Jakarta, Gatra.com – Ketua Umum (Ketum) DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Otto Hasibuan, menyampaikan, hal sulit dan dilematis setelah Mahkamah Agung (MA) menyatakan Peradi pihaknya yang sah.
Otto pada pelantikan jajaran pengurus DPC Peradi Jakarta Barat (Jakbar) akhir pekan kemarin menyampaikan, persoalan sulit itu bukan soal putusan MA yang masih diperdebatkan di publik.
Pasalnya, lanjut Otto, putusan MA dalam perkara ini telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht, sehingga itu tidak usah lagi menjadi bahasan atau diperdebatkan. Kalau sudah ada satu yang dinyatakan sah, maka yang lainnya sah atau tidak, itu telah selesai.
“Saya kira itu tidak perlu kita omongin, karena semua orang tahu, Peradi itu cuma satu. Munasnya hanya satu, kalau dinyakan yang satu adalah sah, yang lainnya pasti tidak sah. Itu loginya,” tandas Otto.
Adapun persoalan sulit yang dihadapi Peradi pascaputusan MA, kata Otto, adalah bagaimana menyikapi dan melaksanakan putusan tersebut dan menghadapi anggota-anggota Peradi.
“Problematika paling sulit adalah kalau kita konsisten dengan single bar system maka otomastis kita harus berani mengambil suatu keputusan yang sulit,” ujarnya.
Keputusan sulit yang meski diambil itu, Peradi harus berani menerima seluruh advokat dari organisasi advokat manapun sepanjang telah disumpah oleh pengadilan tinggi. Suatu saat, Peradi harus memutuskannya.
“Menerima mereka sebagai anggota untuk sekali saja. Untuk sekali saja. Setelah itu tidak akan lagi. Itu kalau sistem kita untuk single bar,” katanya.
Menerutnya, ini berat dan dilematis bagi advokat Peradi. Pasalnya, untuk menjadi advokat dan anggota Peradi tidaklah gampang. Sementara di organisasi lain atau di luar Peradi, mungkin perjuangannya tidak seberat yang ditempuh advokat Peradi.
"Berat untuk teman-teman semuanya, karena Anda menjadi advokat, lulus dengan tidak mudah. Mungkin ada di organisasi lain, yang lulus tidak seperti saat kalian kesulitan. Mereka mudah lulus, sehingga ada perasaan enggak enak buat kita, 'Oh enak banget mereka',” ujarnya.
Otto mengharapkan para advokat Peradi harus membuangnya jauh-jauh jika misalnya DPN Peradi akhirnya membuat keputusan menerima advokat dari luar Peradi yang telah disumpah oleh Pengadilan Tinggi kalau konsisten ingin mewujudkan wadah tunggal (single bar) advokat.
“Karena apa pun katanya, meskipun Anda berkomentar apa pun tentang mereka, tetapi mereka itu jelas sudah advokat dan disumpah sah secara hukum, tidak bisa lagi kita persoalkan,” katanya.
Otto menyampaikan, para advokat harus melihat ke depan untuk menghasilkan putusan terbaik dan terwujudknya single bar meskipun secara de juru sistem advokat di Indonesia adalah wadah tunggal.
Ia mengaku banyak mendapat permintaan yang dikirimkan melalui SMS, WA, dan telepon dari advokat di luar organisasi Peradi untuk menjadi anggota Peradi pascaputusan MA. Permintaan tersebut juga disampaikan kepada jajaran pengurus Peradi.
“'Pak Otto, sudahlah selesaikan, kami mau masuk dengan Peradi, kami bergabung'. Ini memang menjadi sulit. Tetapi kalau kita tidak terima, single bar yang ingin kita capai tidak akan tercapai,” katanya.
Orang nomor satu di DPN Peradi ini mengungkapkan, pihaknya masih terus membahas persoalan ini untuk menghasilkan keputusan terbaik. Semua persoalan harus ada solusi. Menurutnya, pada masa perang pun harus ada perdamaian.
“Perdamaian itu pasti ada pengorbanan, itu suatu sikap yang paling baik. Suatu saat kita harus katakan, kami terima sampai batas waktu tertentu, setelah itu ditutup,” katanya.
Putusan MA tersebut terbit setelah terjadi perpecahan di Peradi. Peradi terbelah tiga pasca-Munas Makassar. Salah satunya adalah kepengurusan Fauzie Yusuf Hasibuan. Perkara gugatan memperebutkan pengurusan yang sah bergulir di pengadilan. Waktu itu, Peradi masih dipimpin Ketum Fauzie.
Akhirnya, MA menyatakan pengurus di bawah Ketum Fauzie Yusuf Hasibuan sebagai pengurus yang sah dari Peradi. Saat putusan tersebut diketok MA, masa kepengurusan Fauzie sudah berakhir. Berdasarkan hasil Munas kubu Fauzie, kemudian Otto kembali terpilih sebagai Ketum Peradi.