Batam, Gatra.com - Kasus dugaan penganiayaan siswa di lingkungan SMK Penerbangan Nasional (SPN) Dirgantara Batam kembali mencoreng dunia pendidikan tanah air.
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kepri, bergerak cepat melakukan penyelidikan dugaan aksi kekerasan yang videonya sempat viral di media sosial.
Kabid Humas Polda Kepri Kombes Pol Harry Goldenhart mengatakan, pihaknya telah melakukan penyelidikan dengan mengambil keterangan terhadap lima orang korban yang masih dibawa umur berinisial IN, SA, RA, GA dan Inisial FA, didasari Laporan Polisi Nomor : LP-B / 138 / XI / 2021 / SPKT-Kepri, Tanggal 19 November 2021, perihal penganiayaan yang dialaminya.
"Kasus penganiayaan ini sedang dilakukan penyelidikan oleh penyidik Dit Reskrimum Polda Kepri. Laporan Polisi juga sudah diterima. Ini merupakan bentuk respon cepat dari kita dalam menindaklanjuti pemberitaan terkait dugaan tindak pidana kekerasan atau penganiayaan yang terjadi di SMK tersebut,” katanya, Rabu (24/11).
Harry menerangkan, dari hasil pemeriksaan sementara para korban ini mendapatkan perlakuan kekerasan sejak kelas 1 hingga kelas 3, Mereka mendapatkan perlakuan kekerasan dikarenakan pelanggaran yang dibuat. Dugaan kekerasan dilakukan secara masif dan berulang.
“Ada beberapa perlakuan yang diduga dialami korban seperti kekerasan verbal, kekerasan fisik termasuk juga kekerasan dengan menggunakan besi rantai terhadap anak didik tersebut. Polda Kepri sudah melayangkan surat untuk permintaan Visum Et Repertum kemudian juga sudah melakukan penyitaan terhadap dokumen berupa foto dan video korban saat diikat dengan rantai besi," tegasnya.
Ketua Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPAD) Kota Batam Abdillah menyatakan, pihaknya juga telah melakukan inspeksi terhadap SPN Dirgantara terkait laporan dari 9 orang wali siswa yang diduga anaknya mengalami kekerasan.
"Setelah mendapatkan aduan, kami menindaklanjuti laporan tersebut yang tergabung Dari KPAI, pemerhati anak, KPAD Kepri, Inpektorat Jendral Kemendikbud. Ternyata ada kesesuaian antara laporan wali murid dengan kondisi di sana," ujarnya.
Abdillah mengakui, setelah pengecekan, ada sejumlah tempat yang tidak lazim dan menyerupai sebuah ruang penjara di sekolah tersebut. Bahkan pengakuan orang tua anaknya yang menjadi siswa di SPN Dirgantara sempat di penjara selama satu bulan dan mendapatkan kekerasan fisik serta mental.
"Pengakuan pihak sekolah itu merupakan tempat konseling. Padahal kalau kita lihat penjara anak di Lembaga Permasyarakatan justru lebih humanis. Kasus dugaan kekerasan di SPN Dirgantara bukan kali ini saja, melainkan sudah ada beberapa aduan beberapa tahun terakhir," katanya, Rabu (24/11).
Pihaknya sebagai Lembaga Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Anak akan terus mengawasi dan menyoroti sistem penyelenggaraan perlindungan anak di Kota Batam.