Jakarta, Gatra.com- Peluang berkembangnya teknologi kesehatan di masa pandemi dan pascapandemi Covid-19 sangat terbuka lebar. Associate Dean (External Engagement, UTS Business School) Prof Prabhu Sivabalan mengatakan, pandemi Covid-19 membawa perubahan secara global.
Pelayanan kesehatan secara online yang sebelum Covid-19 dinilai tidak normal karena tidak melakukan konsultasi secara fisik, maka saat pandemi Covid-19 menjadi pilihan.
"Sebagian besar konsultasi kesehatan secara online meledak karena orang tidak bisa bertemu secara langsung dengan dokter," kata Prabhu dalam webinar dengan tema Health Tech Prospect In Indonesia, Rabu (24/11).
Menurut Prabhu, pandemi membawa penyesuaian, menggeser pola pikir sehingga layanan kesehatan digital menjadi pilihan masyarakat. Saat ini banyak orang nyaman dengan layanan kesehatan digital.
Kondisi demikian, kata Prabhu, meningkatkan pembelanjaan teknologi kesehatan. "Berkembang empat kali lipat. Ada peluang investasi. Investasi health meningkat di masa pandemi. Sekarang tergantung kita ambil kesempatan," ujarnya.
Prabhu menambahkan, saat pandemi pembelanjaan kesehatan meningkat 12 kali. Tantangan yang kemudian dihadapi perlu adanya riset dan pengembangan serta dukungan dana publik dan swasta yang akan menjadi indikator keberhasilan teknologi kesehatan.
"Tapi banyak dokter atau tenaga medis meminta dukungan regulasi terkait dengan pengantaran, diagonsis yang dikhawatirkan salah dibanding dengan tatap muka. Diagnosa memakan waktu lama, berulang-ulang dibanding dengan bertemu langsung," paparnya.
Associate Director of Product Halodoc, Michael Andreas mengatakan, populasi penduduk Indonesia sejumlah ratusan juta banyak yang mengakses internet dan telepon pintar.
"20 juta orang sudah akses digitak health care. Halodoc marketplace untuk pasien yang mencoba dapat layanan kesehatan. Terkait harga, kami mengikuti regulasi, layanan kami terjangkau oleh customer," kata dia.
Ia menilai, prospek kesehatan digital saat ini masih dimulai. Perlu dukungan pemerintah dan publik untuk perkembangan kesehatan digital.
Former General Secretary PERSI, Lia Gardenia menyebut, meningkatnya pengguna internet dan digital health care sebesar 60% menjadi peluang besar. "Health care ini irisan dari berbagai sektor. Inovasi digital mengubah fasilitas kesehatan. Masyarakat bisa menikmati digital health care," kata Lia.
Menurut Lia, hal yang perlu dirapikan adalah terkait keamanan dari layanan kesehatan digital. Saat ini, digital teknologi dan konsultasi dipayunmgi dengan Permenkes Nomor 20 tahun 2019 tentang Penyelengdaraan Pelayanan Telemedisin Antar Faslitas Kesehatan.
"Untuk diagnosis setahu saya yang kalau diminta digital, butuh alat kesehatan, ada articial inteligen. Sehingga tahu berapa persen ketepatannya. Untuk keamanan saat ini masih perlu sentuhan manusia," paparnya.
Sementara itu Chief of Digital Transformation Ministry of Health Indonesia, Setiaji mengatakan, Kemenkes memandang bahwa data pasien merupakan data utama untuk menghasilkan beberapa kepentingan mulai dari riset dan analisis.
"Oleh karena itu kami akan melakukan standarisrasi, khususnya elektronik medical record. Pertama dilakukan digitalisasi dengan eletronik digital eletronik. Mudah-mudahan di tahun ini akan meluncurkan stardardisasi tersebut yang menjadi acuan bagi fasilitas kesehatan," kata Setiaji.
Ia menambahkan, tahun depan Kemenkes akan meluncurkan personal health record yang akan menjadi bagian penting dari transformasi kesehatan. Dengan demikian, data medical record akan tersambung dalam personal health record.
"Masyarakat bisa mengetahui rekam jejak kesehatan secara individual yang saat ini ada di fasilitas kesehatan. Ini langkah sangat besar untuk menyamakan dan sama-sama didukung sehingga akan ada basis data yang kuat untuk kepentingan riset dan lainnya," paparnya.