Banyumas, Gatra.com – Masyarakat Sejarah Indonesia (MSI) Kabupaten Banjarnagara mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara menerbitkan peraturan daerah (Perda) Perlindungan Cagar Budaya.
Ketua MSI Banjarnegara, Heni Purwono mengatakan, Perda ini diterbitkan untuk melindungi seratusan lebih bangunan dan peninggalan kuno yang terdapat di Banjarnegara, di luar kompleks Dieng yang sudah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya nasional.
Heni menjelaskan, di Banjarnegara terdapat artefak kuno peninggalan masa kerajaan Hindu-Buddha, masa Islam, hingga masa kololonial yang perlu dilindungi. Jika tidak, maka bangunan atau artefak tersebut akan musnah karena konversi bangunan atau alih fungsi lahan.
“Saya pikir perlu untuk segera ada SK atau Perda Perlindungan Cagar Budaya di Banjarnegara. Karena di Banjarnegara itu kan banyak peninggalan cagar budaya yang ada, yang cukup lengkap, mulai dari masa Hindu-Buddha, zaman Islam, hingga zaman kolonial,” katanya, Rabu (24/11).
Kata dia, hasil inventarisasi MSI, terdapat 100 lebih peninggalan cagar budaya yang perlu dilindungi. Angka tersebut di luar makam-makam kuno peninggalan masa Hindu-Buddha dan era selanjutnya.
“Dan hampir semuanya tidak terlindungi, terkecuali di kompleks Percandian Dieng karena ditetapkan sebagai cagar budaya nasional,” jelasnya.
Menurut Heni Purwono, musnahnya situs dan peninggalan kuno itu sudah terjadi di bangunan-bangunan lama di Banjarnegara. Ada pula yang terancam karena tidak digunakan dan dilindungi sebagaimana mestinya.
Dia mencontohkan, Stasiun Singomerto yang merupakan peninggalan era kolonial kini jadi kandang kambing. Sementara, Stasiun Banjarnegara kini telah menjadi toko bangunan.
Kondisi ini menurut dia juga terjadi di bangunan-bangunan lain, seperti di kawasan Klampok yang pada masa kolonial menjadi salah satu pusat bisnis dan industri yang penuh dengan peninggalan bangunan kuno.