Tegal, Gatra.com – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Tegal, Jawa Tengah, menggelar rapat koordinasi dengan kepolisian di wilayah eks Karesidenan Pekalongan terkait peredaran uang palsu pada akhir pekan ini. Langkah ini untuk memperkuat kerja sama pemberantasan uang palsu dan tindak pidana di bidang sistem pembayaran.
Rapar koordinasi yang digelar secara hybrid (luring dan daring) di Kota Tegal dan Semarang itu mengundang kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres di tujuh kabupaten dan kota di wilayah eks Karesidenan Pekalongan.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Tegal, M. Taufik Amrozy, mengatakan, ini adalah rapat koordinasi pemberantasan rupiah palsu dalam kerangka Tim Penanggulangan Pelanggaran dan atau Tindak Pidana di Bidang Sistem Pembayaran (TP2TPSP).
"Rapat koordinasi ini merupakan momentum yang penting bagi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal dan Polres di wilayah kerja Bank Indonesia Tegal dalam memperkuat kerja sama pemberantasan rupiah palsu dalam kerangka TP2TPSP," ujarnya saat membuka rapat.
Menurut Taufik, peredaran uang palsu (upal) bagaikan fenomena gunung es. Jumlah peredaran upal yang ditemukan di masyarakat, itulah yang terlihat di permukaan, tetapi peredaran uang palsu yang sesungguhnya beredar di masyarakat tidak dapat diketahui jumlahnya.
"Oleh karena itu, sebelum masuk pada upaya penanggulangan uang palsu, yang penting adalah upaya pencegahan dengan mengampayekan transaksi non-tunai untuk mempersempit ruang gerak peredaran uang palsu, dan mengurangi pelaku tindak pidana uang palsu sehingga dapat menurunkan tingkat peredaran uang palsu di masyarakat," tandasnya.
Berdasarkan data Kantor Perwakilan BI Tegal, temuan uang palsu yang berasal dari kepolisian, perbankan, pengolahan BI, dan masyarakat dalam tiga tahun terakhir mengalami pasang surut.
Pada tahun 2020, temuan uang palsu mencapai 7.024 lembar. Jumlah itu meningkat 34% dibandingkan tahun 2019 dengan temuan uang palsu didominasi oleh uang pecahan Rp100.000 dan Rp50.000.
Kemudian pada 2021 hingga 25 November, uang palsu yang ditemukan sebanyak 2.444 lembar. Temuan itu jauh menurun dibandingkan temuan pada 2020.
Taufik menyebut ada sejumlah tantangan yang dihadapi dalam upaya penanggulangan uang palsu. Salah satunya rendahnya putusan tindakan pidana rupiah palsu karena Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Mata Uang hanya mencantumkan ancaman kurungan maksimal terhadap pemalsu uang namun tidak mencantumkan kurungan minimal dan hukuman kepada pemalsu tidak seragam dan cenderung ringan.
Menurut dia, koordinasi Bank Indonesia, Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung menjadi penting untuk menyamakan pemahaman Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang terkait dengan tindak pidana pemalsuan uang sebagai kejahatan yang serius dan terorganisasi.
"Perlu sanksi tegas terhadap pelaku tindak pidana uang palsu karena sanksi yang memberikan efek jera diharapkan dapat mempersempit peredaran uang palsu, mengurangi pelaku tindak pidana uang palsu dan menurunkan uang palsu di masyarakat," ujarnya.
Tantangan lainnya, kata Taufik, yakni minimnya pemahaman masyarakat terkait ciri-ciri keaslian uang rupiah. Pola perilaku dan budaya masyarakat dalam memperlakukan uang ketika bertransaksi menyebabkan minimnya perhatian masyarakat dalam mengecek keaslian uang rupiah yang diterima.
"Bank Indonesia terus melakukan penguatan strategi edukasi dan komunikasi kepada masyarakat melalui perluasan jangkauan edukasi dan sosialisasi Cinta Bangga dan Paham Rupiah sampai daerah 3T (terluar, terdepan, dan terpencil) serta mengintensifkan komunikasi ciri keaslian uang dan merawat rupiah melalui berbagai media," ujar dia.
Taufik menambahkan, cakupan tugas TP2TPSP tidak hanya pemberantasan uang palsu tetapi juga mencakup pelanggaran atau tindak pidana sistem pembayaran lainnya, termasuk tindak pidana di bidang pendanaan terorisme dan pencucian uang melalui lembaga keuangan dan penyelenggara jasa sistem pembayaran, seperti Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) dan Perusahaan Transfer Dana (PTD).
"Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal yang meliputi wilayah eks Karesidenan Pekalongan terdapat dua KUPVA BB yaitu PT Hidup Artha Mandiri dan PT Srikandi Putra Prima, serta satu Perusahaan Transfer Dana (PTD), yaitu Kospin Jasa," ungkapnya.
Selain kepala Satreskrim Polres tujuh kabupaten dan kota di wilayah eks Karesidenan Pekalongan, rapat dihadiri secara langsung oleh Deputy Kepala Perwakilan BI Tegal, Dody Nugraha; dan Kanit 2 Subdit 2 Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah, Kompol R Ari Sulistyawan.