanggaran HAM atas standar kesehatan fisik dan mental antara lain perundungan dan pelecehan seksual telah mengubah pola mental kemudian menimbulkan perasaan stress dan hina serta trauma berat kepada korban MS.
"Korban seringkali teringat peristiwa pelecehan dan menyebabkan emosinya tidak stabil,"tutur Beka.
Menurut Beka, MS juga didiagnosa penyakit hiperkreasi cairan lambung pada tahun 2017 dan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)di tahun 2019.
Adapun Beka mengatakan bahwa masalah kesehatan mental dan fisik berdampak pada hubungan rumah tangga MS dan istrinya.
Menurut Beka, permasalahan kesehatan fisik dan mental MS menunjukkan adanya pelanggaran terhadap hak atas kesehatan sebagaimana dijamin UUDA 1945 Pasal 28 H ayat (1).
"Terus juga ada kovenan internasional hak ekonomi sosial budaya bahwa hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental," tutur Beka.
Sebelumnya, Pemantauan dan penyelidikan dilakukan oleh Komnas HAM pada 7 September-1 November 2021. Terdapat beberapa pihak yang dimintai keterangan seperti pegawai KPI, MS selaku pengadu, Polres Metro Jakarta Pusat, psikolog Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Psikolog Puskesmas Taman Sari, dan keterangan RS Polri.
Penyelidikan dan pemantauan ini merupakan tindak lanjut atas pengaduan MS pada 6 September lalu.
Perkara dugaan kekerasan seksual dan perundungan ini beredar melalui rilis yang ditulis dan disebarkan oleh korban di media sosial. Berdasarkan pesan yang diterima Gatra pada Rabu (01/09), pesan berantai tersebut menyebutkan adanya perundungan hingga pelecehan seksual yang dialami salah satu pegawai KPI Pusat oleh pegawai-pegawai lain. Pesan tersebut juga berisi permintaan tolong kepada Kapolri hingga presiden.